epilogue

5.1K 390 35
                                    

"Ukh..."

Mataku tiba-tiba terbuka. Dengan sekuat tenaga, aku menegakkan badanku untuk bersandar sejenak di kepala ranjang. Sambil mengumpulkan nyawa, kuperhatikan jam digital di dinding depanku. Ini sudah tepat tengah malam, namun ranjang di sampingku masih kosong. Alhasil, kedua alisku pun tertaut.

"Eh? Dia belom tidur?" gumamku.

Karena penasaran, aku berjalan tergopoh-gopoh meninggalkan tempat tidur. Kucari-cari keberadaan seseorang yang harusnya sudah tidur di sampingku daritadi. Aku tahu dimana dia berada sekarang. Pasti di ruang kerja.

"Sayang?"

Aku membuka sedikit pintu ruang kerjanya, lalu menyembulkan kepalaku ke dalam sambil memanggilnya–dengan panggilan khusus dariku. Benar dugaanku tadi, orang itu ternyata memang ada di sini. Tengah bekerja di kursi kebesarannya. Dia langsung berhenti berkutat dengan laptop ketika mendengar panggilan dariku barusan. Begitu melihatku berdiri di ambang pintu, dia pun tersenyum sumringah. Manis sekali sampai kedua mata laki-laki itu membentuk eyesmile.

"Wah, kok belum tidur?" tanyanya.

Dia memberiku instruksi–berupa kode gerakan tangan— untuk mendekat. Dengan ragu, aku pun mengambil langkah pelan untuk menghampirinya. Saat aku sudah berdiri tepat di depan laki-laki itu, dia malah menarikku dan menjatuhkan bokongku ke pangkuannya. Huh, keras kepala! Dia tetap suka membuatku duduk di pangkuannya, padahal tubuhku sedang berubah jadi bengkak begini.

"Dokter bilang kamu gak boleh kurang tidur, loh! 'Kan lagi ada si kembar di badanmu?" ujarnya lembut.

"Ehm,"

Aku menundukkan kepala, lalu mengelus perutku yang kini membesar. "Tapi, si kembar gak bisa tidur juga kalo ayahnya gak nemenin."

Laki-laki itu tergelak mendengar jawabanku. Dengan gemas, dia mengusak puncak kepalaku serta memberikan ciuman ringan di kening. "Iya, iya, bentar lagi aku tidur." sahutnya.

Beberapa saat kemudian, dia kembali berkutat dengan laptop. Membiarkanku tetap duduk di pangkuannya. Tanpa sadar, aku berakhir dengan memerhatikan laki-laki itu secara lekat-lekat. Tidak kusangka, aku berakhir menikah dengan orang ini. Laki-laki yang tadinya kupikir hanya seorang bocah ingusan yang tak bisa berkomitmen, kini menjadi suamiku. Jalan Tuhan memang tidak bisa diprediksi secara cuma-cuma.

"Lagi ngerjain apa, sih?" tanyaku seraya memainkan rambut halusnya.

"Ini, proyek perilisan brand baru. Harus cepet selesai, nih! Lumayan 'kan, hasil proyeknya bisa dipake buat biaya persalinan si kembar?" jawab laki-laki itu tanpa mengalihkan perhatian dari laptop.

Seketika aku merasa bersalah padanya. "Kamu kerja terus buat kita bertiga. Aku jadi gak enak karena belom bisa kerja lagi."

Dia terdiam. Perhatiannya langsung beralih dari laptop, sekarang laki-laki itu menatapku dengan sarat mengintimidasi. "Ngomong apa, sih?" tegurnya sembari mencubit pipiku. "Aku 'kan kepala keluarga, kodratnya emang gitu! Lagian, aku seneng kok lembur demi ngebiayain kalian bertiga!"

Aku tertawa geli melihat wajah seriusnya. Tapi sesaat kemudian, aku kembali menunduk. "Sayang, maafin aku." ucapku.

"Maaf buat?"

"Yah,"

Tanganku mengelus perut besarku lagi, tempat dimana anak kembarnya bernaung. "Karena aku hamil di umur 32, terus anak kita ini kembar, aku jadi gak bisa ngelahirin normal nantinya." ujarku. "Harus ngeluarin duit lebih, deh!"

"Aduh, ngomongnya kok ngelantur gitu bumil ini!"

Dia kembali mencubit pipiku. Tetapi sekarang, kedua tangannya meraih wajahku. Memaksa mata kami untuk saling beradu pandang. "Mau kamu ngelahirin dengan cara apa, aku tetep seneng karena kamu yang jadi ibu dari anak-anakku. Aku gak keberatan harus ngeluarin banyak uang buat kalian bertiga, karena kalian bertiga adalah hartaku yang paling berharga. Ngerti?"

Jujur, aku sangat terharu mendengar perkataannya barusan. Bahkan, aku bisa jamin kedua mataku berkaca-kaca saat ini. "Makasi, ya? Udah milih aku jadi istri kamu."

Dia memamerkan eyesmile-nya lagi. "Makasi juga karena udah nerima lamaranku waktu itu."

Kami pun berciuman dengan mesra. Dia juga memberikanku pelukan yang hangat, menangkup bayi kembar kami seraya mengelus mereka secara lembut. Tak ada yang berniat menyudahi ciuman tersebut, sampai-sampai kami terpaksa menarik diri karena sama-sama kehabisan napas.

"Sayang," panggilku.

"Hm?"

"Menurutmu, sekarang aku keliatan tua banget, gak?" tanyaku khawatir. "Aku 'kan umurnya dua tahun lebih tua dari kamu, jadi agak worry—"

Laki-laki itu memotong ucapanku dengan satu ciuman brutal. "Ngomong ngelantur lagi, aku 'habisin' di kasur, ya?" ancamnya.

Sontak, kedua mataku membulat. Cepat-cepat kupukul lengannya. "Mesum, ih!" seruku. "Lupa ada si kembar, ya?"

Dia tertawa kemudian. "Makanya, berhenti jadi bumil insecure!"

Aku ikut tergelak, lalu mengamit satu tangan laki-laki itu. "Yuk, kita tidur! Udah subuh, nih!"

Pada akhirnya, kami beranjak dari ruang kerja suamiku untuk bergegas tidur. Aku dan dirinya berjalan beriringan menuju kamar tidur bersama anak kembar kami–di badanku. Yah, takdir memang terkadang lucu. Siapa yang menyangka kalau aku ini adalah istrinya Jeno Devandra Simanjuntak? Salah satu pengusaha muda sukses di Indonesia yang nyatanya berusia dua tahun lebih muda dariku? Setelah banyak menghadapi cobaan dalam mempertahankan hubungan, kami akhirnya bisa bersama lagi. Untuk yang sekarang ini, kami akan bersama dalam waktu yang sangat lama. Bahkan, aku berharap selamanya akan terus bersama Jeno. Tidak lupa, dengan anak kembar kami juga.

THE END

wkwk, kesel gak kalean work ini baru tamat skrng? 😂 maapin author yak gantungin ini work lama bgt huhu
makasi banyak udah mampir dan ngikutin cerita jeno ini sampe tamat, makasi juga atas semangatnya 💛 tanpa kalean author cuman buih lautan yang gak guna di dunia oranye ini 😭

btw setelah aku baca bnyk juga ya yg jadi #TeamMingyu awoakwok! maapkeun si yuni jadinya sama jeno karena yuni lebih suka berondong #eh wkwk

makasi juga bagi kalian yg udh rekomendasiin ff ini di menfess. gak bnyk sih yg rekomendasiin tapi makasi banget!!! SAMPE KETEMU LAGI DI FF KU YG LAIN!!!

Breathe || jeno nct ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang