.Part 11

64 6 1
                                    

Keyla menjatuhkan tubuhnya kembali saat merakan kakinya yang tak kuat untuk menompang tubuhnya. Gadis itu meringis kecil.

"Keyl, kita sudahi trapi hari ini ya? Kamu masih belum pulih kondisinya"ujar Radit dengan khawatir yang melihat wajah Keyla yang sudah sedikit memucat.

Keyla menatap Radit lalu mengangguk kecil. Radit pun segera menghampiri suster yang menjadi asistennya hari ini lalu mengatakan sesuatu.

Elang membantu Keyla untuk duduk dikursi yang tersedia. Lelaki itu memberikan air mineral kepada Keyla yang disambut langsung gadis itu.

"Kamu bisa trapi lagi 2 minggu sekali karena kondisi kaki kamu yang udah mendingan sekarang"ucap Radit lalu menundukan badannya didepan Keyla. Mengecek kondisi kaki gadis itu.

Seorang suster memberikan Radit sebuah perban. Raditpun mengambil dan memulai memperban kembali kaki Keyla.

"Kamu pulang sama Elang kan, dek?"tanya Radit setelah selesai memperban kaki Keyla

Keyla mengangguk, "iya, kak"

"Pulang kemana? Rumah atau cafe?"Radit kembali bertanya

"Cafe kak. Keyl, udah keluar dari rumah"ujar Keyla sendu

Radit menghela nafasnya lalu mengusap kepala gadis didepannya yang sudah dianggap adiknya sendiri, "jaga dirimu ya dek. Nanti kalau ada waktu, kakak kesana ya jengguk kamu"

Keyla menganggukkan kepalanya sambil tersenyum manis, "iya kak"

Elang yang hanya sebagai pendengar kali ini, menghela nafasnya keras. Pasalnya keinginan dirinya membawa pulang Keyla kerumah adalah hal mustahil kali ini.

"Turunnya tunggu gue"ujar Elang setelah sampai didepan Cafe tempat Keyla tinggal.

Keyla hanya bisa cemberut melihat Elang yang sekarang memutar menuju pintu mobil tempatnya duduk. Lelaki itu membuka pintu kemudian menundukkan tubuhnya. Menggendong Keyla menuju dalam Cafe.

Keyla yang berada digendongan Elang hanya bisa pasrah diperlakukan bagaikan orang sakit. Gadis itu hanya menggalungkan tanganya pada lehel lelaki itu.

"Sumpah, gue kek orang sakit parah aja lo gendong gini"gerutuk Keyla

"Lo kan emang sakit"ujar Elang santai lalu mendudukan tubuh Keyla setelah berada didalam cafe yang kondisinya saat ini sedikit ramai. Mereka cukup menjadi pusat perhatian.

Sean yang berada dekat disitu, segera menghampiri Keyla dengan tatapan khawatir.n

"Lo kenapa Keyl?"tanya Sean

Keyla menatap Sean dengan wajah masamnya, "enggak kenapa-napa, Elang aja yang alay. Pakek gendong segala"

"Kok alay sih? Kan lo abis--"

Keyla segera menutup mulut Elang dengan tangannya yang bebas kemudian menyengir kepada Sean yang menatap mereka heran.

"Gue ke kamar dulu ya, Sean. Gue serahin cafe ke lo ya. Yok, lang jalan"ujar Keyla kepada Sean kemudian menepuk bahu Elang dengan cukup keras untuk menandakan jalan.

Elang hanya memutar matanya malas. Lalu berjalan menuju ruangan Keyla yang ada didalam Cafe.

"Lo tunggu disini. Gak usah kemana-mana. Waktu lo makan dan minum obat sekarang"ujar Elang setelah meletakkan Keyla di atas tempat tidur.

"Gue pergi pipis, gak boleh juga?"tanya Keyla kesal

Pasalnya, Keyla itu merasakan kekangan yang kuat dari Elang. Tidak boleh ini. Tidak boleh itu. Ayolah, dia hanya sakit kaki bukan kanker stadium akhir.

Pada akhirnya Keyla mengangguk patuh walaupun hatinya ingin sekali memaki Elang.

Elang tersenyum senang lalu menepuk puncak kepala Keyla bagaikan Keyla adalah kucing peliharaannya yang sangat nurut.

Elang melangkah kakinya keluar dari kamar gadis itu, menuju dapur Cafe Keyla. Sedangkan Keyla hanya dapat menghela nafasnya dan menjatuhkan dirinya diatas tempat tidurnya.

Pikirannya melanyang pada kejadian siang tadi, tepatnya saat seseorang yang dulu sangat ia sayang. yang selalu melindunginya. Melontarkan perkataan yang amat sangat menyesakkan.

Keyla tersenyum getir mengingatnya, "mungkin memang kehidupan lo kek gini Keyl. Gak akan bahagia"

****

Revan melangkah kakinya memasuki rumah dengan tampang yang sangat lelah. Lengan kemeja yang awalnya rapi telah digulung hingga sikut. Baju yang awalnya di masukkan dengan rapi kedalam celana telah keluar tak beraturan.

Keira yang baru saja turun dari lantai dua, melihat kakaknya yang tampak berantakan itu. Seketika mengernyitkan alis. Heran.

"ada angin topan dimana sampe muka sama pakaian kakak berantakan gitu?"tanya Keira lalu berjalan menuju dapur yang diikuti oleh Revan dibelakangnya.

Sesaat Keira menunggu jawaban dari lelaki itu. Namun, kesunyian yang ia dapatkan. Keira menatap Kakaknya heran. Dari raut wajah, tampak sekali lelaki didepannya ini sedang kesal, sedih, frustasi, dan berbagai lainnya.

Namun, apakah yang menganggu pikiran Kakaknya saat ini'pikir Keira

"kakak ke atas dulu. Misalnya, ada yang cariin ataupun telepon lewat rumah dari rumah sakit. Katakan bahwa kakak tidak enak badan"

Tanpa menunggu jawaban Keira, Revan segera melangkahkan kakinya menuju kamarnya yang berada di Lantai satu itu. Lebih tepatnya di ruang keluarga.

Keira hanya dapat mengangkat bahunya mencoba berpikir postif lalu melanjutkan tujuan awalnya. Mencari makanan.

***

Dylan memasuki sebuah cafe yang cukup ramai malam ini dengan pemandangan malam yang bertabur bintang. Lelaki itu memilih untuk duduk di meja sudut ruangan dengan jendela besar disampingnya.

Seseorang pelayan menghampiri Dylan dan menawarkan untuk memesan apa. Dylan membuka buku menu itu satu persatu. Lalu pandangannya, terpaku pada sebuah menu makanan yang selalu salah satu adiknya pesan, jika mereka makan bersama. Waffle with Chocolate Sauce.

"Satu waffle with chocolate sauce dengan satu milkshake vanilla"ujar Dylan

pelayan itu mencatat pesanan Dylan lalu berlalu dari hadapan lelaki itu. Dylan menatap keluar jendela disebelahnya setelah seseorang yang melayaninnya pergi. Lelaki itu menghela nafasnya saat kenangan kebersamaan mereka mulai berputar di kepalanya.

"kenapa semuanya harus seperti ini"gumam Dylan lalu meraut wajahnya gusar.

Lelaki itu, mengeluarkan sebuah buku didalam tasnya. Buku yang sudah tampak kusam itu. Diary Keyla.

Dylan mengusap perlahan buku itu dengan tatapan sendu, lalu mulai membukanya secara buku itu pada bagian tengah. Terdapat sebuah tulisan rapi dengan dibeberapa bagian kertas buku itu, tampak bekas air mata.

Aku tak mengerti, mengapa semua orang seakan menuduhku bahwa akulah yang salah disini.
kebahagian yang selama ini aku rasakan seketika musnah tak berbekas.

orang tua, kakak-kakakku, kembaranku, keluarga besarku, tunanganku, satu demi satu meninggalkan aku sendiri dengan segala kesalahan yang dilimpahkan kepadaku.

Apakah dengan aku yang bersikap diam, sinis. Seakan membenarkan fakta itu adalah yang terbaik?

Jika ia, mari kita lakukan!

TBC

Cinta Untuk Keyla [Very Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang