Aku mengerjab pelan, ruangan serba putih itu setia menyambutku. kuedarkan pandanganku kesekitar, dan ketika netra ku menangkap seseorang yang ingin sekali kulenyapkan, kukepalkan tanganku erat mencoba bangkit perlahan dari ranjang. Tanpa berpikir kuambil gelas di nakas, dan membantingnya dengan sebelah tanganku yang terbebas dari infus.
"Astafirullah, ada apa, Nay?" Lelaki itu refleks berdiri sambil melempar koran yang sedang dia baca. "Kamu kenapa? Ada yang sakit atau apa?" Dengan langkah tergesa lelaki itu menghampiriku. Hal itu membuatku tertawa hambar.
"Nay." Tepukan di bahuku membuatku menegang. Sentuhannya mengingatkanku akan kejadian malam itu.
"Don't touch me!" Dengan jijik kuhempaskan tangannya.
"Maaf," Cicitnya lirih. "Biar aku panggilkan cleaning service untuk membersihkan pecahan ini, kamu mau titip apa?" sambung lelaki itu menatapku lembut. Tatapan yang membuatku muak setengah mati.
"Aku mau dia mati, boleh?" tantangku sambil melirik perut sialanku, membuat Karan seketika membisu. "Dasar banci, gitu aja gabisa jawab" lanjutku meremehkan.
"Jika kamu tidak mau menitip apa pun, aku pamit keluar sebentar, takut ada yang terkena pecahan ini." Karan tersenyum simpul, berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Eh aku mau nitip." Langkah Karan terhenti, lelaki itu tersenyum lalu dengan cepat menghampiriku. "Aku mau wine, sama lagi pengen buah nanas. Adik yang pengen bukan aku sih, coba tanya aja kalau nggak percaya." Aku tersenyum sinis sambil menatapnya lekat, berharap dengan ini emosi lelaki itu tersulut.
"Kenapa diam? Nggak bisa nuruti kemauan adik? Yah sayang sekali, padahal ini permintaan pertama adik sama papanya." Aku merenung sedih, sambil mengusap mataku. Kulihat lelaki itu yang tetap diam sambil menundukan kepalanya. "Liat papa tuh, dia nggak bisa menuruti kemauan kamu. Dia ngakunya sayang sama kamu loh, mending saya, walau nggak sayang kamu setidaknya bisa nuruti mau kamu. Apalagi cuma wine sama nanas, gampang banget itu," sindirku membuat lelaki itu akhirnya mengangkat kepalanya, tatapan itu membuatku tersenyum puas. Ayo Karan, luapkan semua kekesalan mu.
"Kamu boleh menghinaku sesuka hatimu, Nay, tapi aku mohon jangan pernah kamu sakiti anak kita lagi." Tatapan Karan masih sama, lembut seperti tadi. Kugelengkan kepalaku sebal, sulit sekali menyulut emosinya.
"Coba bisa diulang lagi? Anak kita? Asal kamu tau, aku menganggapnya tidak lebih dari sekedar lintah yang menempel pada tubuhku!" Aku tersenyum miring sambil menatap nya penuh kebencian. "Atau lebih tepatnya parasit yang sangat menganggu," lanjutku sambil menatap jijik perutku membuat Karan hanya bisa diam, dan itu membuatku selalu merasa menang.
**
"Bagaimana keadaannya apa sudah baikan Bu Nara?" Dokter muda itu bertanya dan kujawab dengan anggukan, bukankah dokter yang menanganiku kemarin laki-laki paruh baya kenapa sekarang berubah lagi? Ah entahlah, tidak penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
FALLING IN LOVE [REPOST]
Romance[Follow terlebih dahulu sebelum membaca! ] Bagaimana perasaanmu, jika orang yang paling kamu percayai memperkosamu dengan keji? Apakah kamu akan memaafkannya? Atau memilih mendendam dan berakhir dengan penyesalan tanpa batas? Ikuti alurnya dan nikma...