# Why you?

185 4 0
                                    

Kata-kata Mas Abi terus terbayang di kepalaku sejak kemarin. Aku terus mencari jawaban yang pasti. Yang sesuai dengan hatiku. Tulus dari hati. Namun sekarang aku semakin bingung. Terlebih dengan sikap dokter Tatra yang semakin mendekatiku. Tidak hanya itu dia bahkan melakukan pendekatan kepada seluruh keluargaku.

Mengetahui hal itu Mas Abi tidak pernah lagi datang ke rumah. Dia menyibukkan dirinya. Bahkan saat di rumah sakit pun dia bertingkah seolah-olah tidak pernah mengenalku. Hal itu membuatku begitu sedih. Aku benar-benar tidak bisa memilih sekarang. Tidak ada petunjuk yang datang.

Bahkan petunjuk dari-Nya pun belum ada. Padahal setiap usai melaksanakan salat lima waktu doaku yang paling pertama adalah tentang mereka berdua.

Pertimbangan yang paling pertama adalah tidak mungkin aku membiarkan orang yang begitu baik selama ini pergi begitu saja. Namun aku juga tidak akan mungkin terus menahannya tanpa alasan dan tidak memberikan kepastian apa pun.

Pertimbangan yang kedua adalah dokter Tatra. Dia datang begitu saja dan membuatku jatuh cinta padanya. Orang yang awalnya sangat menjengkelkan buatku, namun berubah drastis dan membuatku benar-benar tidak bisa melupakannya.

Dengan kata lain aku yang terlalu mudah untuk membuat orang lain mengisi hatiku begitu saja tanpa memikirkan orang yang selama ini selalu ada di sampingku.

Dan aku adalah orang yang pantas untuk disalahkan. Aku bahkan sadar akan hal itu. Namun aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Cinta itu datang begitu saja. Dan akhirnya mengambil sisi hatiku yang awalnya hanya ada nama Mas Abi.

Waktu yang tersisa untukku hanya tiga hari. Tiga hari lagi Mas Abi akan terbang ke Jerman. Dia benar-benar membuatku harus mengambil keputusan dengan tepat.

Ikuti kata hati, karena hati tidak akan pernah berbohong. Namun sampai sekarang hatiku belum berkata apa pun.

***

Hari ini ibu menyuruhku agar berbenah diri, karena akan ada tamu spesial. Seisi rumah hari ini tampak sibuk. Makanan yang tersedia di luar kebiasaan. Menu dan jumlahnya cukup banyak.

Tanpa memusingkan siapa tamu istimewa yang dikatakan ibu aku segera berbenah. Berpakaian seadanya. Baju panjang yang menjulur hingga mata kaki dan jilbab yang menutupi dadaku menjadi pakaian sehari-hari di rumah.

Selang beberapa menit kemudian, tamu yang disebutkan ibu tadi akhirnya tiba di rumah. Karena tidak terlalu penasaran aku belum keluar kamar. Aku hanya duduk di sofa sambil memainkan Hp.

Dan pada akhirnya ayah memanggilku untuk ikut bergabung di tengah-tengah mereka. Aku mengiyakan penggilan ayah.

Langkahku terhenti saat melihat tamu spesial yang dikatakan ibu tadi. Perasaanku tiba-tiba tidak karuan melihat sosok itu. Ternyata tamu spesial yang dikatakan ibu tadi adalah dokter Tatra. Dia datang bersama ayah dan ibunya.

Setelah berada di tengah-tengah mereka ayah memberitahukanku apa maksud kedatangannya. Dengan seksama aku mendengarkan semuanya. Dari awal sampai akhir.

Aku menunduk lemas dan gugup saat itu juga. Sekarang dokter Tatra malah membuatku berada di posisi yang lebih sulit dari kemarin. Ternyata kata-katanya yang kemarin adalah ini. Maksudnya disampaikan hari ini bersama dengan kedua orang tuanya.

Aku tidak bisa menahan diri. Aku pamit dengan mereka dan masuk ke dalam kamar. Ini terlalu sulit bagiku. Terlintas dipikiranku untuk tidak mengindahkan keinginan dari kedua orang itu. Jika tidak bisa memilih salah satunya dengan benar, maka aku harus melepaskan keduanya. Karena tidak mungkin jika keduanya menjadi pilihan.

"Keputusan ada di tangan kamu. Kami tidak akan memaksakan semuanya. Itu terserah kamu. Minta petunjuk dari-Nya, insya Allah pasti akan ada solusi yang terbaik. Yakin, bahwa Dia jauh lebih mengetahui apa yang terbaik untuk kita" ujar ayah saat masuk ke kamarku.

Aku merenungkan semuanya. Nasihat ayah terus terngiang-ngiang di kepalaku. Aku harus yakin bahwa akan ada solusi yang terbaik dari-Nya. Minta putunjuk, niscaya Dia akan memberi. Sekarang pikiranku sedikit lebih jernih dibanding kemarin-kemarin.

Hatiku semakin tenang setelah salat dan berdoa memohon petunjuk-Nya. Aku kembali memikirkannya dengan hati yang tenang. Mencoba berpikir jernih.

***

Hari keberangkatan Mas Abi ke Jerman tiba. Hari ini, sekitar pukul 15.00 dia benar-benar akan pergi. Sedangkan aku masih saja duduk dengan sejuta pikiran di dalam kamar.

Ayah dan ibu sudah mengingatkanku akan hal itu, namun aku tetap saja berdiam diri. Aku makin gelisah melihat jarum jam yang terus saja berputar lebih cepat dari biasanya.

Selang beberapa menit Hpku berdering. Salah satu sekretaris di rumah sakit meneleponku dan memberitahukan bahwa aku harus segera ke sana karena ada sedikit masalah.

Dengan sigap aku langsung berangkat ke rumah sakit. Sesampai di rumah sakit aku melihat sedikit keributan yang terjadi di bagian administrasi.

Salah satu pihak keluarga pasien beradu mulut dengan salah seorang suster. Aku dengan hati-hati mendekat dan mendengar apa yang diperdebatkan.

"Anak saya sudah sekarat suster. Suster tenang saja, saya akan melunasi semuanya" ujar orang itu tegas.

"Maaf pak, tapi bapak harus membayar setengah dari biayanya terlebih dahulu agar anaknya dapat segera dioperasi" jawab suster itu tenang.

"Maaf pak. Rumah sakit ini juga punya aturan, jadi jika bapak ingin dilayani dengan baik bapak juga harus mengikuti aturan kami di sini. Sekarang begini saja, semua biaya operasi anak bapak biar saya yang tanggung dengan catatan bapak harus bersikap sopan dengan semua orang di mana pun itu. Dan bapak tidak seharunya marah kepada suster ini karena dia hanya menjalankan amanah saja" ujarku yang kemudian memotong pembicaraan mereka.

Semua orang selalu saja tersangkut dengan biaya. Mulai dari kehidupan sehari-hari, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.

Setelah masalah tadi terselesaikan, aku masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang membutuhkan waktu cukup panjang.

Sekarang waktu menunjukkan pukul 14.30 WIB. Setengah jam lagi Mas Abi akan berangkat ke Jerman. Sedangkan di sini aku masih disibukkan dengan berbagai pekerjaan.

Di bandara...

Mas Abi duduk menunggu pesawat take off dengan memainkan sebuah Hp android layar sentuhnya. Dengan sebuah koper di samping dan sebuah rensel di punggungnya. Tampak juga ayah dan ibunya di sana.

Selang beberapa menit ayah dan ibuku tiba di bandara. Karena Mas Abi sudah seperti anak buat ayah dan ibu, mereka cukup sedih dengan keputusan Mas Abi yang memilih untuk bekerja di sana dan meninggalkan RS Aurora.

"Loh kok? Arum dimana?" tanya ayah kepada Mas Abi.

"Nggak datang om" jawab Mas Abi tersenyum kecut.

Setelah itu Mas Abi pamit kepada semuanya karena beberapa menit lagi pesawatnya akan segera take off. Mas Abi melangkah pergi meninggalkan semuanya. Raut wajahnya terlihat kusut. Dia hanya melempar senyum kecutnya. Bukan senyuman manisnya selama ini.

WHOWhere stories live. Discover now