# Finally

927 15 1
                                    

Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa kini perjuangan selama kurang lebih 4 tahun akhirnya membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Hari ini semuanya merasa bahagia. Terlebih dengan diriku sendiri, orang tua, dan teman-teman dekat. Rasa bahagia yang dirasakan ayah dan ibu terlihat jelas saat meneteskan air mata sambil memelukku dengan erat. Membuatku ikut meneteskan air mata.

Kini aku telah menjadi seorang dokter, meskipun baru bergelar S1. Rencana untuk mengambil spesialis tentu ada, namun aku belum menentukan itu apa. Meskipun aku diberi tempat di rumah sakit milik kakek, namun aku juga belum memutuskan apa pun.

Hari ini ayah dan ibu mengadakan acara syukuran kecil di rumah. Tamu yang datang hanya keluarga dan teman-temanku. Tidak ketinggalan dengan orang yang spesial. Orang spesial ini adalah orang yang sangat dekat denganku. Aku mengenalnya sewaktu masih mengenakan seragam putih abu-abu. Kedekatanku dengannya sudah hampir enam tahun. Aidan Abizar, itulah namanya.

Aku lebih sering memanggilnya Abi. Terkadang aku juga memanggilnya Mas Abi, karena dia dua tahun lebih tua dariku. Jika memanggilnya seperti itu raut wajahnya sering tiba-tiba berubah. Dan yang paling aneh dia sering menjitak kepalaku. Meskipun begitu, dia tetap melakukannya dengan penuh perasaan. Karena dia adalah orang yang begitu sopan dan tidak kasar, setiap kali bersama dengannya aku merasa nyaman dan terlindungi.

Mungkin karena itulah yang membuatku dengannya tetap bertahan hingga sekarang. Dia juga salah satu motivator bagiku. Mas Abi orang yang bijak menurut pandangan mataku, juga bertanggung jawab. Mas Abi juga salah satu orang yang membuatku menjadi seorang dokter. Itu karena dia juga seorang dokter.

Mas Abi adalah seorang dokter orthopedy (spesialis ahli bedah tulang). Dia berhasil melewati masa SMP dan SMA dalam waktu empat tahun. Begitupun untuk meraih gelar seorang dokter, dia tidak membutuhkan waktu yang lama seperti halnya dengan orang-orang yang memiliki IQ standar. Mas Abi sendiri juga sering mengajariku. Dalam hal apa pun itu, terutama dalam hal ilmu kedokteran.

"Cie, ibu dokter baru nih" ledek Mas Abi kepadaku.

"Apaan sih? Biasa aja kali" sanggah aku dengan senyum malu-malu.

Karena Mas Abi orang yang pandai bersosialisasi dengan semua orang, dia sangat dekat dengan ayah, ibu, dan kakek. Kata kakek, Mas Abi itu manusia langka. Kata ayah, Mas Abi itu manusia paling sopan yang pernah dia jumpai. Dan kata ibu, Mas Abi itu manusia yang paling sayang dengan orang tua. Jika berbicara tentang Mas Abi tidak ada habisnya bagiku.

"Kak? Kakak dipanggil kakek ke dalam" ujar salah satu ponakan aku.

"Ke dalam yuk" ajak Mas Abi spontan.

Dan ternyata di ruang tengah semuanya sudah berkumpul. Kakek memanggil semuanya untuk berfoto bersama. Karena tokoh utama hari ini adalah aku, maka sesi pemotretan tidak akan dimulai jika aku tidak ada. Semuanya tampak ceria dan sangat bahagia. Terutama dengan kakek.

Kata ibu, di antara semua cucu-cucunya aku adalah cucu yang paling disayang oleh kakek. Kenapa? Karena dari sekian banyak cucunya, hanya aku yang berhasil mewujudkan cita-citanya. Kakek ingin sekali memiliki cucu seorang dokter, karena dia sendiri adalah seorang dokter. Bahkan hingga sekarang kakek masih aktif di rumah sakit. Rumah Sakit Aurora. Itu adalah nama rumah sakit milik kakek yang sangat terkenal.

Mungkin karena itulah, kakek menyerahkan kursi direkturnya kepadaku. Menjadi seorang direktur rumah sakit tentu tidak mudah. Semuanya penuh pertanggung jawaban yang sangat besar. Meskipun ayah dan ibu sudah menyetujui keinginan kakek, aku masih setengah hati untuk menerimanya.

