Chap 1: Kegelisahan Boruto

17.1K 718 12
                                    

Naruto milik Masashi Kishimoto

Rate: T

Genre : Drama, Family

Warning : My first FF, judul mungkin tidak nyambung, kata-kata masih amburadul, Typo(s), DLDR.

...

All About Harmony

Chapter 1: Kegelisahan Boruto

...

Happy Reading

...

"Kuso oyaji !!!"

Teriakan tersebut menggema seiring dengan kunai yang menancap tepat di papan targetnya. Untuk kesekian kalinya Boruto mengumpat sambil terus melempari kunai miliknya. Entah sudah berapa lama kegiatan tersebut –berteriak, melempar, berteriak, melempar– ia lakukan. Tidak ada yang mencoba menghentikan atau memprotes kegiatannya tersebut karena memang dia hanya seorang diri di ladang yang luas tersebut.

"Hah, sial!" Boruto menjatuhkan dirinya ke tanah dengan keras tapi tidak cukup keras untuk membuat bokongnya sakit. Ia menengadah menatap langit cerah di desa Konoha, desa tempat kelahirannya, desa yang di pimpin oleh ayahnya.

Boruto menarik nafas dan menghembuskannya dengan keras pertanda amarahnya masih meluap-luap. Ya, Boruto marah masih dengan alasan yang sama seperti di waktu-waktu sebelumnya, ayahnya. Dia marah pada ayahnya.

Boruto pikir setelah kejadian di ujian chunnin, hubungannya dengan ayahnya akan semakin membaik, tapi rupanya itu hanya angan-angan.

Entah ayahnya itu bebal atau bodoh atau keduanya, ayahnya masih saja sering membuatnya emosi, walaupun Boruto tau ayahnya tidak melakukannya dengan sengaja –tentu saja, jika ayahnya sampai melakukan dengan sengaja, Boruto sendiri yang akan menusuknya dengan katana paman Sasuke–, tetap saja ia tidak bisa menerima kekecewaan yang sama berulangkali dari ayahnya. Tidak, bukan dirinya yang kecewa, tapi adik dan ibunya, terutama ibunya pada kasus ini.

Ayahnya melupakan peringatan hari pernikahannya.

Catat!

Hari pernikahannya sendiri, bukan pernikahan orang lain ataupun pernikahan Boruto, pernikahan Uzumaki Naruto dan Hinata Hyuuga tiga belas tahun yang lalu, mengerikan bukan?

Sangat fatal.

Boruto sendiri tidak mengerti alasan ayahnya melupakan hari yang sakral tersebut.

Sibuk?

Ayahnya selalu sibuk tapi belum sepikun itu kan?

Tidak peduli lagi dengan keluarganya?

Tidak,tidak walaupun Boruto marah pada ayahnya tapi dari lubuk hatinya ia paling tau ayahnya selalu memperhatikan keluarganya, saat Himawari sakit ayahnya rela meninggalkan pekerjaannya, atau ketika Boruto menjalankan misi ayahnya akan menanyakan keadaannya walaupun tidak secara terang-terangan saat tim Boruto melaporkan keberhasilan misi mereka.

Lalu apa?

Ayahnya sudah tidak mencintai ibunya?

Hell No!

Boruto langsung bangkit dari tempatnya ketika pikiran tersebut melintas dikepalanya. Boruto menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tidak! opsi tersebut harus ia singkirkan jauh-jauh dari kepalanya. Boruto lebih memilih kehilangan tangan atau kakinya daripada pikirannya tersebut terjadi.

Sekali lagi Boruto menghembuskan nafasnya kesal. Ia tidak tau harus bagaimana menangani masalah yang satu ini. Jika tentang dirinya, Boruto bisa saja mengacau dengan mencoret-coret patung hokage untuk mendapatkan perhatian ayahnya. Atau Himawati, Boruto bahkan mampu mengacau di ruangan hokage untuk Himawari. Tapi ibunya?

Ibunya sangat mencintai ayahnya. Ibunya tidak akan senang Boruto mengganggu ayahnya hanya untuk membelakan dirinya. Ibunya wanita yang tegar, sekaligus rapuh. Itulah alasan Boruto meluapkan emosinya saat ini dengan mengumpati ayahnya dan melempari kunai seakan ia melempari ayahnya ditempat ini. Ia tidak tau harus bagaimana. Boruto tidak bisa melabrak ayahnya, namun juga tidak sanggup menemani ibunya dirumah.

Boruto yakin ibunya hanya akan memaksakan tersenyum padanya seolah tidak ada hal penting yang terjadi. Dan sekarang Boruto cukup yakin ibunya menangis sendirian dikamarnya...

Tidak bisa. Ia anak laki-laki. Ia tidak boleh menjadi pengecut kali ini. Boruto melangkahkan kakinya dengan mantap. Ia akan pulang kerumah dan menemui ibunya. Jika ibunya bersikeras menunjukkan dirinya baik-baik saja, maka Boruto akan meladeninya. Ia akan memainkan peran seperti keinginan ibunya. Ia akan membalas senyum ibunya dan bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Tidak ada ibunya yang memasak masakan spesial untuk merayakan hari pernikahan mereka. Tidak ada ibunya yang tersenyum sepanjang hari menunggu kepulangan ayahnya. Tidak ada ibunya yang merunduk kecewa di tengah malam karena ayahnya yang tidak kunjung pulang. Tidak ada ibunya yang membuang makanan masakannya sambil meneteskan airmatanya...

Boruto berhenti melangkahkan kakinya.

Sial.

Ayahnya benar-benar keterlaluan kali ini.

.

.

.

"Tadaima"

Boruto duduk sambil melepaskan sepatunya. Kemudian ia tersadar, tidak ada yang membalas sapaannya. Biasanya ada Himawari atau ibunya yang akan menyambut kepulangannya.

Apa mereka pergi keluar?

Tidak, pintu depan tidak terkunci, tidak mungkin mereka berdua pergi tanpa mengunci pintu. Boruto masuk ke ruang tengah, tidak ada siapa pun. Namun keningnya berkerut ketika melihat piring-piring kosong di atas meja. Tidak biasanya ibunya meninggalkan piring kotor di atas meja setelah makan siang. Boruto mulai merasa khawatir. Ia keluar dari ruang tengah dan langsung menuju kamar ibunya. Boruto membuka pintu kamar ibunya dengan perlahan. Sejenak ia menghembuskan nafas lega melihat ibunya tertidur disana. Pasti ibunya kelelahan setelah semalaman menunggu ayahnya. Boruto menutup kembali pintu kamar dan membiarkan ibunya istirahat.

Boruto berpikir mungkin Himawari juga tidur siang, jadi ia mengurungkan niatnya mendatangi Himawari dikamarnya. Boruto masuk ke kamarnya sendiri dan menghempaskan dirinya ke ranjang, menenggelamkan dirinya ke alam mimpi.

.

.

.

TBC

All About HarmonyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang