Prolog

270 20 12
                                    

Angin malam berdesir lembut membelai kulit dua insan yang kini sedang berada di sebuah taman kota yang terlihat sepi.
Lampu taman berkelap-kelip, menghiasi malam gelap tanpa bintang dan hanya suara air mancur yang mengisi keheningan di antara keduanya.

Sheryn menatap lekat kedua bola mata Fajril yang membalas menatap kosong, padanya. Sedari tadi mereka berdua hanya diam dan saling tatap, tanpa ada yang memulai pembicaraan di antara keduanya.

Sheryn mendengus lemah, menyandarkan punggungnya pada kursi. Lalu, mengalihkan objek tatapannya pada air mancur di depannya.
Sedari tadi dia masih merasa bingung mengapa kekasihnya mengajaknya ke sini dan setelah sudah berada di sini, Fajril bahkan tidak mengucapkan sepatah kata pun padanya.

Sheryn kembali menatap Fajril dengan tatapan bertanya, namun Fajril masih saja membalas tatapannya dengan tatapan kosong, kemudian menunduk seakan sedang memikirkan sesuatu.

Sheryn menghela nafas. "Kamu kenapa sih ngajak aku ke sini. Ada yang pengen di omongin?"

Fajril mendongak, lalu menatap datar pada Sheryn. "Iya. Ada yang pengen di omongin." Jawabnya dingin.

Sheryn tersentak dengan sesuatu yang di rasanya sangat berbeda dari Fajril. Dia menatap sendu pada Fajril yang kini sudah menunduk lagi.

Ada yang gak beres, batin Sheryn.

Perasaan gelisah mulai menjalar di hatinya, tidak seperti biasanya Fajril sedingin ini padanya. Walau Sheryn tau, kalau Fajril memanglah cowok dingin terhadapnya dan itu hanya berlaku pada Sheryn, terkecuali cewek lain.
Sheryn pun bingung dengan sifat Fajril yang sangat berbeda padanya.

Sheryn menggigit sebentar bibir bawahnya dengan perasaan gelisah. "Kamu mau ngomong apa?"

Fajril mendongak, menatap lurus pada air mancur di depan mereka. Lalu menoleh pada Sheryn yang menatapnya bingung.
"Sher, gue minta maaf."

Gue?  Sheryn lagi-lagi tersentak, namun kini dia merasa ribuan jarum menusuk dadanya, sehingga terasa sangat perih. Sheryn sangat yakin ada sesuatu yang gak beres, sampai-sampai Fajril pake kata gue padanya.

"Ada apa, Jril?" Tanya Sheryn dengan suara gemetar, menahan sesuatu yang membuat dadanya sesak dan perih.

Fajril menarik nafas, lalu menghembuskannya secara kasar.
"Gue mau kita udahan."

Deg! Udahan? Itu berarti putus, kan? Dan itu berarti hubungan di antara mereka berakhir, kan?
Sheryn merasa dadanya makin sesak, telinganya terasa panas mendengar ucapan Fajril yang menghancurkan hatinya. Kedua matanya terasa panas, menahan sesuatu yang mau mengalir deras di sana.

Gak! Ini cuma mimpi! Ini cuma mimpi, Sher! Bangun!! Bangun Sher, bangun!!

Sheryn berteriak dalam hatinya, meyakinkan pada dirinya bahwa ini semua hanyalah mimpi buruk dalam tidurnya. Ini cuma mimpi! Mimpi buruk yang membuat mimpi indahnya lenyap. Ini semua gak pernah terjadi dan gak akan pernah terjadi, seharusnya dia memimpikan Fajril yang membuatnya bahagia. Bukan malah mimpi buruk, di mana Fajril membuat hatinya hancur berkeping-keping.

Kedua tangannya terkepal kuat menahan gejolak di dalam hatinya yang sangat sakit. Air mata mengalir deras di pipinya. Tidak sanggup lagi menahan sakit hati yang teramat sakit ini.

Sheryn berusaha mengontrol perasaannya. Dia menoleh dan menatap nanar pada Fajril yang menatap dingin padanya.
"Kenapa? Kenapa, Jril? Apa salah aku sama kamu?"

"Lo gak salah apa-apa. Gue cuma mau udahan, gue males pacaran."

Males? "Itu bukan alasan yang pasti, Jril. Pasti ada sesuatu, iya'kan?"

Fajril menggeleng lemah, "Menurut gue itu sebuah alasan, Sher. Gue mau udahan sama lo, apa itu kurang jelas buat lo?"

