Pandanganku beralih ke luar jendela kamar. Suara berisik rintik air hujan membuat konsentrasiku buyar. Aku tak memperkirakan kalau malam ini akan turun hujan deras. Bukan, mungkin bukan hujan lagi namanya. Ini badai. Ternyata cuaca dingin kemarin pertanda akan hadirnya badai besar ini. Merasa tidak bisa melanjutkan belajar lagi, akupun menutup laptopku dan juga buku literatur yang tadi kubaca. Kubereskan semua barang yang ada di atas meja belajar dan memasukkannya ke dalam rak.
"AAAAA!"
Aku tak sengaja meloloskan teriakanku. Kilatan cahaya yang diikuti suara tinggi dari luar jendela itu membuatku kaget. Huh, ini memang menyebalkan. Aku tidak suka hujan, terlebih petir dan guntur.
"AAAAA!"
Lagi-lagi aku berteriak histeris karena guntur dan petir yang kembali muncul. Jantungku berpacu cepat, keringat dingin mulai mengucur di pelipisku. Aku takut petir dan guntur, sangat. Aku membenci mereka dan selalu bereaksi seperti ini kalau sudah mendengarnya. Aku pun berlari kencang menuju kamar tidurku–seperti pemain film yang sedang dikejar-kejar hantu. Kuurungkan niatku untuk makan malam, nafsu makanku hilang seketika akibat bunyi mengerikan tersebut. Terlebih, lampu-lampu di kos tidak sempat kumatikan karena ketakutan. Sampai di kamar, pintunya sengaja tidak kututup. Kumasukkan badanku ke dalam selimut tebal, meringkuk bagai ulat dan berharap petir dan guntur di luar sana cepat hilang.
"AAAAA!" teriakku histeris, lagi-lagi ada guntur beserta petir yang menyambar.
Sungguh, momen seperti ini adalah momen terburuk dalam hidupku. Badai sedahsyat ini memang bukan yang pertama kali kualami selama tinggal di kos seorang diri, tahun lalu juga pernah terjadi badai seperti ini. Tapi, keadaan sangat berbeda. Dulu, kak Mario selalu datang kemari untuk menenangkanku jika ada badai berisi guntur dan petir, tapi sekarang? Aku sendirian.
Kini kututup mataku. Badanku gemetaran, dan kedua pipiku basah karena air mata. Ya, aku menangis, saking takutnya dengan petir. Tapi, tiba-tiba smartphone-ku bergetar di atas nakas. Aku meraihnya dengan tangan gemetar, lalu melihat siapa yang melakukan panggilan. Ternyata itu free call dari Jeno. "H-Halo?.." ujarku ketika mengangkat free call tersebut.
"Kak, ayo kita cari—kak Yun? Kenapa, Kak?!"
Laki-laki itu berubah jadi panik di seberang sana. Jeno memang peka sekali. Dia menyadari suaraku bergetar, juga mendengar isak tangisku yang benar-benar pelan. "Jeno... tolong, petirnya keras banget... aku takut..."
Sambungan free call tiba-tiba diputus secara sepihak oleh Jeno. Aku menatap layar smartphone-ku nanar, kemudian menaruhnya kembali di atas nakas. Aku memang bodoh, bisa-bisanya berharap Jeno akan datang dan— pintu kos-ku diketok beberapa kali dari luar! Aku tersentak kaget. "Kak Yuni! Ini aku, Jeno!"
Aku mendengar seruan Jeno dari luar pintu kos. Astaga, dia benar-benar datang!? Dengan setengah tak percaya, aku bangkit dari tempat tidur. Kedua tungkaiku berjalan cepat menuju pintu depan, dengan menyeret selimut tebal yang masih membungkus seluruh tubuhku.
"Kak!"
Jeno langsung masuk begitu kubukakan pintu. Dia memegang kedua bahuku, melihatku dengan sarat kekhawatiran yang mendalam. Refleks, aku mendekatkan diriku pada Jeno. Tubuhku gemetaran, kedua tanganku mencengkram kaos hitam yang dikenakannya. "S-Sumpah, Jen... aku takut banget..." isakku.
Ini benar-benar memalukan, aku menangis di depan Jeno layaknya anak kecil. Tubuhku tidak bisa berhenti gemetar, sedangkan kedua tanganku tak bisa melepaskannya. Aku tebak, Jeno pasti menganggapku sebagai perempuan cengeng yang menyedihkan. "Tenang, Kak. Aku di sini."
Mataku membulat. Aku terkejut, sangat terkejut. Jeno tiba-tiba memeluk badanku dengan erat. Tangannya mengusap kepala dan punggungku secara bergantian. "Aku bakal nemenin kakak di sini, gak usah takut." ujar Jeno pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathe || jeno nct ✔
Fanfic[17+ || semi non-baku] "I should leave 'cause you deserve better." - Breathe, Lauv Saat hubunganmu dengan pacarmu memburuk, lalu tiba-tiba muncul laki-laki lain yang berhasil membuatmu nyaman, manakah yang akan kamu pilih? Tetap setia pada pacarmu...