KEPUTUSAN SETENGAH HATI

55 4 5
                                    

Tanpa disadari Ari sudah 10 hari setelah kematian Yadi, sahabat Ari. Ari yang baru keluar rumah sakit kemarin langsung memutuskan masuk sekolah keesokan harinya. Masih dalam kondisi mental dan fisik yang kurang baik, tapi ia tetap memaksakan diri untuk sekolah.

Sesampainya disekolah Ari hanya menerima gunjingan bahkan lemparan dari berbagai jenis sampah yang di dapat dari teman sekelasnya sendiri. . Ngapain coba, si pembunuh masih nunjukin mukanya disekolah ini. Mendengar itu semua Ari hanya bisa menunduk dan terdiam.

Saat Ari masuk kelas ia menghentikan langkahnya di depan pintu dan menghela nafas. Kenapa bangku aku gak ada ya? Tanya Ari dalam hati. "Wah 10 hari gak masuk kursinya lari, malu diduduki sama pemiliknya yang ternyata PEMBUNUH," kata Dewi, teman sekelas Ari yang duduk di sebelah Yadi. Ari tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa terdiam karena dikepalanya dia masih menyalahkan dirinya sendiri atas kematian sahabatnya.

Berkeliling mencari bangku sudah 30 menit tapi tak ketemu. Saat mencari di bagian koridor sekolah tiba-tiba ada suara yang memanggil "Putra" spontan Ari menoleh ke belakang dan menghentikan langkahnya. Rupanya yang memanggil Ari adalah Irfan Dwi Sulistino alias Abi, seniornya dari Ketua Kedisiplinan Siswa MAN BATAM

"Kamu mau ke mana Ari?" Tanya Abi

"Cari bangku saya bang, duluan ya." Jawab Ari dan berlari.

"Tunggu!! Teriak Abi menghentikan langkah Ari. Kamu dipanggil ke ruang BP"

Setelah mendengar itu Ari pun langsung berbalik arah dan pergi ke ruangan BP tanpa mengatakan sepatah kata pun pada seniornya itu. Dengan kondisi lorong dan koridor sekolah yang sepi karena jam pelajaran telah dimulai 20 menit yang lalu dia terus berlari. Sesampainya dia di ruangan BP kedatangannya telah disambut oleh bapak Raihan, pimpinan BP. Bapak itu pun menjelaskan maksud dia memanggil Ari ke situ dan membuat Ari terkejut.

"Di keluarkan? Saya?" Sentak Ari terkejut dengan pernyataan bapak itu.

"Bapak sungguh menyesal atas keputusan itu, semoga kamu bisa mendapat sekolah yang lebih baik lagi setelah di sini." Jawab bapak itu dan menundukkan badan 20 derajat.

Tanpa sepatah kata apa pun keluar dari mulut Ari dan langsung keluar dari ruangan itu sambil membawa map dan surat. Saat keluar dia dikejutkan oleh Abi, "Bhaaa," Ari tidak meresponnya dan terus berjalan seolah-olah tak mendengar apa-apa.

"Ya, kau melihat aku." Sahut Abi pada Ari

Ari langsung membalikkan badan dan berkata, "Eh... Bang Bi, ada apa?"

"Jangan jalan seolah-olah kita gak kenal ya." Kata Abi sambil menjitak kepalanya Ari.

"Eish... Sakit lo bang. Oia bang bisa minta tolong gak?" Tanya Ari

"Apa?" Jawab Abi singkat sambil mengerutkan keningnya

"Ambilin tas aku di loker kelas, aku malas nak ke kelas jauh kali. Aku tunggu ya di gerbang." Kata Ari sambil berlari ke arah berlawanan.

"Memanglah tu anak, aku kan juga mau masuk ke kelasku. Mana belum setoran hafalan lagi." Sambil menggrutu Abi berjalan menuju kelas Ari di lantai 2. Saat di depan pintu kelas, dia mengucap salam "Assalamualaikum, permisi" sambil mengetuk dan membukanya. "Ketua kedisiplinan? Ada apa datang ke kelas megah Ibu Dewi ini? Tanya ibu Dewi, guru yang sedang mengejar dikelas itu. Dengan gugup dia menjawab pertanyaan dari ibu itu karena seluruh mata dikelas itu menuju ke arahnya semua.

"Saa... aaa... ya ingin mengambil seluruh barang Ari Putra Kata Abi gemetaran."

"Sentak ibu itu kaget, Apa, kenapa kamu ngambil barang China kebun sayur?"

Rintik HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang