Satu jam berlalu, dengan posisi yang masih sama. Mentari yang menangis sesegukan, Angkasa yang menatap Mentari sendu, Langit yang duduk dengan mulut bungkam, dan Rain terduduk dilantai bersandar ditiang bendera. Rain menangis pilu, ia telah mengingatnya begitu jelas. Dulu wajah itu samar-samar dan ia hanya berfikir "mungkin itu cuma khayalanku". Tapi kini wajah itu ia ingat jelas, bahkan sangat jelas. Bahkan kini mereka ada disini bersama dengannya. Lagi-lagi sesak didadanya begitu menyeruak setiap mengingat peristiwa itu. Air matanya masih setia menemaninya, bersama dengan langit sore yang kian mencekam. Ia mendongak menatap langit yang tak secerah tadi. Kini mendung menguasai langit, lalu pelahan langit pun menitikkan airnya,hujan.
"Aku suka hujan" gumam Rain
Semuanya telah meneduh, tapi pengecualian untuk Rain. Ia tak bergeming, tubuhnya mati rasa. Dinginnya hujan tak dapat mengalahkan perih yg menjalar ditubuhnya."Kay lo ngapain masih disitu?Buruan neduh, ntar lo sakit" teriak Ivi khawatir. Ia ingin sekali menghampiri sahabatnya itu. Tapi, lagi-lagi tangannya digenggam erat oleh Arya setiap ia ingin melangkah.
"Dan aku lebih gak mau kalau kamu sakit" ucap Arya lembut
"Tapi Kay gimana Ar?" Tanya Ivi
Arya menatap Ivi, dan dibalas oleh Ivi.
"Dengerin aku, aku larang kamu bukan karena egois. Pertama, aku cuma nggak mau kamu sakit. Kedua, Kay butuh waktu buat sendiri. Ketiga, aku yakin pasti bakal ada yg nyamperin Kay. Mungkin Firman, mungkin Daffa, dan mungkin kak Langit" ucap Arya tegas
Ivi diam. Menelaah setiap kata yg diucapkan Arya. Ia memejamkan matanya untuk sesaat, lalu membukanya. Menatap sahabatnya dengan sendu.
"Maaf, gue nggak bisa apa-apa sekarang" gumamnya lirih
----
Disisi lain Langit mulai bergeming. Di satu sisi, ia ingin merengkuh tubuh rapuh milik gadis itu. Tapi disisi lain, ia takut rengkuhannya semakin membuat gadis itu terluka.
Langit memilih obsi pertama, pelahan ia mendekat. Tak peduli derasnya hujan yang mulai mengguyur tubuhnya. Sesaat ia ragu, tapi melihat tubuh gadis didepannya mulai gemetar kedinginan Langit memberanikan dirinya untuk menyentuh gadis itu."Ayo neduh dulu. Ntar kamu sakit" ucap Langit sambil memegang bahu gadis itu
Gadis itu menggeleng
"Kenapa?" Tanya Langit, yang diacuhkan gadis itu
"Kalo emang butuh waktu sendiri itu wajar. Tapi nggak harus dengan nyiksa diri lo sendiri Kay" sahut Firman, ia berjalan mendekat kearah Langit dan gadis itu berada.
Langit dan gadis itupun menoleh.
Firman mendekat kearah gadis itu. Ya gadis yang dulu pernah menjadi bagian dalam kebahagiaannya. Dan gadis yang pernah ia lukai. Ia melepas jaketnya dan memasangkannya ditubuh gadis itu.
Gadis itu mendongak lalu bergantian menatap Firman dan Langit.
"Firman nggak bisa ngerasain luka dihatinya Kay. Rasanya itu sakit, banget malahan." Gumam gadis itu lirih
"Ralat 'Kay' itu bukan nama aku" ucapnya lagi, membenarkan
"Gue nggak peduli, mau nama lo Kay atau bukan. Yang gue mau lo neduh sekarang." ucap Firman penuh penekanan
Gadis itu menggeleng. Sedangkan Firman berdecak sebal. Karna ia tahu gadis didepannya ini sangat menyukai hujan.
"Lo neduh sekarang atau gue gendong lo?" Tanya Firman setengah memaksa
KAMU SEDANG MEMBACA
Seperti Langit dan Hujan
Teen FictionKisah Langit dan Rain yang harus terpisah karena sebuah kesalah pahaman. Dan Rain yang memilih pergi meninggalkan mereka yang disayangi. Berharap kepergiannya bisa mengurangi beban mereka. Juga berharap bisa mengobati luka batinnya. Akankah Rainy ke...