Sebulan hampir berlalu sejak pernikahan Gadis dan Altarra. Mereka tinggal di sebuah rumah di kawasan elite ibu kota. Rumah berukuran 900 meter persegi yang terasa sunyi untuk Gadis. Sudah hampir sebulan menikah, namun Altarra tidak pernah tidur di sampingnya. Suaminya itu pergi bekerja sebelum Gadis bangun dan baru pulang ketika Gadis sudah tertidur. Setidaknya itulah yang dikatakan oleh asisten rumah tangganya.
Kadang Gadis ingin kembali ke rumah orangtuanya dan melayangkan surat cerai untuk Altarra. Namun Gadis mengurungkan niatnya itu, ia tidak mau membuat orangtuanya bersedih karena keputusan emosionalnya.
"Dis, hei." suara Rivana menyadarkan Gadis.
"Sorry Va, bisa diulang lagi? Gue nggak denger tadi." Gadis tersenyum pada sahabatnya.
"Duh ia deh yang baru nikah, pikirannya melayang-layang terus." Rivana tersenyum penuh arti. Ia memandang Gadis dalam-dalam. "Gue iri Dis, lu punya suami ganteng, body nya oke plus kaya tujuh turunan kaya Altarra. Gue minta satu dong yang kaya doi."
Gadis tersenyum kecut kemudian meneguk caramel machiatonya. "Ambil aja gih," kata-kata Gadis membuat Rivana mengernyitkan kening. "Kalo Altarranya doyan sama lu." Lanjut Gadis sebelum Rivana mencium ketidakberesan dalam rumah tangganya.
Rivana terkekeh. "Jangan nyesel nanti kalo Altarra milih gue, ya."
"Nggak bakal." Jawab Gadis asal, tangannya sibuk menggoreskan pensil pada sketchbook.
"Lu serius nggak mau balik gawe?" Rivana memandang sahabatnya dalam-dalam. "Pak Adam masih ngarep lu balik, lho."
Gadis menggeleng, ia menyerahkan sketsa yang sudah selesai kepada Rivana. "Mami bilang tugas perempuan itu mengurus suami sama anak."
"Haduh, pemikiran kolot." Rivana menutup sketchbooknya. "Well, yang pasti kita masih mengharap lu bisa balik jadi desaigner YuNiQmu. Talent lu nggak boleh disia-siain."
Gadis tersenyum, "Kalo lu butuh bantuan bilang aja, gue bantu sebisanya."
Wajah Rivana memerah, "Eeehh...ia."
"Kenapa lu salah tingkah begitu, Va?"
"Selamat sore," sebuah tangan memegang pundak Gadis lembut. Gadis mendongak dan terjawab sudah alasan Rivana salah tingkah. Altarra tersenyum ramah pada Rivana, kemudian beralih memandang istrinya yang masih kebingungan. "Aku ada meeting dekat sini, jadi sekalian jemput kamu." sahut Altarra seolah bisa membaca pikiran Gadis.
"Va, gue duluan ya." Gadis merapikan tasnya.
Altarra tersenyum pada Rivana, "Duluan ya."
Lelaki itu segera menggandeng tangan Gadis dan berjalan menuju Mercy Sclass berwarna silver yang terparkir di pingggir kafe. Altarra membuka pintu dan mempersilakan Gadis masuk ke kursi belakang.
"Pulang, Pak." kata Altarra pada seorang lelaki paruh baya yang berada di belakang kemudi.
"Baik, Den."
"Tumben pulang sore?" Gadis berusaha mencairkan suasana.
Altarra melonggarkan dasinya, "Mami lu ada di rumah."
"Apa?" Gadis tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Ia mengeluarkan handphone, namun Altarra menghentikannya sebelum Gadis sempat menelepon Maminya.
"Jangan telepon," Altarra menggenggam pergelangan tangan istrinya, yang terasa lebih kecil dari sebelumnya. Ia mengamati Gadis dengan seksama. Istrinya tampak lebih kurus dibandingkan waktu mereka menikah.
"Sakit," erangan Gadis membuat Altarra melepaskan cengkramannya.
"Sorry," sahutnya, kemudian mengalihkan pandangan ke luar.
Altarra adalah orang yang tidak bisa ditebak. Kadang ia bisa bersikap ramah dan lembut namun bisa langsung berubah menjadi dingin.
Tidak lama kemudian mereka telah sampai di rumah. Mami menyambut Gadis dan Altarra di pintu masuk. Perempuan setengah baya itu terkejut melihat putri kesayangannya menjadi kurus.
"Nduk, kamu kok kurus sekali." Kata Mami sambil memeluk Gadis.
"Halo, Mi." Altarra tersenyum.
"Kamu ini gimana to Al, istrimu kok jadi kurus begini." omelan Mami membuat Altarra tidak bisa menjawab.
"Udah, Mi. Bukan salah Altarra kok." Gadis mendekap lengan suaminya. "Ayo yank, kamu pasti capek. Mandi dulu ya."
Gadis menarik Altarra ke kamar. Setelah sampai di kamar dan mengunci pintunya, Gadis melepaskan dekapannya. "Sorry ya," sahut Gadis sambil menyiapkan pakaian ganti untuk Altarra.
"Mau makan bareng atau sendiri?" tanya Gadis, ia menaruh celana training dan kaos di atas kasur.
"Bareng aja," jawab Altarra sambil melepas kemejanya.
"Uuh..okay." wajah Gadis memerah melihat punggung Altarra yang lebar, dengan lekuk otot yang membuat siapapun melihatnya tertegun. Gadis tidak mengira Altarra menyembunyikan tubuh sexy dibalik kemejanya. "Aku tunggu di meja makan."
Gadis segera meninggalkan kamar dan menuju dapur. Mami sudah menyambutnya dengan hidangan di meja makan.
"Mami sudah panaskan makanan di kulkas." Kata Mami sambil menuang air ke gelas. Gadis melihat masakan kemarin yang ia buat sudah tertata rapi di meja makan. Ada ayam goreng, tumis sayur, telur balado dan sambal goreng udang.
"Semuanya masih utuh," sahut Mami. "Kemarin suamimu nggak makan, Nduk?"
Gadis menggeleng. Ia memasukan tisu ke dalam wadah. "Kok Mami nggak ngabarin sih kalo mau ke sini. Kan bisa Gadis jemput di bandara."
"Emangnya salah Mami mau ketemu anak sendiri?" Mami balik bertanya. "Baru mau sebulan pisah sama Mami, kamu kok kurusan begini sih, Nduk? Suamimu itu yo piye sih."
"Maafin Gadis, Mi." sela Gadis sebelum Mami menyelesaikan omongannya. "Tapi Altarra nggak salah kok, Mi. Gadis masih adaptasi aja jadi seorang istri, ternyata capek ya."
Gadis tertawa kecil di akhir kalimatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Hurts 2 Love
RomanceMarriage is not about age, it's about finding the right person. Gadis yang baru akan berusia 22 tahun terpaksa menikahi lelaki pilihan orangtuanya. Meninggalkan cita-citanya dan mengabdi pada suami. Altarra yang masih tidak bisa move on dari cinta p...