"Mau kemana? Maafiin gue. Ayo pulang..""Gue harus ke Rumah Sakit."
"Gue anter." Ucapnya dan sambil menarik tangan gue dan kita masuk kedalam mobil.
"Ini gue anter lo kemana?" Ucapnya.
Tangan gue gemetaran. Gue takut. Takut banget. Sampe gue cuma bisa diam dengan rasa sesak dihati dan air mata gue turun ke pipi.
"Nab, gue anter lo ke Rumah Sakit mana?" Tanya Kai yang membuat gue langsung mengambil handphone gue. Tapi saking gemeterannya tangan gue, handphone gue sampe jatuh.
Mungkin Kai yang ngeliat gue gemetaran gini dia langsung megang tangan gue dan mengelusnya. Dia mengambil handphone gue.
"Ini lo mau telpon siapa? Biar gue yang telponin."
"Mas Minho," ucap gue lemas.
Gak lama dari itu Kai menelpon yang gue tau pasti adalah Mas Minho.
"Halo? Kamu dimana dek?"
"Papi gimana Mas..?"
"Ke Rich Hospital ya."
"Keadaan Papi gimana Mas.."
"Ke sini aja dulu yaa." Dan Mas Minho mematikan telponnya.
Kai langsung bergegas menjalankan mobilnya. Gue takut banget penyakit jantung Papi kambuh. Tangan gue masih gemeteran dan kaki gue bergerak gelisah. Kebiasaan jelek gue kali panik adalah ngegigitin kuku.
Kai mengambil tangan gue dan digenggam sama dia.
"Tenang. Papi lo gak bakal kenapa-napa."
Tanpa gue maupun gue malah menangis. Menangis kayak anak kecil. Sampe sesegukan. Cukup lama gue nangis dan Kai cuma bisa mengelus kepala gue dan memberi tisu ke gue dengan tangan yang satu masih menyetir.
Kita sampai di rumah sakit dan gue masih menangis. Setelah kai memakirkan mobilnya dia langsung menghadap gue. Dia nyubit idung gue.
"Jangan nangisssss. Cewek kalau nangis jelek tauu!"
"Ss-sakit!" Ucap gue sambil menepuk tangannya.
"Mau turun gak?" Tanyanya yang gue angguki.
"Kalau mau turun ya jangan nangis lagi lah. Nanti Papi lo sedih dan makin sakit liat anaknya kayak gini jelek banget abis nangis." Lanjutnya.
"Tapi takut Papi gue sakitnya parah.."
"Ssst! Gak boleh kayak gitu! Pikir yang baik. Kali aja Papi lo cuma encok doang kan!"
"Kai gak lucu ih!"
"Ya maksudnya yaudahh. Udah jangan nangisss." Katanya sambil menghapus air mata gue.
Setelah sesegukan gue reda dan tangisan gue udah gak ada lagi. Kita turun dan Kai berjalan disaamping gue dengan tangannya yang ditaruh di bahu gue.
"Kai berat ah!"
"Yaudah kalau gak mau berat," ucap dia tapi tangannya malah mengenggam tangan gue.
"Lepas."
"Kan lo bilang berat. Yaudah gandengan aja biar gak berat sama biar lo gak ilang."
Yaudah gue diemin. Percuma bukan kalau gue ngelepas?
Gue bertanya ke pegawai rumah sakit mengenai kamar Papi gue dimana.
"Kamar atas nama Jong Kook dimana ya?"
"Di kamar VIP nomor 69, Mbak."
"Ohh makasih yaa." Ucap gue dan kita langsung masuk kedalam lift.
Didalam lift kita cuma berdua. Kita menuju lantai 20. Mungkin kebetulan ini sudah malam dan jam besuk sudah selesai jadi sepi gini. Gue lagi bengong tersontak kaget karena tiba-tiba Kai menaruh kepalanya di bahu gue. Gue yang mau marah pun gak jadi karena ucapan dia.
"Gini dulu sebentarrr aja. Gue ngantuk belum tidur. Kemarin badan lo panas dan musti gue kompres semalaman."
