Persiapan Paripurna

4.4K 88 3
                                    

Intan memekik tertahan saat membaca sehelai undangan yang baru saja diantar Pak Satpam. Niar yang sedang berkutat dengan laporan menoleh heran.

"Ssst, ada apaan sih? Seneng banget."

"Emang seneng banget. Aku dapet undangan nikah di Semarang. Dari Asti, salah seorang sohibku waktu kuliah. Sebelnya, dia nggak pernah cerita kalau ada rencana nikah."

"Emangnya kamu pernah nanya ke dia?" tanya Niar.

"Dulu pernah nanya sekali apa dia deket sama seseorang, tapi dia cuma minta didoain aja. Ya udah lah, habis itu aku nggak mendesak lagi. Pikirku nanti juga bakalan cerita kalau udah waktunya."

"Good, berarti kamu menghargai privacy temenmu, nggak kayak aku yang suka kepo," kata Niar terkikik geli.

Intan turut terkekeh-kekeh. "Nyadar juga ya kamu, Niar."

Intan pun menghubungi Asti lewat pesan Whatsapp.

Intan : Yuhuu, Asti... selamaaat ya Cinta. Tapi sebel ah, kamu tuh yaa, nggak cerita-cerita kalau mau nikah

Tak berapa lama, muncul balasan dari Asti.

Asti : Ahayy, Sayangku, maafkaan... Aku nggak mau bikin heboh kalian

Intan : Iyaa, diem-diem langsung cuss. Ketemu di mana sama calon suamimu?

Asti : Aku dikenalin sama temen kerjaku, Cyiin... Alhamdulillah cocok dan akhirnya lamaran. Janji ntar dateng yaa...

Intan : Insyaallah, kalau nggak ada halangan aku pasti dateng. Mira dan Lina bisa dateng juga nggak katanya?

Asti : Mira bilangnya mau dateng. Salatiga - Semarang lumayan deket lah. Tapi Lina nggak bisa deh kayaknya, lagi-lagi dia nggak bisa ambil cuti.

Intan : Yaah, sayang banget ya, padahal kalau dateng semua kan kita bisa reuni kecil-kecilan.

Keduanya masih asyik ngobrol tentang berbagai hal selama beberapa saat.

Intan menghela napas lega. Satu-persatu di antara mereka berempat menemukan pangeran impiannya. Pertama Mira, dirinya, lalu sekarang Asti. Bersatunya mereka dengan pendamping hidup masing-masing sebelumnya tak pernah diduga. Ada banyak perpanjangan tangan Tuhan di sana.

Hanya tinggal Lina yang masih belum ada tanda-tanda melepas lajang. Namun Intan yakin semuanya hanya masalah waktu. Allah sedang menyiapkan pasangan terbaik untuk Lina dan akan mempertemukan mereka pada waktu yang tepat.

Hari pernikahan Asti tiba dan pagi buta Intan sudah terbangun. Dia sudah tidak sabar menjadi saksi kebahagiaan sahabatnya itu. Selepas Subuh, dia selesai menjerang air panas untuk membuat kopi susu.

"Diminum dulu kopinya, Mas," ujar Intan, "Mau dibuatin sarapan apa?"

"Apa aja deh."

"Mau roti bakar?"

"Boleh. Tapi aku sarapan nanti aja. Undangannya jam berapa, Sayang?"

"Jam sepuluh. Kita berangkat jam berapa enaknya?"

"Kalau mau agak nyante, kita berangkat jam tujuh atau setengah delapan."

"Oh. Berarti harus siap-siap dari sekarang dong," jawab Intan.

Bima terbelalak. "Haah, yang bener aja, Tan? Ini baru jam lima lebih. Masih lama, lagi. Aku aja mau tiduran bentar."

"Eeeh kok tidur lagi, sih, Mas? Ntar kalau kebablasan gimana?"

"Nggak lah. Ntar dibangunin aja."

Intan geleng-geleng kepala. Mas Bima ini bukannya siap-siap malahan santai-santai. Dia pun bergegas masuk ke kamar mandi.

Tiap Hari Jatuh Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang