Baru sehari beristirahat di rumah, Ibu Boyolali berniat menemani suaminya yang dirawat di rumah sakit.
"Njenengan istirahat dulu aja, Bu, biar bener-bener pulih," bujuk Intan lembut.
"Aku nggak apa-apa. Aku wis sehat kok, Nduk. Kamu tenang aja," kata Ibu keras kepala.
"Di sana udah ada Mas Bima yang jagain Bapak," sahut Intan mencoba meyakinkan ibu mertuanya.
Ibu tak memedulikan perkataan Intan. Sejak pagi buta, dia sudah bersiap-siap pergi ke rumah sakit. Tekadnya untuk mendampingi suaminya sudah bulat.
"Aku sudah telepon Lik Warno. Sebentar lagi dia akan mengantarku ke sana." Ibu bergegas ke teras dan duduk menanti kedatangan Lik Warno.
Intan menggeleng-geleng kepala melihat sikap keras kepala Ibu. Dia memahami kecemasan yang dirasakan Ibu terhadap kondisi Bapak, dan satu-satunya cara untuk menenangkan diri hanya dengan berada di dekat suaminya.
Intan yang juga sudah rapi sejak pagi menyusul Ibu duduk di bangku panjang dari kayu. Tak berapa lama kemudian, orang yang mereka nantikan datang dengan mobil bututnya.
"Itu Lik Warno, Bu," seru Intan. Dia pun masuk ke rumah untuk mengambil barang bawaan yang sudah disiapkan Ibu sebelumnya.
Intan turut menemani ibu mertuanya ke rumah sakit.Semalam Bima mengabarkan jika Bapak telah dioperasi pemasangan pen di tangannya dan dipindahkan ke ruang perawatan.
Kaki Ibu mengayun cepat sepanjang koridor menuju kamar Bapak, sehingga membuat Intan dan Lik Warno tergopoh-gopoh mengimbangi langkahnya. Intan keheranan dengan bertambahnya tenaga Ibu berkali-kali lipat dari sejak terkulai sakit kemarin.
Pintu kamar Bapak dibuka dengan hati-hati. "Bim," seru Ibu pelan.
Bima yang sedang terkantuk-kantuk di kursi segera terjaga saat melihat kedatangan mereka. Dia bangkit mencium punggung tangan wanita yang melahirkannya itu.
"Ibu sudah sehat?" tanya Bima."Alhamdulillah, aku lebih sehat daripada sebelumnya," ujar Ibu,"Gimana kondisi Bapak?"
"Cukup stabil. Tinggal pemulihan setelah operasi saja." Bima menoleh ke Bapak yang masih terlelap.
Sesaat kemudian Lik Warno pamit. Bima pun mengajak Intan ke kantin rumah sakit untuk sarapan.
"Kamu udah makan, Tan?" tanya Bima.
"Udah, tadi sarapan sama Ibu di rumah. Sebenernya Ibu udah aku minta istirahat dulu, tapi ngeyel pengen nemenin Bapak," kata Intan mengadu. Bima tergelak karena dia sangat memahami sifat ibunya.
"Yah, maklum aja, begitulah Ibu kalau udah punya keinginan ya harus dilakukan."
"Oya, Mas, aku udah izin dua hari dan besok harus masuk kerja."
"Oh, kalau gitu nanti sore aku antar kamu pulang. Nggak apa-apa kan kalau aku sering ke sini dulu nemenin Bapak Ibu?" tanya Bima.
"Nggak apa-apa, Mas. Nyante aja lah." Intan tersenyum. Sudah seharusnya dia mendukung keinginan suaminya untuk berbakti.
"Oke, Sayang, nanti juga aku bakalan bolak-balik Solo-Boyolali, gantian jagain Bapak biar Ibu nggak terlalu capek. Mungkin sampai kondisi Bapak stabil."
Intan mengangguk-angguk setuju. Setelah makanan di piring Bima tandas, mereka pun kembali ke kamar Bapak, dan terkesima dengan siapa yang berada di kamar Bapak saat itu.
"Arga! Bayu!" seru Bima. Intan tersenyum takjub. Pasti suaminya yang memberitahu mereka perihal kecelakaan Bapak.
Dua pria muda bertubuh tinggi dan berparas mirip dengan Bima itu menoleh ke arah pintu, dan sekejap kemudian memeluk kakak sulungnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiap Hari Jatuh Cinta
Romance((Longlist Wattys 2018)) [Tamat] "Mustahil jika menjalani pernikahan tanpa masalah, karena suami istri bukanlah sepasang malaikat." Keseruan Intan dan Bima menghadapi berbagai kejutan manis pahit dalam kehidupan rumah tangga. Mereka mengolah kesalah...