Mas Abi sendiri memberikan saran untuk mengiyakan keinginan kakek. Kata Mas Abi ini adalah kesempatan dimana aku bisa belajar lebih banyak lagi. Tidak hanya menjadi seorang dokter, tetapi juga menjadi seorang pemimpin. Begitupun dengan ayah dan ibu. Semuanya sangat mendukung keinginan kakek.

Keinginan kakek membuatku dilema. Bagaimana tidak? Rumah sakit kakek ini sangat terkenal. Semua dokter yang berada di dalamnya juga sudah sangat profesional. Dan kebanyakan dari mereka adalah dokter muda yang berhasil meraih gelar dokter di luar negeri. Salah satunya adalah dokter Aidan Abizar.

Semenjak Mas Abi menjadi salah satu dokter di RS Aurora, rumah sakit ini mengalami kemajuan pesat dan semakin terkenal, kata kakek. Itu karena Mas Abi banyak dikenal oleh dokter-dokter ahli dari luar negeri.

***

"Bukannya menolak keinginan kakek, tapi? Tapi akukan belum jadi dokter yang profesional. Bagaimana mungkin aku bisa memimpin rumah sakit kakek dengan baik? Itukan tidak mudah kek. Sebentar lagi aku juga akan ke Australia untuk kuliah" ujarku kepada kakek.

"Iya, kakek tahu. Makanya, mulai sekarang kamu harus belajar. Memang tidak mudah menjadi seorang direktur di RS Aurora, terlebih semua dokter yang berada di dalam adalah dokter-dokter muda yang sudah sangat ahli. Kamu tidak usah khawatir, kakek menyerahkan kursi direktur kepada kamu juga belum sepenuhnya. Karena kamu masih harus kuliah. Dan yang terpenting kakek juga masih aktif di rumah sakit sampai kamu sudah benar-benar siap menerima kursi itu" terang kakek yang berusaha meyakinkan hatiku untuk mengiyakan keinginannya.

Kata-kata kakek memang benar. Ini bisa menjadi awal dari semuanya. Tempat belajar baruku ada di RS Aurora. Setelah berpikir-pikir panjang, akhirnya aku mengiyakan keinginan kakek.

Setelah hari ini kesibukanku adalah bolak-balik rumah sakit dan kampus. Aku masih harus mengurus beberapa urusan untuk melanjutkan study di Australia. Setelah berpikir matang-matang, akhirnya pilihanku jatuh pada "Jantung", yakni dokter spesialis jantung. Entah apa yang membuatku tiba-tiba ingin menjadi seorang dokter spesialis jantung.

Selain dari kakek, Mas Abi juga banyak membimbingku di rumah sakit ini. Hari pertama di RS Aurora membuatku sedikit gugup dan tidak percaya diri. Karena semua orang di RS Aurora mengenal Mas Abi, keberadaanku di sini sangat cepat tersebar. Hampir semua dokter dan suster yang aku jumpai pasti menyapaku dengan sebutan "dokter ibu Abi" atau "dokter nyonya Abi".

Sebenarnya panggilan itu membuatku agak tidak nyaman, namun karena berusaha memberikan kesan yang baik kepada semuanya aku hanya bisa tersenyum jika dipanggil seperti itu. Lagi-lagi ini adalah awal pembelajaran, kata Mas Abi. Setiap tindakan dan kata-kata yang keluar dari mulut Mas Abi selalu membuatku mengoreksi diri. Mengoreksi diriku dari A sampai Z agar menjadi lebih baik.

Karena dokter Abi di rumah sakit ini cukup sibuk dengan segudang pasien, maka aku hanya bisa bertemu dengannya di waktu makan siang. Jika pasien lagi kosong, seharian di rumah sakit kuhabiskan bersama dokter Abi. Seharian bersamanya kuisi dengan belajar. Di rumah sakit ini Mas Abi bertindak sebagai dosen buatku.

Sebelum terbang ke Australia, Mas Abi memberikan aku banyak ilmu tentang dunia kedokteran. Semua pengalaman-pengalaman yang dia dapatkan sewaktu melanjutkan study di Jerman dia bagi kepadaku. Dan masih banyak lagi.

WHOWhere stories live. Discover now