Natalia bisa tersenyum. Amazing, keajaiban dunia. Lebay ya gue? Ya gimana nggak lebay, Natalia si cewek muka papan setrika itu bisa naikin bibirnya. Natalia sukses bikin gue merenung.
Dalam perjalanan pulang, gue sampai mikir. Padahal gue jenis manusia yang jarang berpikir terlalu lama. Hidup hanya sekali. Kak Agni pernah bilang ke gue soal filosofi ini (Anjir lah filosofi. Gue taunya Bu Sofi, anak PKL dari UNJ yang mengajar kimia. Sering digoda anak-anak karena dia satu-satunya 'air sungai bening di tengah kolam butek' di kalangan guru-guru).
Kata kakak gue yang waktu itu otaknya lurus, "Hari kemarin sudah lewat dan tidak bisa diperbaiki. Hari esok belum dapat kita ketahui. Yang pasti kita hadapi hanyalah hari ini. Karena itu jalanilah sebaik-baiknya."
Berkat kata-kata bijak bau itu, gue jadi jarang merenung. Gue nggak suka kelamaan baper. Move on, Baby. Jalanilah hari ini dengan baik, itu saja *Ariq Teguh mode*.
Tapi senyuman Natalia sukses bikin gue bayangin muka dia. Eits, bukan berarti gue mendadak suka ya. Ogah banget saingan sama sobat gue. Kalau si Upin tahu, bisa goyang dangdut pantura dia. Pasti seneng kan tahu ada kabar menggembi Gebetan lo bisa senyum sama laki-laki, Pin. Sayangnya laki-laki itu bukan lo.
***
Biasanya pulang sekolah, gue main game DOTA. Dulu pas zaman Ragnarok, gue juga main. Apa lagi Clash of Clans. Gue suka saat goblin-goblin muncul. Gue bahagia saat bisa merebut dark elixir. Sore ini jangankan mikirin game. Gue galau. Masalah sekolah bikin kejantanan gue rontok. Sekarang gue merasa mirip ayam kena tetelo. Jangan ngeres, Gaes. Itu bukan kata jorok. Tetelo memang penyakit ayam. Googling sono kalau nggak percaya.
Tangan gue memegang setir mobil dengan lesu. Sepanjang perjalanan, sudah nggak terhitung berapa kali kepala ini celingukan mencari tempat bimbel. Ada yang namanya Cendekia apa lah, terus ada yang pakai kata 'Operation' atau 'Intensif'. Buat bimbel yang pakai nama 'Operation' itu gue nggak berani masuk. Dalam bayangan malah muncul segerombolan dokter bermasker bawa pisau. Operasi kan kata lo?
Saat sedang menggalau, bunyi suara khas mengagetkan. Ada pesan masuk di Telegram.
[Cewek Papan Setrika 16.03: Riq. Ini Nat.]
Ampun dah nih cewek. Ngetik chat Telegram aja pelit, seirit senyumnya yang jarang-jarang ada itu. Makanya gue save nama Natalia dengan sebutan Cewek Papan Setrika. Perlu Abang sedekahin kuota buat Dedek?
[Ariq si Tamvan 16.04: Motornya masih ngadat?]
Balasan gue lebih ramah. Eh, udah ramah gin, si datar itu nggak membaca.
Fokus mata gue balik ke jalan raya dan deretan ruko. Mencari bimbel yang namanya nggak seram.
Telegram gue bunyi lagi.
[Cewek Papan Setrika 16.10: Nggak kok. Makasih.]
Pesan tiga kata itu membuat napas lega berembus dari mulut. Mungkin Natalia bisa membantu gue. Toh dia nggak sesangar yang orang pikir. Nggak ada salahnya gue mencoba.
[Ariq si Tamvan 16.11: Nat, lo punya kenalan guru les privat yang jago MTK gak?]
Gue kirim chat itu. Deg-degan nunggu balasan dia.
[Cewek Papan Setrika 16.12: Napa g ikut bimbel biasa?]
Sepertinya dia curiga. Gue harus membalas dengan kata-kata yang menenangkan.
[Ariq si Tamvan 16.13: Biar lebih intensif 😀. Nilai semua ulangan MTK gw ancur. Gak bisa belajar rame-rame. Ntar gak konsen.]
Dia langsung baca tapi belum dijawab. Begitu dia balas, muka gue malah panas.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOCTOR WANNABE #ODOC TheWWG
Fiksi RemajaJadi dokter itu emang susah. Lebih susah kalau lo nggak ikhlas. Tapi kalo dapet guru les yang bisa bikin semangat, gue juga bingung mesti belajar atau liatin muka doi. Cover keren by @Ram_Adhan