# Don't Say Goodbye

349 10 2
                                    

Dia kembali. Wujudnya kembali hadir, namun entah dengan hatinya. Keadaan merubah segalanya. Sekarang dia ada di sini, tepat di sampingku. Namun entah dengan perasaannya.

Gugup. Canggung. Hal itulah yang sekarang terjadi. Tidak seperti dulu. Sangat sulit mengembalikan semuanya. Seolah-olah kami baru saja bertemu.

Bertemu kembali setelah tiga tahun lamanya membuat hatiku sedikit bergetar. Hati kecilku berbicara. Ada perasaan yang menginginkan Mas Abi kembali kepadaku. Namun?

Taman belakang rumah sakit ini menjadi saksi bisu pertemuanku dengan Mas Abi dengan status baru, yaitu "teman" setelah tiga tahun lamanya. Dadaku sesak saat menyadari keadaan yang sebenarnya. Hanya "teman". Berharap akan bisa kembali seperti dulu, namun itu hanya angan-angan belaka.

Aku hanya bisa tersenyum kecut mendengar cerita Mas Abi. Berusaha tegar dan biasa-biasa saja. Namun air mataku tidak dapat terbendung saat Mas Abi memperlihatkan sebuah foto di Hpnya.

"Anak kecil ini sudah berumur satu tahun"

Anak kecil dalam foto itu sangat tampan. Dia sangat menggemaskan dan lucu. Dia sangat mirip dengan ayahnya, Dr. Abi.

Apa yang sedang kulakukan? Kenapa rasanya begitu sakit? Dadaku sesak. Aku berusaha menahan semuanya, namun tidak bisa. Terlalu sakit.

Mas Abi telah membuka lembaran baru dengan seorang perempuan berdarah Jerman. Perempuan itu juga seorang dokter. Dia teman seperjuangan Mas Abi saat di Jerman. Dia adalah salah satu wanita muslim Jerman yang sangat memegang teguh agama Islam di hidupnya.

Mendengar semuanya dari mulut Mas Abi secara langsung tentang wanita yang sekarang telah menjadi bidadarinya membuatku tidak bisa berkata apa-apa. Tubuhku kaku. Rasa sesak memenuhi dadaku. Darah di dalam tubuhku seakan membeku. Menyesali keputusanku waktu itu.

Lalu harus bagaimana aku sekarang? Apa? Tidak ada yang bisa kulakukan. Semuanya telah berakhir. Benar-benar berakhir dan tidak akan bisa berubah.

Dia pergi. Dan dia juga pergi. Dirimu terlalu bodoh untuk memahami hati seseorang. Sekarang bisa apa dirimu? Tidak ada. Kosong. Gelap. Hampa. Hancur berkeping-keping.

"Cobalah mengerti. Awalnya aku juga begitu sakit waktu itu. Setelah bertahun-tahun bersama, ternyata dia yang menjadi pilihanmu. Aku berusaha bersikap dewasa. Aku mencoba bangkit. Meskipun sangat sulit. Aku berusaha melupakan segalanya. Segala kenangan indah saat masih menjadi orang yang berharga di dalam hidupmu walau itu sangat sulit tuk dilupakan. Segalanya tentangmu. Aku terus berusaha. Mengambil keputusan untuk menikahpun begitu sulit, namun inilah usahaku. Meskipun pada awalnya dia tidak begitu berharga untukku, namun sekarang hatiku benar-benar tulus kepadanya. Tulus untuk melakukan ibadah di jalan-Nya. Aku mencintainya. Sangat mencintainya" ucap Mas Abi kemudian.

Lagi dan lagi. Dadaku sesak. Rasanya perih mendengar kata-kata itu. Aku hanya berusaha untuk bersikap sedikit lebih dewasa saat ini, dihadapan Mas Abi.

Aku mengusap pipiku yang basah dan mengatur napas dengan baik. Aku berusaha tersenyum dan tertawa.

"Anak itu pasti akan tumbuh menjadi anak yang cerdas seperti ayah dan ibunya. Dia sangat beruntung terlahir dari ayah sepertimu. Aku percaya, dia akan sangat mirip dengan ayahnya saat dewasa nanti. Kamu beruntung, dia adalah anugrah terindah dari-Nya" lanjutku menghancurkan kesunyian.

Mas Abi tersenyum kecut. Dia menundukkan kepala dan meremas-remas tangannya. Aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya. Kuharap dugaanku salah.

"Maaf. Aku terlalu mudah untuk jatuh. Jatuh ke tempat yang salah. Dan sekarang dia telah menjadi wanita yang paling berharga dalam hidupmu. Wanita yang sangat pantas untukmu. Bukan wanita bodoh sepertiku" ujarku dengan tetesan air mata.

Hampa. Mas Abi masih saja menunduk. Entah apa yang ada di pikirannya. Hatiku perih. Sangat sulit untuk menahan tangis. Napasku sesak.

"Jangan salahkan dirimu. Mulailah hidup baru dan lihatlah masa lalu sebagai pelajaran berharga. Jangan berharap akan seperti dulu" ucapnya sungguh menyakitkan.

Aku menahan segudang rasa sakit. Kata-kata itu menghempaskanku.

"Ini terlalu egois, tapi aku akui aku masih mencintaimu. Sungguh sangat mencintaimu. Hati ini masih sangat mengharapkan kehadiranmu" ujarku dengan air mata yang kian deras mengalir di pipi.

"Maaf, aku sangat menyukaimu, tapi itu dulu. Iya itu benar. Namun sekarang tidak lagi. Dan tidak akan pernah. Hatiku hanya untuknya, bukan untukmu"

Kata-kata itu sungguh sangat mengguncang hatiku. Darahku kian membeku mendengarnya. Dengan menahan rasa sakit yang teramat dalam, aku berusaha terus tersenyum meskipun air mata ini tak dapat terbendung.

Duniaku hitam saat dia pergi. Dia melangkah pergi. Jauh dan semakin jauh hingga tak tampak lagi oleh mataku.

Sendiri dalam diam. Tidak ada seorang pun di sini. Di hati ini. Siapa? Siapa yang melakukan hal bodoh itu? Dirimu terlalu bodoh. Terlalu mudah untuk jatuh. Jatuh pada seseorang yang sama sekali tidak pantas dicintai dan melepas seseorang yang sangat pantas diperjuangkan.

The End

WHOWhere stories live. Discover now