Sheryn menunduk, mencoba menahan air matanya yang terus mengalir, namun nihil. Air matanya malah makin deras dengan alasan Fajril yang tidak meyakinkan hatinya.

Males pacaran?
Kalau itu alasan kenapa lo ninggalin gue. Gue juga punya alasan, kenapa gue gak mau pisah sama lo!

"Gue gak bisa, Jril." Sheryn menggeleng pelan sambil menunduk, "Gue sayang sama lo." Ucapnya getir.

"Gue yakin lo bakalan bisa ngelupa'in gue. Cepat atau lambat lo bakalan lupa sama gue, Sher." Fajril meyakinkan Sheryn, kalau seiring berjalannya waktu Sheryn pasti akan melupakannya.

Gak, Jril!
Lo fikir ngelupa'in lo itu gampang?
Susah! Susah banget, malahan!

Sheryn mendengus, lalu menoleh dan menatap lekat pada Fajril. "Gak! Gue gak mau putus! Gue sayang sama lo. Gue gak mungkin bisa ngelupa'in lo!"

"Sher, please! Gue udah gak ada perasaan apa-apa lagi sama lo." Fajril berdiri dan menatap Sheryn yang makin kejer.

Sheryn gak peduli gimana kondisi dirinya saat ini, dia gak peduli kalau pun Fajril ngata'in dia lebay, karena memohon gak mau putus darinya. Ini soal hati, soal perasaan, dan Sheryn akan perjuangin apa pun biar bisa tetep sama Fajril. Bagaimana pun caranya.

"Tega lo, Jril! Lo gak pernah harga'in gimana perasaan gue sama lo." Ucap Sheryn histeris, "Gue sayang sama lo. Gue gak bisa... gue gak mau.." Sheryn menggeleng lemah, dengan suara yang mulai melunak.

Air matanya terus mengalir, membasahi pipi dan membuat kedua matanya sembab.
Sheryn belum siap buat pisah dan lepasin Fajril. Dia masih sangat menyayangi dan mencintai Fajril. Dia gak mungkin bisa melupakan Fajril dalam tempo dekat.
Melupakan seseorang yang sangat berarti bagi kita itu, sulit.

"Lo juga gak bisa maksa gue buat tetep cinta sama lo. Itu sama aja dengan cinta yang di paksakan." Fajril menatap lekat dan sendu pada Sheryn yang terisak, "Dan gue gak suka di paksa."

Melihat cewek yang pernah jadi kekasihnya, sedang menangis itu sangat memilukan hati. Dan itu yang rasakan Fajril sekarang. Dia benci air mata. Dia juga benci dan tidak sanggup melihat Sheryn nangis kejer di depannya, apalagi alasannya adalah Gak mau putus darinya.

Sebenarnya, ini semua memang sudah di rencanakan Fajril matang-matang. Sudah lama dia sudah mulai merasa hampa menjalin hubungan dengan Sheryn. Dia tidak pernah benar-benar mencintai Sheryn, dari awal hubungan mereka berdua.
Dia nembak Sheryn pun hanya karena dia tau, kalau Sheryn sudah sejak lama diam-diam menyimpan perasaan padanya.
Dan itu pun di lakukannya dengan terpaksa.

Sheryn menyeka air matanya kasar. Lalu menatap tajam pada Fajril. "Oke, kalau itu emang mau lo. Gue setuju." Ucapnya dengan lantang, "Gue juga gak bakalan sanggup menjalin hubungan dengan orang yang udah gak ada perasaan apa-apa lagi, sama gue."

Fajril menganguk, mencerna dan memahami ucapan Sheryn. "Oke, gue cabut." Sahutnya, lalu berderap menjauh tanpa dosa dari Sheryn yang kembali meneteskan air mata.

Gue benci sama lo, Fajri!
Gue benci! Tapi gue juga benci sama diri gue sendiri yang udah cinta banget, sama lo.

Kenapa sih, lo bisa setega ini sama gue? Salah gue sama lo itu, apa? Sampe-sampe lo mutusin gue dengan alasan yang gue sendiri gak ngerti!

Dengan air mata yang terus mengalir, Sheryn mendongak, menatap langit malam yang gelap tanpa bintang. Seperti suasana hatinya saat ini. Gelap dan suram. Karena bintang penerang hatinya, telah pergi meninggalkannya.

****

Miris gak, sih???
Jngan lupa vote

Let's Move On!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang