Setelah memastikan Altarra dan Mentari sudah pergi dari restoran. Gadis berjalan gontai ke pintu. Perasaannya bercampur aduk, sehingga ia tidak memperhatikan sekitarnya.
Duuk.
"Ehh sorry, gue nggak lihat." Suara berat khas lelaki terdengar meminta maaf pada Gadis. Namun perempuan itu tidak peduli, dan tetap berjalan keluar restoran.
✩✩✩
"Heeii, biar gue bayar biaya loundry baju lu." Lelaki berambut kecoklatan yang menabrak Gadis di pintu restoran mengikuti Gadis keluar. Ia menjajari langkah Gadis sampai berhasil meraih tangannya.
Gadis terkejut dan menoleh untuk melihat orang yang memegang tangannya. Seketika itu waktu seolah berhenti untuk si lelaki. Waktu terasa berputar sangat pelan hingga ia bisa mendegar degup jantungnya sendiri. Seumur hidupnya baru kali ini ia merasa berdebar melihat seorang perempuan.
"Sakit." Erang Gadis.
"S..sorry." Si lelaki segera melepaskan cengkramannya, "eehh kok nangis. Sakit banget ya? Sorry gue nggak sengaja. Duuh.."
Air mata Gadis mengalir deras. Bukan karena rasa sakit di pergelangan tangannya tetapi sakit dihatinya mengetahui Altarra sedang bersama perempuan lain.
"Calm, miss." Si lelaki terlihat semakin panik ketika air mata Gadis tidak berhenti. Beberapa pejalan kaki yang melintas memandang heran. Ada juga yang berbisik-bisik.
"Tch!" Si lelaki mendesis kesal sebelum mengulurkan tangannya, menarik pundak Gadis dan membenamkan wajah perempuan itu ke dadanya. "Menangislah sampai puas."
♡♡♡
Gadis membuka matanya yang terasa berat. Ia mendapati dirinya di sebuah mobil. Langit sudah gelap, cahaya bintang menerpa sesosok lelaki yang duduk di atas kap mobil dimana Gadis tertidur.
Perempuan itu menarik selimut yang menutupi tubuhnya sambil mencoba mengingat apa yang sebelumnya terjadi.
Adegan Mentari mencium suaminya kembali berputar di dalam benak Gadis. Kali ini Gadis tidak menangis, ia beranjak keluar dari mobil.
Suara pintu mobil terbuka membuat si laki-laki memalingkan wajahnya. Gadis menatap lelaki di hadapannya lekat-lekat. Mata lelaki itu berwarna coklat, hidungnya mancung proporsional. Alisnya terbentuk rapi. Kulitnya putih terawat.
Lelaki ini bukan orang biasa, batin Gadis.
"Hai, udah bangun?" Senyum lelaki itu benar-benar mempesona. Andai Gadis tidak berstatus sebagai istri Altarra, dia pasti akan langsung jatuh cinta pada senyumnya.
"Emm...sorry udah ngerepotin." Gadis mendekati lelaki itu yang sekarang sudah turun dari kap mobil. Ia mengulurkan tangannya, "Gadis."
"Putra." Lelaki itu menyambut uluran tangan Gadis. Sejenak perhatiannya tertuju pada cincin di jari manis tangan kanan Gadis.
Ring ring ring.
"So..sorry, teleponku." Gadis kembali ke mobil dan mengambil telepon genggamnya. Di layar handphone 6.3 inci itu tertampil nomer telepon yang tidak ada dalam phonebooknya.
"Halo.""Kamu dimana?" Terdengar suara lelaki yang tidak asing dari sebrang sana. Suara itu menghela napas pendek ketika tak mendapat jawaban dari Gadis, lalu melanjutkan, "Ini aku, Altarra Dzulfikar, suamimu."
Jantung Gadis melompat girang. Baru kali ini ia menerima telepon bisa sesenang ini, sampai rasanya hampir menangis karena terlalu senang.
"Hei, ada apa Dis?" Sayup-sayup Altarra bisa mendengar suara lelaki dari seberang sana.
"Pak Khris bilang lu belum pulang." Suara Altarra terdengar datar.
"Ah iya," Gadis memberikan kode kepada Putra untuk diam. "Aku pulang sekarang."
"Dimana lu?" Altarra mengulang pertanyaannya yang belum dijawab.
"Aku di restoran, kelupaan waktu." Gadis tidak mengerti kenapa dia berbohong.
Ada jeda sedikit sebelum Altarra berbicara lagi. "Okay. Gue suruh Pak Khris jemput di restoran."
"Iya." Gadis menganggukkan kepalanya.
"Ok then, bye." Belum sempat Gadis mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan dalam benaknya, Altarra sudah menutup telepon.
Hening.
Gadis memandangi telepon genggamnya.
"Hei, siapa?" Wajah tampan Putra membuat Gadis terkejut. Ia memandang lelaki di hadapannya sejenak kemudian tersenyum.
"Aku pulang dulu," Gadis menepuk pundak Putra pelan. "Terima kasih, ya."
"Tunggu," Putra memegang tangan Gadis. Membuat perempuan itu balas memandangnya, heran. "Gue anter lu pulang."
"Oh nggak usah," Gadis menolak. "Aku dijemput sopirku di restoran."
"Kalau begitu gue anter lu ke restoran." Putra bersikeras. Lelaki itu masih ingin bersama Gadis.
"Hmm." Gadis tidak tega menolak permintaan lelaki yang wajahnya terlihat sangat serius ini. "Oke."
Wajah Putra pun berbinar senang.
Setelah perjalanan 30 menit yang dilalui Gadis dengan diam. Akhirnya mereka sampai di restoran tempat awal keduanya bertemu.
"Gue anter pulang aja sekalian, ya." Untuk kesekian kalinya Putra membujuk Gadis agar bisa mengantarnya pulang sampai ke rumah.
Gadis menggeleng tegas. "Nggak usah, makasih." Ia menunjuk mobil yang terparkir di depan mereka. "Itu jemputanku."
Putra menghela napas, menyerah. Ia mengeluarkan handphonenya. "Kalau begitu, boleh tahu nomer telepon lu?"
Gadis memandang Putra sejenak sebelum akhirnya keluar dari mobil.
"Hei tunggu." Putra mengikuti Gadis ke mobil.
Gadis mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam mobil. Membiarkan Pak Khris menutup kembali pintu mobil.
"Kapan kita bisa ketemu lagi?" Besar harapan Putra untuk bisa bertemu dengan Gadis secepatnya.
Gadis tersenyum. "Kalau kita berjodoh, pasti Tuhan akan mempertemukan kita lagi."
Kata-kata Gadis membuat jantung Putra berdegup kencang. Serta merta Putra mengamini ucapan Gadis dalam hati. Tidak bisa dibayangkan betapa senangnya jika Gadis adalah jodoh yang disiapkan Tuhan untuknya.
Tanpa Gadis sadari. Di dalam restoran ada sepasang mata yang sejak tadi mengawasi gerak-geriknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Hurts 2 Love
RomanceMarriage is not about age, it's about finding the right person. Gadis yang baru akan berusia 22 tahun terpaksa menikahi lelaki pilihan orangtuanya. Meninggalkan cita-citanya dan mengabdi pada suami. Altarra yang masih tidak bisa move on dari cinta p...