Jessie berbaring di atas kasur rumah sakit untuk segera bersiap-siap melakukan operasi pada kedua matanya yang buta itu. Ia sudah memutuskan bahwa ia ingin menyelamatkan nyawa ibunya walaupun ia tahu bahwa dirinya akan dipertemukan lagi dengan makhluk-makhluk yang mengerikan itu. Ia berpikir bahwa ia harus mampu untuk melawan rasa takutnya yang paling mengerikan agar ia dapat berbahagia kembali bersama seluruh anggota keluarganya seperti semula.
Ketika seluruh dokter dan perawat telah siap untuk melakukan operasi, ayah Jessie menunggunya di luar ruangan dengan perasaan yang sangat khawatir. Ayah Jessie sangat berharap bahwa proses operasi yang dilakukannya akan berlangsung dengan lancar dan selamat, sehingga anaknya benar-benar mampu untuk melihat kembali dan dapat segera menyelamatkan nyawa istrinya.
Proses operasi telah dimulai. Jessie berbaring dengan pasrah terhadap segala sesuatu yang sedang dilakukan oleh para dokter dan perawatnya untuk menyembuhkan kembali kedua matanya. Saat ini ia hanya dapat berharap bahwa para dokter dan perawatnya dapat berhasil membuat dirinya mampu melihat seperti semula lagi. Ayahnya masih menunggu dengan perasaan cemas di luar ruangan.
Beberapa saat kemudian, salah satu dokter keluar dari ruangan operasi tersebut dengan ekspresi wajah yang kurang meyakinkan. "Gimana operasi anak saya dok? Apa dia bisa melihat lagi?" Ayah Jessie bertanya dengan perasaan yang penuh dengan rasa khawatir. "Saya kurang yakin dengan hasil operasinya, pak. Tapi kami sudah berusaha semaksimal mungkin, seharusnya anak bapak bisa melihat kembali. Sekarang kita hanya perlu menunggu saja, pak."
Dokter tersebut pergi meninggalkan ayah Jessie tanpa memberikan jawaban yang pasti mengenai hasil dari operasi mata anaknya. Setelah proses operasi mata Jessie telah selesai, ayahnya berjalan memasuki ruang tersebut untuk bertemu dengannya. Jessie terlihat masih berbaring di atas kasurnya dalam keadaan kedua matanya yang ditutup oleh dua buah perban, kedua perban tersebut masih belum diperbolehkan oleh dokter dan perawatnya untuk dilepaskan dari kedua matanya karena masih berada dalam proses pemulihan.
Ayah Jessie berjalan mendekati anaknya. "Jess?" Jessie menengokkan kepalanya ke arah sumber suara yang berasal dari ayahnya. "Pa?" "Gimana operasinya nak?" Ayahnya bertanya dengan penuh rasa khawatir terhadap kondisi kedua mata anaknya. "Lancar kok pa. Papa ga usah khawatir. Aku pasti sembuh kok." Ayahnya tersenyum dan merasa sedikit lega dengan jawaban yang telah diberikan oleh anaknya.
Beberapa jam kemudian, kini saatnya perban yang ada di kedua mata Jessie untuk segera dilepaskan oleh dokternya. Dokter berjalan mendekati ke arah Jessie dengan berbagai peralatan medisnya untuk membantunya melepaskan perban di kedua mata Jessie. Proses membuka perban telah dimulai, dokter berusaha untuk membuka kedua perban tersebut dengan perlahan-lahan dan dilakukan secara satu per satu. Perban kanan dibuka terlebih dahulu hingga seluruh mata kanan Jessie benar-benar terlepas dari perban tersebut.
Setelah perban kanan selesai dibuka dan telah menampilkan sebuah mata yang masih dipejamkan oleh Jessie, berikutnya diikuti oleh pembukaan perban pada mata kiri Jessie. Perban yang terpasang pada mata kiri Jessie dibuka dengan perlahan-lahan hingga seluruh mata kirinya benar-benar terlepas dari perban tersebut. Kini kedua mata Jessie telah berhasil terlepas dari perbannya dan kedua matanya sudah dapat terlihat dengan jelas oleh dokter dan ayahnya yang sedang berdiri di sampingnya menatap ke arahnya.
"Boleh dibuka Jessie matanya." Jessie mencoba membuka kedua matanya secara perlahan-lahan dan berusaha untuk memfokuskan pandangan yang ada di sekelilingnya. "Gimana?" Dokternya masih terus menayakan kondisi kedua matanya, karena ia merasa sangat penasaran dan berharap bahwa proses operasinya telah berhasil menyembuhkan pasiennya. "Pa?" Jessie melihat ke arah ayahnya. "Aku bisa lihat pa." Jessie langsung memeluk ayahnya dengan perasaan yang sangat senang karena ia telah berhasil sembuh dari kebutaannya.
Dokternya tersenyum ke arah Jessie dan ayahnya dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua. "Syukurlah nak. Papa khawatir banget sama hasil operasi kamu." Ayah Jessie merasa sangat senang dengan kesembuhan yang telah diberikan kepada anaknya. "Sekarang saatnya aku nolongin mama, pa." Ayah Jessie merasa bingung dengan perkataan anaknya. "Tapi gimana caranya nak?" "Aku juga gatau pa. Mungkin aku harus lihat kondisi mama dulu dan semoga mama bisa kasih aku petunjuk lagi." Ayahnya mengangguk sebagai pertanda setuju dengan perkataan anaknya.
Jessie dan ayahnya berjalan melalui lorong rumah sakit dan masuk ke ruang tempat ibunya dirawat. Tiba-tiba, seluruh penglihatan di kedua mata Jessie berubah menjadi sangat gelap dan suhu ruangan di lorong tersebut menjadi sangat panas. Ia juga tidak merasakan adanya kehadiran seorangpun yang sedang menghuni lorong di rumah sakit itu. Semuanya terlihat sangat gelap, sepi, tanpa suara dan tanpa kehadiran siapapun kecuali dirinya sendiri. Seluruh tubuhnya juga merasakan hawa udara yang sangat panas.