Hari ini seperti biasa, aku disibukkan oleh jadwal kuliahku yang makin lama makin merebut kebebasan. Kenapa aku menyebutnya merebut kebebasan? Ya kalian bayangkan saja, aku harus kuliah dari pagi sampai sore. Dengan waktu istirahat yang semakin sedikit, dosen pengelola blok justru sangat pelit memberikan nilai ketuntasan–hingga perlu usaha ekstra agar tidak remidial di ujian pratikum yang standarnya super susah. See? Siapa yang tak ingin memaki, coba? Heran, bisakah aku hibernasi saja dan begitu bangun langsung jadi dokter? Aku sudah tidak kuat!
[Hanni 🐙 is calling..]
Smartphone-ku bergetar dan menampilkan notifikasi tersebut di layarnya. Aku segera menutup buku literatur yang sedang kubaca dan mengangkat telepon dari Hanni. "Oi, Han!" sapaku setengah berbisik–mengingat sekarang aku sedang berada di perpustakaan kampus.
"Yun, kamu lagi free, gak?"
Sekadar informasi saja, aku dan Hanni memang satu fakultas, satu jurusan pula. Tapi, kelas kami beda. Dia di international class, sedangkan aku di regullar class. Jadi jadwal kami juga ikut berbeda. "Free sih, pratikum soreku dibatalin karena dokternya lagi penelitian di luar negeri. Kenapa emang?"
Aku mendengar Hanni bergumam resah di seberang sana. "Yun, tolong jemput Jeno di sekolahnya hari ini, bisa?"
Aku shock selama beberapa saat begitu mendengarnya. "J-Jemput Jeno?.."
"Iya, tadi dia minta dijemput soalnya mau sekalian ke toko alat musik, mungkin biolanya mesti ganti senar," tutur Hanni. "Tapi tiba-tiba aja aku gak bisa, ibunya Jeffry barusan telfon aku minta ditemenin belanja! Tolong ya, Yun! Plis?"
Aku terdiam selama beberapa saat. Jujur, aku bingung harus jawab apa sekarang. Pasalnya, sejak kejadian di apartemen Hanni waktu itu, aku berusaha menghindari interaksi dengan Jeno karena menurutku aku akan jadi sangat aneh bila berada di dekatnya.
"Yun?"
Panggilan Hanni itu menyadarkan lamunanku. "Akh! Eoh, ya?.."
"Kamu mau, kan?"
Aku pun hanya bisa menghela napas. Tidak ada pilihan lain kalau sudah begini. "Iya, iya, aku jemput adikmu. Inget manners! Sama calon mertua mesti anggun!"
"Eh, sialan! Wkwkwk, thank you!"
Begitu percakapan kami berakhir, aku kebingungan sendiri harus bagaimana di depan Jeno nanti.
🍑🍑🍑
Tepat setelah perkuliahanku berakhir, aku mengendarai vespa kesayanganku menuju sekolahnya Jeno–Hanni sempat mengirimkan alamatnya tadi. Tak lupa, sebelum sampai di sana, kubeli satu helm murah buat dipakai Jeno nanti. Bisa jadi masalah besar kalau anak kelas 3 SMA kepergok polisi tidak pakai helm, kan? Vespa-ku baru sampai di depan gerbang sekolah Jeno 10 menit sebelum jam pulang sekolah. Sengaja kulepaskan helmku agar Jeno bisa mengenaliku–sekaligus upaya mendinginkan kepalaku yang terasa gerah. Saat bel pulang berbunyi, para murid berbondong-bondong keluar dari gedung sekolah. Aku mulai memicingkan mata untuk menemukan Jeno di antara ratusan kepala yang berseliweran, dan akhirnya aku menemukan adiknya Hanni itu. Dia sedang berjalan keluar gerbang sambil mengutak-atik smartphone-nya.
![](https://img.wattpad.com/cover/124201986-288-k709044.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathe || jeno nct ✔
Fanfiction[17+ || semi non-baku] "I should leave 'cause you deserve better." - Breathe, Lauv Saat hubunganmu dengan pacarmu memburuk, lalu tiba-tiba muncul laki-laki lain yang berhasil membuatmu nyaman, manakah yang akan kamu pilih? Tetap setia pada pacarmu...