Dunia menyambut hari ini, sang surya sibuk menyihir dunia kegelapan lalu menggantinya dengan terang sinarnya. Embun pun enggan pergi, namun sinar kehangatan mentari membuatnya menguap, meleburkan titik air menjadi udara. Bunga matahari pun tersenyum nakal pada sang surya, gerak gerik kupu-kupu menandakan musim bunga telah tiba, taman akan dipenuhi berbagai macam bunga nan elok sedap dipandang mata, bermacam-macam kupu-kupu dan kumbang seakan menyemarakan keindahan musim bunga, rumah kecil dibelakang taman adalah saksi bisu, pemilik rumah adalah pencinta tumbuhan dan pencinta bunga. Ghea Patricia Sidik, gadis bermata jeli, berlesung pipit dengan seulas senyum yang selalu menghias wajahnya tak jauh dari pandangan Garry Patrick Sidik. Dimata Garry tersirat pendaran cahaya biru diwajah adiknya. Ia menjadi begitu muram ketika hari ini 20 September sebenarnya adalah hari kematian ayahnya, hari dimana malaikat maut mencabut nyawa ayahnya yang sedang tertidur tanpa beban lalu dengan kegarangan wajahnya dia datang membawa kegelapan di rumah ini, beberapa waktu kemudian Alleen Sidik ditemukan tak bernyawa dihari ulang tahun Ghea. Ghea tidak tahu harus sedih atau bahagia saat hari itu telah benar-benar terjadi. Entahlah, waktu berjalan seperti air mengalir, anak kecil yang terisak dihari ulang tahunnya kini telah beranjak dewasa. Dan esok adalah sweet seventeennya, ia tidak bisa melewatkan momen langka ini.
"Adikku, Sudahlah jangan kamu bersedih aku tahu bagaimana perasaanmu." Hibur Garry seraya mengelus lembut rambut panjangnya.
"Kakak tidur diatas, kau tidurlah! Akan ada banyak kejutan menantimu esok hari" ujar Garry yang singgah di kasur atas dan Ghea dibawahnya. Kasur mereka memang tingkat, rumah itu terlalu kecil sehingga hanya ada dua kamar tersisa, untuk mensiasatinya ayahnya membuatkan sebuah papan tidur tingkat untuk kedua anaknya. Tak terhitung berapa banyak pengorbanan Alm. Alleen kepada keluarga ini, meskipun bisnisnya berkembang pesat namun ia tetap ingin tinggal di rumah kenangan ini, rumah sejatinya sampai dia menutup mata ditengah keluarga yang dicintainya.
"Kakak." Panggil Ghea.
"Iya." Suara bass pun menyahut dari atas, sekitar 1 meter jaraknya.
"Kau sudah tidur?."
"Aku tidak bisa tidur Dhek."
Hening, tampak Ghea menghela napas panjang, seperti ada beban begitu berat di tubuhnya yang hangat karena selimut.
"Sebenarnya ada yang su ..suka sama Ghea Kak."
"Ohh.. Lalu kamu akan menerima dia?."
"Belum tahu, Kak. Sepertinya aku belum bisa membedakan cinta dan sekedar rasa sayang terhadap teman. Aku bimbang Kak, semua sahabatku mendukung hubungan kami." Jelas Ghea menggebu-gebu. Seperti biasa, ekspresi yang muncul dari Garry adalah ekspresi dingin dan menusuk ulu hati, tatapannya setajam mata elang, namun sayangnya Ghea tak melihat fenomena itu. Raut muka Garry masam, ia pun menjawab kegelisahan yang adiknya sedang rasakan.
"Siapa nama orang itu?."
"Jordan. Upss..."
"Oh dia..."
"Untuk apa Kakak menanyakan namanya, aku tidak ingin kejadian Ello terulang kembali pada Jordan. Jordan itu anak baik, bukan seperti Ello yang Brengs*k dan tidak berperikemanusiaan."
FLASHBACK
Brukk.. Ello tersungkur dengan tangan kanan menahan badannya yang kurus, terlihat kucuran darahnya menetes dibaju OSIS-nya. Orang yang membuatnya menderita seperti ini adalah tidak lain dan tidak bukan 'Garry' mereka menyebutnya malaikat pelindung. Bahkan perlindungan yang diberikan Garry melebihi sikap possesif seorang pacar, kemana Ghea pergi selalu ada Garry disampingnya, tatapannya yang tajam membuat siapa saja takut menghadapinya, bukan hanya itu, dia juga didaulat sebagai pesilat professional yang akan melakukan debut Internasional. Walaupun saat itu Garry kelas XII SMA dan adiknya baru memasuki kelas IX SMP namun tak ada halangan mereka bertemu karena sejak SD mereka bersekolah di satu atap. Ello sengaja menjebak Garry supaya Ghea terlepas dari mata elangnya. Ello menyuruh anak buahnya yang juga teman satu angkatan mengajak Garry tanding basket, hobi seluruh murid kece di sekolah Tarakanita. Garry yang merasa dilecehkan kemampuannya pun akhirnya menyanggupi tantangan basket mereka.
Dan tanpa disadari saat kelas sepi dan terdengar suara Ghea memanggil kakaknya, Ghea lupa tak membawa uang untuk jajan, ia terpaksa menahan malu menuju kelas Garry. Ello yang saat itu bersembunyi dibalik tembok dengan sigapnya meraih tangan Ghea dan menarik Ghea masuk dalam kelas Ello, dimana tak ada satu murid pun didalamnya. Niat hati Ghea ingin berteriak pun tak bisa mengeluarkan suara cemprengnya lagi, tertutup oleh tangan kokoh Ello."Diam kamu. Aku tidak akan menyerangmu jika kamu mau menjadikanku kekasihmu." Kalimat Ello memberikan penekanan, wajahnya sangat dekat dengan Ghea. Hingga hembusan napas mereka santer terdengar begitu cepat.
"Emm.. Garry." Ghea masih berusaha teriak walaupun tangan kanan Ello menghalangi.
"Teriak sesukamu, Garry si malaikat pelindungmu tak akan bisa mendengarmu." Tangan kiri Ello membelai lembut wajah Ghea. Membuat Ghea semakin gemetar ketakutan.
Sreeekkk .. Brakkk..
Terdengar suara pintu kayu dihantam seseorang hingga kedua pintu itu terbuka.(Tunggu next chapter yaa!) see ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Methamorphosis
FantasySuatu hari ia bertemu Sang Adik, wajahnya berbinar-binar, seolah-olah hari itu adalah yang paling berkesan dalam 2 dekade kehidupannya. Ternyata dia berhasil mematahkan kutukan jomblo yang banyak dilontarkan oleh teman-temannya. Garry Patrick Sidik...