"What!? Kamu break sama kak Mario!?"
Aku memejamkan mataku ketika sahabatku, Hanni, setengah berteriak begitu mendengar ceritaku barusan. Jujur, telingaku lumayan sakit mendengar suara nyaringnya. Huft! Sudah kuduga reaksinya akan seperti ini. "Suaramu terlalu keras, Han! Kita jadi diliatin, nih!" kataku pelan.
Hanni baru sadar kalau reaksinya tadi cukup berlebihan sampai-sampai membuat semua pengunjung Starbucks ini melihat ke arah meja kami dengan tatapan aneh. Perempuan itu jadi malu sendiri. "Sorry, sorry, aku kelepasan." bisik Hanni sembari menyeruput 'mocha poppa crumb' frappucino-nya. "Tapi, kok bisa?!"
Aku menghela napas panjang. Kumainkan sedotan di 'matcha poppa crumb' frappucino-ku sambil bertopang dagu di atas meja—tanpa ada niat meminumnya sama sekali. Sebetulnya, aku sungkan membicarakan fakta soal retaknya hubunganku dengan pacarku pada siapapun. Tapi karena tetangga kos-ku ini memaksaku ke Starbucks hanya untuk mencicipi secret recipe terbaru, lalu memulai sesi curhatnya terhadap jadwal kuliah yang semakin tidak masuk akal, lidahku jadi tak kuasa menahan hasrat untuk menceritakan hal serius ini padanya. Situasi dan topik pembicaraan kami sangat mendukung untuk aku balik curhat. "Ya, gitulah pokoknya." jawabku pendek.
Sekarang alis Hanni tertaut. Dia kebingungan mendengar jawabanku. "Gitu gimana? Perasaan, kalian lagi gak berantem. Jeffry gak ada bilang apa-apa tentang kamu sama kak Mario, kemarin juga kak Mario masih nyamperin kamu ke kos, kan? Kalian kenapa, Yun?" tanyanya semakin penasaran.
Ah, aku sampai lupa. Pacarnya Hanni, Jeffry Wiranto Putra, adalah sahabat dari pacarku. Wajar kalau Hanni bilang begitu. Percuma juga aku mengulur-ulur obrolan, dia pasti akan makin gencar menginterogasiku seperti ini. "Kita emang lagi gak berantem. Tapi, omongan kak Mario kemarin malem bikin aku ngeri sendiri, Han." ujarku seraya menelan satu teguk frappucino bagianku. "Kamu tau 'kan kalo kak Mario mau ambil S2 di Jepang?"
Hanni mengangguk. "Ya, aku tau. Jeffry pernah bilang dulu."
"Nah, dia bakal berangkat ke Jepang lusa. Karena kita bentar lagi mau LDR-an, dia minta sesuatu sama aku."
"Minta apa emangnya si kak Mario?"
Aku mulai memijat keningku. Rasanya berat sekali harus cerita bagian ini ke Hanni. "Kak Mario minta tidur bareng." jawabku enggan.
Hanni melotot. Mulutnya terbuka penuh karena terlalu kaget. "T-Tung-tunggu!.. Jangan bilang maksudnya dia—"
"Yes, he asked me about 'that' thing." timpalku pelan.
Hanni semakin terperangah. Tampaknya dia shock berat. Perempuan itu pasti tidak menyangka seorang Mario Wicaksana bisa bilang begitu kepada pacarnya yang jelas-jelas dari awal mereka pacaran sudah bilang kalau dia penganut prinsip 'sex after married'. Mario Wicaksana yang Hanni tahu selama ini hanyalah sesosok laki-laki dewasa yang baik, humoris, protektif, dan husband material. Kalau boleh jujur, bukan Hanni saja yang kaget. Aku juga kaget pacarku meminta hal semacam itu. Selama dua tahun kami pacaran, dia selalu memperlakukanku dengan baik dan tidak pernah membahas hal yang mengarah ke sana.
"Sumpah dia bilang gitu?! Astaga, kak Mario!!" geram Hanni.
"Iya, Han! Aku shock sampe gak bisa cerita langsung ke kamu kemarin. Kamu tau sendiri keluargaku kayak apa, hubungan intim waktu pacaran itu tabu! Jelas aku tolak, Han! Detik itu juga aku minta kita break!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathe || jeno nct ✔
Fanfiction[17+ || semi non-baku] "I should leave 'cause you deserve better." - Breathe, Lauv Saat hubunganmu dengan pacarmu memburuk, lalu tiba-tiba muncul laki-laki lain yang berhasil membuatmu nyaman, manakah yang akan kamu pilih? Tetap setia pada pacarmu...