thirteen: jeno's friends

6.3K 942 48
                                    

"Anjir, mataku..."

Aku meringis pelan ketika melihat penampakan diriku di cermin toilet kampus. Ya, kedua mataku bengkak, memerah, dan terlihat sangat parah. Ini semua karena kemarin aku menangis sampai jam 3 pagi. Menyedihkan. Ah, aku lupa mengatakannya pada kalian. Karena kejadian kemarin, hari ini aku berusaha menghindari Jeno. Aku sengaja berangkat ke kampus lebih pagi dari yang biasanya agar tidak bertemu dengan laki-laki itu. Beberapa telepon dan pesan darinya juga sengaja aku abaikan. Entahlah, aku merasa belum siap untuk berhadapan dengannya lagi.

Aku marah? Sedikit, tapi tidak sepenuhnya aku marah pada Jeno yang tiba-tiba menciumku. Mungkin lebih tepatnya, aku bingung. Di satu sisi, aku kesal karena Jeno seolah tidak menghargai statusku yang masih berpacaran dengan kak Mario–walau saat ini kami sedang dalam masa break. Tapi di lain sisi, ada keganjilan yang muncul di diriku saat menerima ciuman Jeno waktu itu. Sampai sekarang, aku belum bisa mengartikan keganjilan yang diriku alami tersebut. Lagi-lagi aku menghela napas, merasa beban yang kutanggung bertambah berat jika terus melihat bayanganku di cermin ini. Akhirnya, aku pun memutuskan untuk pulang ke kos. Kebetulan hari ini kuliahku selesai lebih cepat.

🍑🍑🍑

Aku berjalan gontai menuju kos-ku. Entahlah, dari parkiran basement sampai naik tangga ke lantai dua ini, aku merasa jalanku seperti orang yang mengalami kifosis saja. Mau bagaimana lagi, masalah hati memang selalu memberiku dampak buruk seperti ini.

"Oi! Yun!"

Mataku yang semula tertuju pada lantai, secara otomatis terangkat karena mendengar sapaan itu. Aku terkejut ketika mendapati Hanni sedang berdiri di depan kos-nya sambil memasang senyuman lebar. "Hanni?"

Langsung saja, aku berhambur memeluk sahabatku yang sudah tidak kulihat selama sepekan lebih. "Kapan baliknya!?" tanyaku sedikit tidak santai. "Kangen, sumpah! Janjinya student exchange cuma seminggu, tapi ini apa? Ini udah hampir sembilan hari!"

Hanni membalas pelukanku tak kalah erat. Kudengar dia terkekeh geli. "Hehehe! Jeffry sama aku kehabisan tiket pesawat yang flight-nya lusa kemarin. Jadinya kita kebagian tiket yang flight-nya jam 5 pagi tadi," jelas perempuan itu. "Lagian kamu sih, kok pagi ini gak ikut jemput aku ke bandara bareng Jeno?"

Seketika tubuhku menegang. Buru-buru aku melepas pelukan kami berdua. "Aku... aku udah di kampus, Han. Hari ini dapet jadwal pagi.." dalihku.

"Oh? Berangkatnya gak bareng Jeno lagi, ya?"

Aku terdiam, lebih memilih menundukkan kepalaku ketimbang menjawab pertanyaan Hanni. Untungnya, dia tidak terlalu mempertanyakan sikapku tersebut. "Ya udah kalo gitu. Temenin aku, gih!" ajak Hanni seraya mengeluarkan kunci mobilnya dari sling bag.

"Kemana?"

"Beli camilan, sekalian jemput Jeno sama squad bobroknya di sekolah," jawab Hanni. "Katanya mereka mau main ke sini."

Ingin sekali aku menolak ajakan Hanni. Tapi, sepertinya gagal.

🍑🍑🍑

"Han, yakin nih gak apa?"

Aku mulai resah ketika Hanni sudah memarkirkan mobilnya tepat di depan gerbang sekolah Jeno. Begitu mesin mobil dimatikan, aku–yang duduk di kursi samping kemudi— langsung menatap Hanni khawatir. "Nanti mereka semua gak muat masuk ke mobil, gimana? Mending anterin aku pulang dulu, deh."

"Duh, santai aja, Yun! Mereka berempat muat kok di kursi belakang!" sahut Hanni enteng.

"Tapi—"

Hanni memilih tidak mengindahkan perkataanku. Sekarang dia sibuk melakukan panggilan ke seseorang lewat smartphone-nya. "Dimana? Aku udah di depan," kata Hanni begitu seseorang di seberang sana mengangkat panggilan darinya.

Breathe || jeno nct ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang