Kenyataan bahwa Monica juga mengenal Bianca -walaupun kesan gadis itu buruk pada Bianca- mengganggu pikiran Ichigo. Rasa penasaran masih saja menjalari otaknya. Dia sudah menyakinkan diri berkali-kali bahwa Bianca hanyalah bagian dari masa lalu Michael. Dan sekarang dialah istri sah lelaki itu. Tapi tetap saja dia masih ingin mengetahui bagaimana hubungan keduanya.
Ichigo masih berkonsentrasi penuh pada pancake nya. Berusaha mengenyahkan semua pikiran tentang Bianca dan Michael. Hari ini dia sangat ingin memakan pancake bersama Michael di jam makan siang pria itu.
"Aku boleh minta satu kan bi?" sebuah suara nembuat Ichigo menyeret tatapannya dari pancake ke sumber suara. Dia mendapati Monica dengan wajah khas bangun tidurnya.
"Tentu saja boleh. Tapi kenapa kau baru bangun?" tanyanya lembut.
Monica memasang cengiran di wajahnya sambil mengambil sepotong pancake ke piringnya dan menuangkan madu di atasnya. "Aku baru bisa tertidur jam 3 pagi." jawabnya kemudian.
"Kenapa Monica? Apa ada masalah."
Monica menampakkan senyumnya. Namun Ichigo tetap bisa melihat sebersit sendu di matanya. "Tidak ada bibi." jawabnya sambil tersenyum lebar. "Ini mau di antar untuk om Michael kan?" lanjutnya.
Ichigo mengangguk dan tersenyum. Tidak ingin memaksa Monica bercerita. "Apa kau tidak apa aku tinggal sebentar?"
"Tentu saja bibi sayang. Pergilah. Aku ingin tidur lagi. Kepalaku sedikit pusing."
"Apa perlu ke dokter?"
Monica menggeleng cepat. "Tidak apa bi, aku akan segera baikan. Ini mungkin hanya karena aku kurang tidur."
"Baiklah sayang. Aku pergi dulu." seru Ichigo sambil memeluk Monica dan berlalu.
***
Jantung Ichigo berdetak kencang. Dia baru pertama kali datang ke kantor Michael. Tadinya dia ragu apa dia boleh ke sini untuk menemui Michael. Tapi keinginannya untuk makan pancake bersama Michael melenyapkan semua keraguannya.
Ichigo hampir mencapai pintu lobi saat dia melihat sosok dua orang yang tidak asing baginya. Keduanya tampak terlibat pembicaraan serius. Entah kenapa bukannya menghampiri, Ichigo memutuskan bersembunyi di balik pilar yang tidak jauh dari tempat kedua orang itu berdiri.
"Tenanglah. Kau akan baik-baik saja. Aku berjanji."
Ichigo merasakan nyeri di dadanya saat suara yang sangat dia kenali itu berujar lembut pada wanita di depannya. Suara itu adalah suara yang selalu memanggil 'Annisa' padanya. Ya, suara suaminya.
"Ya. Terima kasih. Akhirnya aku tau bahwa yang perlu kulakukan sekarang hanyalah menjaga kandunganku." lirih gadis yang berdiri di depan suaminya.
Oh, Ichigo tidak lupa suara ini. Dia masih ingat bagaimana suara ini memperkenalkan dirinya sebagai mantan tunangan suaminya.
Kakinya terasa tertancap di tempat, tapi tubuh Ichigo seperti kehilangan kemampuannya untuk berdiri. Dia mencengkram sudut pilar untuk menjaga keseimbangan. Apa yang di dengar Ichigo tadi adalah Bianca mengatakan kandungan. Hamil?
Kenapa Bianca hamil dan mendatangi Michael? Apa yang sedang terjadi? Apa anak di kandungan Bianca...
Ichigo beristighfar untuk menghapus pikiran buruknya pada suaminya. Dia takut dosa apa yang akan di catat untuknya karena memikirkan hal buruk pada Michael. Tapi bagaimana dia bisa tenang saat perempuan lain yang sedang hamil malah mendatangi suaminya. Pikiran apalagi yang bisa dia pikirkan selain si wanita sedang meminta pertanggung jawaban.
Dia mendengar hentakan heels menjauh darinya. Dia kemudian menoleh dan melihat Michael yang masuk kembali ke kantornya dan Bianca yang pergi dari sana. Ya Allah, wajah seperti apa yang harus dia tampakkan pada Michael? Sungguh, dia ingin menangis meraung-raung dan menanyakan kepada Michael maksud semua ini. Tapi dia sadar bahwa itu berarti dia secara tidak langsung memberitahu Michael bahwa dia menguping pembicaraan Michael dan Bianca.
