Setelah beberapa hari Jessie dan ibunya dirawat di rumah sakit tersebut, Jessie sudah diizinkan untuk pulang kembali ke rumahnya tetapi ibunya masih belum sadarkan diri hingga sekarang. "Kamu istirahat di rumah ya nak, biar papa yang jaga mama kamu disini." Ayah Jessie memintanya untuk segera pulang ke rumah, karena besok ia harus sudah mulai untuk kembali ke sekolahnya. Jessie menyetujui saran ayahnya dan berjalan dengan menggunakan sebuah tongkat yang dipegang dengan tangan kanannya sambil dituntun oleh ayahnya masuk ke dalam mobil yang dikendarai oleh supirnya.
Ketika tiba di rumah, Jessie keluar dari mobilnya dan berjalan masuk ke dalam rumahnya perlahan-lahan dibantu oleh supirnya. Di dalam rumahnya tidak terdengar ada sedikitpun suara yang berbunyi, kecuali suara langkah kakinya sendiri dan suara tongkat yang masih dipegangnya. Ia benar-benar merasa kesepian dengan tidak hadirnya satupun orangtua di rumahnya. Ia sangat sedih dan khawatir dengan kondisi kesehatan ibunya yang masih belum sadarkan diri hingga sekarang.
Jessie berjalan mendekati kamar tidurnya, membuka pintu dan masuk ke dalamnya. Kamar tidurnya terdengar sangat sepi. Ia mencoba untuk mencari-cari dimana letak kasurnya dan ketika ia menemukannya, ia langsung meletakkan tongkatnya di sebelah kasurnya dan berbaring di atas tempat tidurnya. Ketika ia sedang berusaha untuk beristirahat, ia sempat berpikir bahwa sesungguhnya ia juga memiliki perasaan yang sangat sedih bahwa ia telah mengalami kebutaan.
Akan tetapi, kebutaan yang dialaminya juga telah memberikannya kebahagiaan secara tidak langsung. Walaupun mungkin kebutaan tersebut telah banyak menghambat aktivitasnya sekarang, tetapi ketidakmampuannya untuk melihat makhluk-makhluk berwarna hitam itu lagi juga sudah sangat berhasil menghilangkan ketakutannya yang paling dalam. Ia berharap bahwa makhluk-makhluk hitam itu tidak lagi mengganggu kehidupan sehari-harinya.
Beberapa saat kemudian, Jessie tertidur di kasurnya dengan sangat nyenyak dalam keadaan lampu yang telah dimatikan. Jam berdetak dan telah menunjukkan pukul 23:30 WIB, Jessie masih berada dalam kondisi tertidur di atas kasurnya. Tiba-tiba, secara spontan Jessie langsung membangkitkan badannya dari atas kasurnya dalam kondisi pernafasannya yang sedang bekerja dengan sangat cepat. Ia mencoba mendengarkan suara-suara di sekitar kamar tidurnya dengan cara berusaha meningkatkan pendengarannya semaksimal mungkin untuk memeriksa keadaan di kamar tidurnya.
Jessie berusaha mendengar suara yang ada di kamar tidurnya, tetapi di kamar tidur tersebut tidak mengeluarkan suara apapun. Ia merasa seperti ada seseorang yang ingin berkomunikasi dengannya, tetapi ia tidak tahu siapa orang itu. Suara orang itu semakin lama semakin terasa sangat dekat di kedua telinganya. "Jessie." Suara itu adalah suara bisikan menyerupai suara ibunya. Ia merasa terkejut mendengar bahwa ibunya sedang memanggila namanya dan langsung berusaha berjalan untuk mengikuti suara bisikan tersebut.
Ketika ia berjalan justru suara tersebut semakin lama semakin menurunkan volumenya, sehingga ia menjadi semakin sulit mendengar kemana suara bisikan itu pergi. Jessie tidak menyerah, ia terus berusaha mendekati suara tersebut. "Jessie." Suara bisikan tersebut masih dapat didengar olehnya dengan volumenya yang rendah. "Ma?" Ia berlari mengikuti kemana suara itu pergi dan berusaha terus untuk mencari sumber dari suara tersebut. Kebutaan memang mempersulitnya di dalam mencari sesuatu, tetapi ia percaya bahwa kedua telinganya masih dapat dimanfaatkan dengan baik.
"Ma?" Jessie berusaha terus untuk memanggil ibunya, berharap bahwa ibunya akan meresponnya sehingga ia dapat terus mengikuti kemana suara ibunya pergi. Ketika suara tersebut mulai hilang, ia menghentikan langkah kakinya sejenak untuk mencoba mendengarkan dengan baik keadaan suara di sekitarnya. "Jessie... Tolongg!" Suara ibunya telah kembali meningkatkan volumenya dan ia langsung kembali berlari dan berharap bahwa kali ini ia tidak akan kehilangan jejak suara ibunya. "Ma! Mama dimana?" Jessie merasa sangat kesal dan sedih atas kebutaan yang dimilikinya karena dengan ketidakmampuan melihat, ia menjadi semakin sulit untuk mengetahui dimana keberadaan sesungguhnya orang yang sedang dicarinya.
"Jess... Tolong mama, nak!" Suara itu kembali memancing perhatian Jessie. "Ma?" Jessie mencoba untuk menyentuh mamanya dengan mengarahkan salah satu tangannya ke depan namun tiba-tiba, sepasang tangan yang merupakan tangan ibunya langsung mengarahkan tangannya ke wajah ibunya. "Jess..." "Ma..." Ia merasa sangat senang karena telah mampu menyentuh wajah ibunya. "Tolong mama, nak!" "Gimana caranya, ma? Aku sekarang udah ga bisa lihat apa-apa lagi. Ia merasa sangat tidak percaya diri untuk menolong ibunya karena kebutaan yang sedang dialaminya sekarang. "Kamu harus bisa sembuh dari kebutaan kamu, supaya kamu bisa tolong mama, nak!" "Tapi ma..."
Sesaatsetelah pembicaraan itu selesai, ibunya telah menghilang dari hadapannya dan tidak terdengar suara apapun lagi. "Ma?" Jessie bingung dengan hilangnya keberadaan ibunya. Tiba-tiba, dengan cepat ia membangkitkan kepalanya dari tempat tidurnya dan menyadari bahwa itu semua hanyalah mimpi. Walaupun hanya sebuah mimpi, tetapi entah mengapa ia merasa bahwa kejadian yang baru saja dialaminya seakan-akan seperti kejadian yang nyata. Ia merasa bahwa kejadian tersebut bukanlah mimpi dan ia masih merasa yakin bahwa kejadian tersebut dapat memberikannya sebuah petunjuk mengenai bagaimana cara agar ia dapat menyembuhkan kembali ibunya.