Chapter 6: But...

2 0 0
                                    

Keesokkan harinya, Jessie bangkit dari kasurnya dan mengambil kembali tongkatnya untuk berjalan menuju ke lantai bawah rumahnya. Ia berjalan keluar dari rumahnya dan segera masuk ke dalam mobilnya dengan dibantu oleh supirnya untuk berangkat ke rumah sakit tempat ibunya dirawat. Setibanya ia di rumah sakit, ia langsung mencari ruangan dimana ibunya sedang dirawat.

Ia masuk ke dalam ruangan tersebut dan ayahnya yang melihat kedatangannya langsung membantunya berjalan ke arah ibunya. "Gimana kondisi mama, pa?" "Mama masih belum sadar. Dia masih butuh perawatan untuk sementara ini." Jessie merasa sangat khawatir dengan ketidaksadaran ibunya yang masih belum pulih hingga sekarang. Ia takut bahwa ibunya sudah tidak dapat lagi tersadar kembali, tapi ia tahu bahwa ia tidak boleh memiliki pikiran buruk seperti itu terus. Ia harus berusaha untuk berpikir positif bahwa ibunya dapat sembuh kembali seperti semula.

Ayah Jessie juga khawatir dan sedih melihat istrinya yang masih belum sadar dan ia juga sangat takut kehilangan istrinya. Ia tidak sanggup lagi melihat anggota keluarganya menderita apalagi menyaksikkan kepergian istrinya dan kesedihan anaknya secara bersamaan. Tiba-tiba, seluruh ruangan yang ditempati oleh Jessie menjadi sangat panas. Jessie merasa bahwa suhu ruangan tersebut meningkat dengan sangat cepat dan ia merasa seperti ruangan itu berubah menjadi sangat sepi seperti tidak ada sedikitpun suara yang dihasilkan.

Jessie kembali merasa takut lagi, ia merasa bahwa tubuhnya sangat panas dan telinganya seperti tidak dapat mendengar suara sedikitpun. Ia tahu bahwa sebenarnya ada suara di ruangan itu, tetapi ia tidak dapat mendengarnya. Beberapa saat kemudian, ia merasa seperti ada sekelompok orang yang sedang memandang ke arahnya hanya saja ia tidak tahu siapa saja orang-orang yang ada dalam kelompok tersebut karena kebutaan yang dimilikinya. Ia memang tidak dapat lagi melihat keadaan di lingkungan sekitarnya, tapi tubuhnya yang sangat sensitif masih mampu merasakan bahwa ada sekolompok orang dengan jumlah yang sangat banyak yang sedang melihat ke arahnya.

Jessie merasa seluruh orang di dalam kelompok tersebut seperti ingin mendekat ke arahnya, tapi ia tidak akan pernah bisa tahu siapa saja orang tersebut dan dari arah mana saja mereka menatapinya. Namun tiba-tiba, ia merasakan kedua telinganya dapat mendengar kembali secara perlahan-lahan dan ia merasa seperti ada salah satu orang yang sedang memanggil namanya dari jarak yang sangat jauh. Ia tidak tahu siapa orang itu sebenarnya hingga suara orang itu benar-benar dapat terdengar jelas di telinganya. Jessie berusaha untuk mendengarkan dengan sebaik dan semaksimal mungkin untuk meraih sumber dari suara orang itu.

Ketika suara orang itu semakin lama semakin mendekat, ia merasa semakin takut dan khawatir terhadap suara yang akah menghampirinya. "Jessie." Suara itu ternyata adalah suara ibunya yang sedang memanggil namanya secara terus menerus. "Ma?" Tiba-tiba, sebuah pukulan yang mendarat di pundaknya langsung membuatnya tersadar dan telah mengembalikan segala situasi di lingkungan sekitarnya menjadi normal termasuk pendengarannya yang telah kembali normal. "Jess? Kamu kenapa, nak?"

Suara dan pukulan yang berasal dari ayahnya telah berhasil membuat dirinya kembali normal, tetapi rasa takutnya masih menghantui seluruh isi kepala dan pikirannya. "Ga... gapapa kok, pa." Ia mencoba untuk merahasiakan apa yang telah dilihatnya dari ayahnya sendiri. "Beneran gapapa? Dari kemaren kayaknya kamu sering begong terus." Ayah Jessie merasa curiga dan penasaran dengan tingkah aneh anaknya yang sangat sering terdiam sendiri secara tiba-tiba. Jessie berpikir apakah sekarang adalah saat yang tepat untuk memberitahukan segala hal yang telah dilihat dan dirasakan olehnya kepada ayahnya.

"A... Aku...." Ayah Jessie masih memandang ke arah anaknya dengan ekspresi wajah yang bingung dan penasaran. "Aku denger suara mama, pa." Ayah Jessie langsung merasa terkejut dengan perkataan dari anaknya. "Suara mama?" Ayah Jessie bertanya kembali untuk memastikan bahwa apa yang telah didengarnya tidak salah. "Iya pa. Suara mama, aku barusan denger suara mama." "Kamu yakin itu suara mama mu?" Ayah Jessie masih bertanya kembali, karena sebenarnya ia masih belum mampu mempercayai apa yang telah dikatakan oleh anaknya sendiri.

"Iya pa. Aku yakin. Itu suara mama. Kedengeran jelas banget pa." Jessie berusaha meyakinkan ayahnya mengenai suara ibunya yang telah ia denger tadi. "Semalam mama juga panggil aku dalam mimpi. Mama bilang kalo aku bisa selamatin dia, pa." Ayah Jessie semakin terlihat bingung, tetapi ia berusaha keras untuk mempercayai seluruh perkataan anaknya. "Tapi, nak. Gimana caranya kamu selamatin mama mu? Kamu kan udah ga bisa lihat apa-apa lagi." Mendengar pertanyaan dari ayahnya, ia langsung menundukkan kepalanya karena merasa sangat sedih dan minder.

"Mama bilang kalo aku harus bisa sembuh dari kebutaanku supaya bisa nolongin dia." Ayah Jessie terkejut dengan perkataan anaknya yang mengatakan bahwa ia harus bisa sembuh. "Gimana caranya kamu bisa sembuh nak?" Jessie merasa bingung dengan pertanyaan dari ayahnya. "Aku juga ga tahu pa, tapi mama bilang aku harus sembuh." Ayah Jessie sedang berusaha untuk memikirkan mengenai bagaimana caranya agar anaknya dapat sembuh dari kebutaannya dan dapat melihat kembali seperti dulu lagi.

"Apa kamu mau coba operasi?" "Operasi?" Jessie merasa sedikit terkejut dengan tawaran yang diberikan oleh ayahnya. "Iya. Operasi, untuk sembuhin mata kamu. Supaya kamu bisa lihat lagi nak." Ayah Jessie mencoba untuk memberikan harapan kepada anaknya agar anaknya dapat merasa percaya dengan dirinya sendiri dalam mencapai kesembuhannya. "Tapi..." Mendengar kata tapi yang keluar dari mulut anaknya, ayah Jessie langsung menatapnya dengan ekspresi wajah kebingungan dan heran. "Tapi kenapa nak?"

"Tapi aku kayaknya ga mau sembuh lagi pa." Jessie memberitahu kepada ayahnya bahwa ia tidak ingin lagi melihat seperti semula dengan ekspresi wajah yang sedih. "Kenapa kamu ngomong kayak gitu nak? Bukannya kamu bilang kamu mau nolongin mama mu?" Ayah Jessie semakin merasa bingung dengan penolakan terhadap operasi mata yang telah dilakukan oleh anaknya. "Aku ga mau melihat kayak dulu lagi pa."

Jessieberusaha untuk mengungkapkan kejadian yang telah terjadi kepadanya ketika iamasih bisa melihat dengan normal secara perlahan-lahan. "Kenapa nak?Kenapa kamu ga mau melihat lagi? Ada apa memangnya?" Ayah Jessie berubah menjadi panik dan khawatir secara mendadak. "Aku pernah melihat sesuatu yang mengerikan pa".

The EyesWhere stories live. Discover now