Ichigo menarik napas dalam. Dia menguatkan dirinya untuk bertemu Michael. Bagaimanapun dia memang harus bertemu Michael, kan.
Dia menuju meja resepsionis yang kemudian mengantarnya ke ruangan Michael. Napsu makannya telah lenyap. Dia tidak berselera makan setelah mendengar pembicaraan tadi.
"Masuk"
Suara Michael menyadarkannya. Dia membuka pintu itu dan masuk ke dalam ruang kerja Michael.
Michael menatap sosok yang berdiri di dekatnya dengan keterkejutan yang tidak bisa dia sembunyikan. Pasalnya, selama mereka tinggal di London, ini adalah kali pertama Ichigo mengunjungi kantornya.
Pertanyaan tentang apa yang membawa gadis itu ke sini bahkan terkalahkan oleh rasa senang Michael yang membuncah. Michael tidak berbohong saat mengatakan dia selalu memikirkan wanita ini dimanapun dia berada. Dan melihat Ichigo di hadapannya saat jam makan siang adalah anugerah.
"Ada yang bisa aku bantu, sayang?" tanyanya saat Ichigo hanya berdiri dalam diam.
Ichigo seperti tersadar dari lamunannya dan menatap Michael tersenyum. "Apa kau sudah makan siang?" tanyanya.
Michael menggeleng. Dia memang belum sempat makan siang saat tiba-tiba Bianca datang tadi. Dan dia yakin sekarang dia sangat lapar.
Ichigo kembali tersenyum melihat gelengan Michael. "Aku membawakan pancake untukmu. Kau mau?"
"Tentu saja. Cacing-cacing ini mungkin akan melubangi ususku sebentar lagi."
Ichigo tertawa lirih atas lelucon Michael. Saat ini dia tidak tau sedang berada dimana pikirannya. Di saat hubungan Michael dan Bianca masih mengganggunya, kehamilan Bianca makin membuatnya tidak karuan. Bagaimana dia akan menanyakan itu pada Michael?
Michael menarik Ichigo untuk duduk di sofa bersamanya. Sejak tadi Ichigo bersikap lebih aneh dari biasanya. Kalau kemarin Ichigo sering tiba-tiba melamun, sekarang Michael bahkan tidak tau dimana wanita itu berada. Tubuhnya memang di sini, tapi tidak dengan pikirannya. Senyum terpaksa Ichigo juga makin menunjukkan bahwa ada yang menggangu benak wanita itu.
Ichigo menurut saat Michael mendudukkannya di sofa. Dia bahkan tidak tau kapan Michael mengambil paper bag dari tangannya dan mengeluarkan lunch box di dalamnya.
"Apa ini hanya untukku? Kau tidak mau?"
Ichigo menggeleng. "Aku akan makan dirumah nanti. Aku kesini hanya ingin melihat kau makan."
Michael tersenyum antusias dan melahap pancake nya. Benaknya masih terus mempertanyakan ada apa dengan Ichigo, tapi dia tidak menampakkan hal itu didepan Ichigo.
Ichigo berusaha tersenyum melihat Michael makan dengan lahap. Dia berusaha sekeras mungkin menahan gejolak di dadanya. Rasa sakit terus menjalar di sana sejak Ichigo mendengar Bianca yang sedang hamil dan Michael yang menenangkannya.
Dia berusaha mempercayai suaminya, demi Allah. Tapi setan dalam dirinya selalu membisikkan keraguan yang di benarkan pikirannya. Dosakah dia? Dosakah dia atas prasangka buruknya?
Tatapan penuh kasih sayang Michael padanya. Hari dan malam yang di habiskan Michael bersamanya. Doa-doa yang dia dan Michael sebut dalam sholatnya. Akankah semua itu terkalahkan dengan prasangkanya?
Hatinya berulangkali memohon agar dia bertanya pada Michael, tapi logikanya menahan mulutnya untuk tetap diam. Dan Ichigo dengan segala kebodohannya, memilih untuk memenangkan logikanya. Karena logikanya memang benar kali ini, dia bahkan tidak tau bagaimana cara menanyakan semua ini pada Michael.
KAMU SEDANG MEMBACA
Namanya Annisa
RomanceMichael Gerald tidak pernah menyangka akan dijodohkan, bukan perjodohan seperti pada umumnya. Ayahnya bilang ini dinamakan ta'aruf. Rencana awalnya untuk menjenguk sang ayah dan membawanya kembali ke negara mereka berakhir pada hal yang tak pernah i...