Part 10

8 0 0
                                    

Altarra menoleh saat merasa lengannya dipegang, wajah istrinya terlihat sangat pucat. Dalam hitungan detik tubuh kurus Gadis terhempas ke lantai. Jerit histeris memenuhi ruangan.

Altarra bergeming di tempat. Ia hanya bisa memandangi istrinya yang tergolek lemas.

"Noo.. Gadis!" Salah satu model laki-laki yang berada di catwalk berteriak dan berlari ke arah Gadis. Namun perempuan di belakangnya menahan lelaki itu.

"Jangan Putra!" Desis si perempuan.

Altarra masih terpaku ketika Irvin dengan sigap menggendong Gadis dalam pelukannya dan memerintahkan bodyguard untuk menghalangi kamera wartawan serta membuka jalan sampai ke lobby.

Sebuah rekaman berputar di kepala Altarra. Ia pernah mengalami hal yang sama seperti ini. Kejadian beberapa tahun lalu berputar kembali dalam ingatan Altarra.

Hari itu, Altarra membawa Senja pergi mengendarai mobil. Ia tidak ingin memberikan adik kesayangannya kepada Mario. Namun nahas, mereka mengalami kecelakaan ketika Altarra menerima telepon dari Mentari. Dengan kesadaran yang menipis, ia melihat Senja dibawa pergi darinya yang terkapar di aspal.

"Jangan pergi!" Teriakan Altarra membuat Irvin berhenti berjalan. Ia memandang atasannya itu heran.

Altarra tersadar dari lamunan masa lalunya. Ia bergegas berjalan mendekati Irvin dan mengulurkan kedua tangannya. "Biar aku saja yang pergi, acara ini harus tetap berlanjut." Bisiknya pelan.

Irvin menghela napas lega kemudian tersenyum. Ia menyerahkan tubuh Gadis kepada Altarra. "Aku sudah telepon rumah sakit keluarga Winata."

Irvin menepuk pundak Altarra pelan seraya berbisik, "Dia akan baik-baik saja, tidak perlu panik."

Altarra mengangguk pelan dan mendekap Gadis lebih erat dalam pelukannya.

Irvin menutup pintu Jaguar dan membiarkan Pak Khris segera melaju menuju rumah sakit milik rekan keluarga Dzulfikar.

"Putra," igau Gadis. Tubuhnya semakin terasa dingin.

"Pak bisa lebih cepet?" Wajah Altarra sekarang terlihat panik. Ia meremas tangan Gadis pelan. "Hang in there, Gadis."

"Maaf Den macet," suara Pak Khris terdengar sangat pelan untuk Altarra.

Ia memandang tubuh istrinya yang hanya tinggal tulang berbalut kulit. Apakah 2 bulan hidup bersamanya begitu membuat Gadis menderita?

Well, siapa sih yang nggak bakal menderita kalau suaminya tidak pernah memberikan perhatian?

Altarra mengusap lembut kepala Gadis. "I'm sorry."

"Den, sudah sampai." Suara Pak Khris membuat Altarra tersadar.

Seorang perawat segera membantu Altarra memindahkan tubuh Gadis ke blangkar rumah sakit dan membawanya ke UGD.

Dengan cekatan paramedis memberikan pertolongan pertama untuk Gadis.

Tidak lama Gadis siuman. Badannya masih lemah. Samar-samar ia melihat ke sekelilingnya. Ruangan putih dengan tirai-tirai dan udara yang dipenuhi bau obat menusuk hidungnya. Orang-orang yang mengelilinginya berpakaian serba putih. Selang infus menempel di tangan Gadis.

Ia melihat suaminya sedang berbicara dengan dokter di sudut ruangan. Namun Gadis terlalu lemah meski hanya untuk memanggil namanya.

Di sudut ruangan, Altarra mengernyitkan keningnya mengetahui penyakit yang menimpa istrinya.

"Tolong lebih diperhatikan lagi asupan makanan istri Anda," dokter yang menangani Gadis memandang Altarra, "Dan juga hindari stress berlebihan."

"Baik." Altarra menjawab lemas. Ia menghampiri Gadis yang terbaring tak berdaya. "GERD dan malnutrisi, huh."

To Hurts 2 LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang