"Kita masih bisa bersahabat, bukan?"
Karan tiba-tiba berbicara, mungkin untuk memecah keheningan yang sempat terjadi."Sahabat? Apa?" Dahiku mengernyit, tidak mengerti maksud perkataannya.
"Setelah perpisahan ini terjadi, aku berharap kita akan menjadi sahabat seperti saat awal kita menikah dulu."
Lelaki itu tersenyum kikuk sambil menatapku ragu."Tentu saja Karan, kita akan menjadi Sahabat seperti dulu," jawabku sambil membalas senyumannya, lelaki itu mencium tanganku lembut, sesuatu yang membuat mataku seketika memanas. Bahkan setelah aku membunuh anaknya, lelaki ini masih tetap berlaku baik padaku.
"Kita akan jadi sahabat selamanya bukan?" Lelaki itu memberikan kelingkingnya padaku, aku sedikit mengernyit tetapi saat lelaki itu mengedipkan sebelah matanya aku baru menyadari maksudnya.
"Bahkan lebih lama lagi," jawabku mantap sambil menyatukan kelingking kami, lalu setelah itu kami tertawa lepas seperti tidak ada beban.
BRAKKK
"Bunda," ucap lelaki itu tiba tiba membuatku ikut mendongak, kutatap wanita paruh baya yang sedang berdiri didepan pintu ruang rawatku yang terbuka.
"Kenapa masih disini? Ayo pulang! Bunda tidak sudi kamu bersama wanita pembunuh sepertinya." Bunda berjalan ke arah kami dan langsung menarik tangan Karan secara paksa. Sedangkan aku hanya bisa bungkam sambil berusaha menahan cairan bening yang terus memberontak keluar dari kedua mataku.
"Nara tidak salah, Bun, kenapa Bunda terus menyalahkannya? Tanpa tau apa yang sebenarnya terjadi." Karan menyugar rambutnya frustasi, membuatku hanya tetap membisu.
"Apa lagi yang harus dijelaskan? Mama saja sangat kecewa dengan Nara. Mama yang mengandung dia selama sembilan bulan, Mama yang melahirkan dan mendidiknya sampai sebesar ini, lalu sekarang Mama harus menerima kenyataan bahwa anak kesayangan Mama tega membunuh darah dagingnya sendiri? Mama bahkan sudah tidak punya muka lagi untuk mengakui Nara sebagai seorang anak!" Suara familiar itu membuatku semakin melemas.Kugigit bibirku kuat untuk menahan isakan yang hampir saja lolos dari mulutku.
"Saya akan jelaskan semuanya tapi bukan sekarang karena kondisi Nara belum stabil. Saya mohon jangan berbicara buruk tentang istri saya!"
Karan masih setia berbicara, kali ini dengan tangan yang disatukan. Aku terdiam, semakin menunduk sambil memilin kuat sprei yang kududuki."Kami ingin mengambil jenazah anak kamu, tapi dokter tidak mengizinkannya dan malah meminta Bunda untuk memanggilmu. Sepertinya ada hal penting yang ingin dokter sampaikan." Bunda berucap sambil melirikku sinis, setelah perkataannya selesai kedua wanita paruh baya itu keluar tanpa pamit, ternyata diabaikan itu sesakit ini rasanya.
"Jangan dimasukan hati, mungkin mereka hanya terbawa emosi. Cepat atau pun lambat mereka akan memaafkanmu, apalagi setelah tau bahwa sebenarnya kamu rela mengorbankan nyawa untuk menyelamatkan adik." Lelaki itu mengusap lembut tanganku, berusaha menghiburku lewat perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FALLING IN LOVE [REPOST]
Romance[Follow terlebih dahulu sebelum membaca! ] Bagaimana perasaanmu, jika orang yang paling kamu percayai memperkosamu dengan keji? Apakah kamu akan memaafkannya? Atau memilih mendendam dan berakhir dengan penyesalan tanpa batas? Ikuti alurnya dan nikma...