Akhirnya gue diam dan membiarkan posisi kita seperti ini selama kita sampai di lantai 20. Gue menepuk pipinya pelan.
"Udah sampe. Lo kalau mau balik, gapapa balik ajaa. Daripada lo sakit." Ucap gue setelah kita keluar dari lift.
"Gak. Gapapa. Gue temenin lo aja. Daripada di penthouse sendirian. Mending ikut lo."
"Hem. Terserah."
Semaking dekat dengan ruangan Papi gue makin panik juga. Gue melihat sebentar di kaca pintu dan bener aja ada Mas Minho di dalam.
Gue membuka pintu ruangan inap Papi gue dan Mas Minho langsung melihat gue sedangkan Papi masih tidur.
"Papi lagi tidur," kata Mas Minho.
Sedih banget liat Papi gue tiduran di bangsal. Gue menghampiri dan berdiri di samping tempat tidur Papi gue.
"Papi sakit apa?" Tanya gue sambil menatap Papi gue.
"Papi banyak pikiran. Makanya drop," jawab Mas Minho. "Lo siapa?"
"Ss-saya? Temennya Nabila."
"Temen?"
"Iyaaa."
Gak lama gue mendengar pintu terbuka dan ternyata Ka Hyolyn. Dia cukup kaget melihat gue disini.
"Papi sakit lo baru pulang? Tunggu ada yang sakit atau mati dulu supaya lo balik?"
"Udah lah Hyo. Gak usah mancing keributan dulu. Bagus Nabila balik berarti dia masih ada kepedulian sama orang rumah. Daripada dia gak balik?" Jawab Mas Minho.
"Lo balik. Iya balik. Tapi sekalinya balik bawa laki-laki? Waw selama ini lo jadi simpenan apa pemuas laki-laki ini?"
"Lo bisa diem gak sih?! Seenggaknya gue gak kayak lo yang murahan. Sama siapa aja mau." Ucap gue dan Mas Minho langsung membawa Kak Hyolyn sebelum kita berdua berantemnya makin parah.
Gak lama Papi gue bangun.
"Dek?"
"Papi mau apa? Minum?"
"Enggak. Anak Papi..." ucapnya sambil mengelus pipi gue. "Papi kangen Dek.. kamu kemana aja?"
"Nanti aja itu aku jawabnya. Papi apa yang sakit?"
"Kamu udah disini Papi juga udah sembuh," ucapnya sambil membawa gue ke pelukannya.
Wangi parfum Papi menyeruak di hidung gue. Dan gue sadar betapa kangennya gue meluk Papi kayak gini.
"Papi tidur lagi gih. Ini udah malem banget." Ucap gue sambil melepas pelukan kita.
"Tapi kamu jagain Papi disini ya?"
"Iyaa."
"Siapa dia..?"
"Ha?" Tanya gue dan ternyata Papi nunjuk Kai.
"Dia temen aku. Udah, Papi tidur yaa."
"Anda siapa?"
Nah, Papi gini kalau ngeliat gue bareng sama cowok.
"Saya Kai, Om."
"Siapanya anak saya?"
"Temen? Temen, Om."
"Sejak kapan anda berteman dengan anak saya? Saya gak pernah liat kamu kayaknya."
"Udah, Pi. Besok aja interogasinya."
"Saya nanya sama kamu. Gak bisa jawab?"
"Saya temenan sama anak Om tuh udah lama bangett." Kata Kai.
Lama bapaklo 5. Baru dua minggu.
"Anak saya gak pernah kayaknya cerita tentang anda."
"Ya mungkin belum perlu di ceritain?" Ucap Kai ragu-ragu.
"Terus ngapain anda disini?"
"Nganterin anak Om."
"Udah nganterin kan. Kenapa masih disini?"
Yaudah bakal panjang kalau gini ceritanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Circle ; Jongin✔️
FanficMau kemana gue pergi pun kayaknya gue akan selalu berada di jangkauan semua orang. fak, why? Warn : to much harsh words