Setelah puas menangis semalam di pelukan Bima, Intan terbangun dengan perasaan lebih lega. Pagi ini dia bertekad untuk tidak mau ambil pusing dengan ucapan-ucapan Bos. Dia justru bersemangat menghadapi hari-hari ke depan, untuk pembuktian bahwa dia bekerja dengan sangat profesional tanpa peduli lagi anggapan Bos.
Masih terngiang perkataan Bima, jauh dari lembut namun mampu meresap ke hatinya.
"Kerja itu jangan hanya demi Bos atau orang lain. Tujuanmu harus lebih tinggi."
"Emang apaan, Mas?" tanya Intan penasaran.
"Niatkan untuk ibadah. Beres!"
Oh, gitu ya? Jadi, cuekin aja omongan nyelekit. Anjing menggonggong kafilah berlalu. Ups, bukan berarti Bosnya seperti... eheem.
Perasaan ringan terpancar dari raut wajah Intan saat memasuki kantor.
"Ceria banget pagi ini, dapat hadiah apa dari suamimu semalam?" goda Niar usil.
"Dapet pelukan plus plus...," kata Intan mengerling jenaka yang membuat Niar memutar bola matanya.
"Idiih, jangan mikirin nggak-nggak, plusnya itu jadi tempat curcol," kata Intan terkikik geli.
"Curcol masalah diomelin Bos kemarin?"
"Yap, apalagi? Sempet bete aja kalau kinerja kita selama ini nggak dihargai. Sampe makan ati, tapi justru ntar rugi sendiri."
Niar terkekeh-kekeh. "Naah, kubilang juga apa. Cuekin aja. Ngapain juga mikir dalem-dalem omongan Bos, lha wong dia aja nggak mikirin kita."
"Bisa aja kamu... aku kan wanita lemah lembut, rajin menabung, dan tidak sombong," kata Intan.
"Preeett... Drama queen, kali." Niar menjulurkan lidah.
Kesibukan hari itu seperti biasanya menyita pikiran Intan, sehingga dia tak sempat lagi memikirkan hal lain. Tiba-tiba Prita mendekati dan berbisik di dekat telinganya.
"Kamu disuruh ngadep Bos."Apaan lagi, sih? Nggak seneng ya kalau sehari aja nggak ngomelin anak buah. Intan melangkah menuju ruangan Bos dengan enggan.
"Ada apa, Pak?" katanya setelah mengetuk pintu, dan Bos seperti yang sudah-sudah mengarahkan telunjuk ke kursi di seberang mejanya. Intan duduk dan diam menatap pria di hadapannya itu."Besok kamu ke Surabaya bareng saya," perintah Bos datar. Intan melongo sekian detik lalu melancarkan protes.
"Tapi, Pak..."
"Eits, nggak ada tapi-tapian. Ini perintah. Tiketnya udah dipesen."
Yang bener aja aku pergi berdua aja bareng Bos?
"Kamu tenang aja. Kita pergi bertiga. Aku, kamu, dan Heri," kata Bos setengah mengejek seakan-akan bisa membaca pikirannya.
Intan tak habis pikir, kenapa dia diikutkan dalam perjalanan ini. Kalau Heri memang relevan karena bagian marketing, tapi dia?
"Ke Surabaya ada acara apa, Pak? Terus, tugas saya nanti apaan?" desak Intan.
"Kerjasama pembuatan buku paket. Tugas kamu apa? Lah, kok malah nanya ke saya? Harusnya kamu itu udah paham job desc-mu."
"Saya itu staf admin, Pak. Tugas saya ya urusan administrasi," sahut Intan mencoba bersabar.
"Tugasmu besok catat-mencatat semua hal dalam pertemuan. Paham? Masih harus diajarin gimana cara bikin notulensi?" tanya Bos alias Pak Agil tajam.
Huuh, emangnya aku sekretaris. Salah sendiri nggak punya sekretaris, giliran meeting ama klien, bingung...
"Wis, nggak usah banyak tanya. Kamu siapin semua hal untuk meeting besok. Awas ya, jangan sampe ada yang kelewat." Bos menyerahkan segepok berkas berupa proposal dan draft perjanjian kerjasama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiap Hari Jatuh Cinta
Romance((Longlist Wattys 2018)) [Tamat] "Mustahil jika menjalani pernikahan tanpa masalah, karena suami istri bukanlah sepasang malaikat." Keseruan Intan dan Bima menghadapi berbagai kejutan manis pahit dalam kehidupan rumah tangga. Mereka mengolah kesalah...