8.Perubahan Butuh Sebuah Proses!

54 4 1
                                    

  Sheryn meletakkan tasnya diatas meja, lalu segera beranjak keluar kelas. Dia sangat tidak menyukai suasana kelas dipagi hari yang apabila ada PR, maka pagi-pagi sekali sudah banyak teman-temannya yang datang dan membentuk kelompok untuk menyontek buku salah satu dari mereka yang sudah mengerjakan PR tersebut. Beruntungnya, sehabis pulang jalan bersama Rivan tadi malam, Sheryn sempat membuat PR tersebut walau sampai larut malam.

Sheryn duduk disalah satu kursi panjang yang ada dipinggiran lapangan. Dia lebih berminat duduk disini melihat cowok-cowok IPS main bola, ketimbang duduk dikelas dan memperhatikan teman-temannya yang berebut buku untuk menyontek.

Walau pun sebenarnya Sheryn tidak terlalu menyukai permainan bola atau hanya menonton saja, dia tetap lebih memilih untuk disini dari pada berada didalam kelas.

Sheryn menopang dagunya, memperhatikan setiap cowok yang berada ditengah lapangan sambil berebut benda bundar tersebut. Lalu matanya membulat melihat salah satu cowok yang membuatnya kaget.

Fajril..

Cowok itu tampak sedang menggiring bola dan saling oper dengan teman satu timnya. Demi apa pun Sheryn ke sini bukan untuk menonton Fajril main bola, dia hanya sekedar lari dari kelas sebentar sebelum bell masuk berbunyi. Kalau tau disini ada Fajril, sebaiknya Sheryn pergi ke kantin saja.

Saat Sheryn berdiri dan ingin beranjak pergi dari tempat itu, sebuah bola menggelinding ke arahnya dan berhenti tepat didepan kakinya. Sheryn terpaku menatap benda bundar tersebut, sementara ditengah lapangan terdengar beberapa orang memanggil namanya dan menyuruhnya untuk mengoper bola tersebut yang membuat Sheryn mendongak.

"Oper sini, Sher."

"Tendang Sher, kasih ke gue."

Kening Sheryn terlipat, bagaimana dirinya mengoper bola tersebut? Sementara dirinya tidak bisa apa-apa dalam dunia perbolaan. Mata Sheryn tertuju pada sosok tegap yang melipat tangan didepan dadanya dan menatap Sheryn dengan tajam. Sheryn menunduk, lebih memilih menatap ke bawah--ke arah bola dari pada menatap manik mata Fajril yang sedang menatapnya.

"WOY!!"

Seruan lantang itu membuat Sheryn refleks mendongak, menatap kaget ke arah cowok yang berderap maju dan berhenti sekitar enam meter dihadapannya.

"Lo gak punya kuping ya?! Oper bolanya!!"

Sheryn menatap nanar, merasakan sesuatu berdenyut hebat dibagian dada kirinya. Mulutnya terbuka, tatkala mendengar seruan yang lebih terdengar bentakan dari mulut Fajril. Bisa dirasakannya beberapa teman cowok itu menatap kaget padanya yang tampak tidak bergerak sedikit pun.

Dada Sheryn naik turun seiring jantungnya yang berdenyut nyeri, dia ketakutan menatap mata nyalang Fajril yang menatapnya marah sekaligus tak suka. Keringat dingin menetes dipelipisnya yang membuat wajah Sheryn tampak memucat akibat ketakutan.
Ingin rasanya pergi dan lari dari tempat ini, namun kaki Sheryn seolah kaku untuk digerakkan, seluruh tubuhnya seakan mati rasa mendapat seruan lantang dari Fajril.

Sheryn menunduk ketakutan, lidahnya seolah kelu dan tidak bisa berbuat apa-apa. Udara terasa sesak disekelilingnya, padahal angin berhembus lumayan kencang hingga menerbangkan beberapa helaian rambutnya.

Matanya berkaca-kaca, perkataan kasar itu membuat Sheryn ketakutan. Dan kenapa Fajril tidak pernah mengerti, kalau perempuan tidak suka dibentak, dikasari, apalagi sampai diteriaki yang menimbulkan banyak perhatian dari orang-orang. Terlebih lagi, ini area sekolahan.

Sheryn membeku saat Fajril berderap maju mendekat padanya. Mengakit bola dengan kakinya, lalu menedangnya ke atas dan ditangkapnya dengan ke dua tangannya. Bola itu lalu dilempar Fajril ke arah belakang pada temannya, tanpa berpaling dari Sheryn.
Setelah menerima bola tersebut, teman-teman Fajril kembali melanjutkan permainan bola mereka walau tanpa Fajril. Karena mereka tidak mau ikut campur dalam urusan Fajril.

"Kenapa lo nunduk gitu?" Tanya Fajril yang membuat Sheryn meringis dalam hati. "Angkat muka lo dan liat gue!"

Dengan penuh ketakutan, perlahan Sheryn mendongak dan menatap mata elang Fajril yang menatapnya tajam.

"Lo gak punya kuping ya?! Atau kuping lo udah gak perfungsi lagi, sampe sampe lo gak denger temen-temen gue nyuruh lo buat oper tuh bola!"

Sheryn tersentak mendengar nada lantang dari Fajril yang membuatnya merinding. "Gu-gue.. gak bis-sa ng.. o-p oper bol-la." Jawabnya gugup sampai tergagap karena ketakutan.

"Alesan klise! Lo jadi cewek jangan kebanyakan drama, deh! Muak gue liatnya!"

"Kalau emang lo gak bisa, ya dilempar pake tangan'kan bisa!" Sahut Fajril dengan lantang. "Siapa suruh juga lo duduk disitu!!"

Alis Sheryn bertaut bingung, apa hubungannya dengan keberadaannya dipinggir lapangan dan duduk dikursi dekat lapangan. Sheryn rasa itu tidak berpengaruh sama sekali. Fajril hanya mencoba seperti menuduhnya agar dirinya terdakwa sebagai yang bersalah.

"Apa hubungannya sama gue duduk disitu?" Tanya Sheryn heran, tampak melupakan ketakutannya. "Kayanya lo coba nuduh gue supaya jadi tersangka, deh. Padahal dengan gue duduk dikursi itu sama sekali gak ngaruh sama permainan bola lo. Ooh.. dan untuk ucapan lo yang ngatain 'alesan klise' lebih baik lo ngaca dulu gih!"

"Lo!--"

"Apa?! Mau nyari alesan apa lagi lo?" Tanya Sheryn dengan lantang dan berani. Sampai-sampai teman-teman Fajril berhenti main bola, karena kaget melihat Sheryn tampak sangat berani pada Fajril.

"Udahlah ya, Jril. Lo tuh gak pinter buat cari alesan kek apa pun, karena setiap alesan yang lo ucapin itu selalu aja gak masuk akal." Ucap Sheryn mencoba menohok sesuatu agar Fajril tau apa maksud ucapannya.

"Dan sampai kapan pun, gue gak akan pernah percaya sama setiap alesan dan omongan sok lo yang sering lo ucapin buat ngelarin suatu masalah! Lo terlalu pengecut buat jadi seorang cowok gentle, seperti pandangan satu sekolah sama lo. Dan asal lo tau ya, gue ngatain lo pengecut bukan tanpa sebab, dan gue harap lo ngerti apa maksud dari ucapan gue!"

Sheryn meninggalkan Fajril dengan wajah tampak seolah ditampar, cowok itu tampak sayu menatap punggung Sheryn yang mulai menjauh dan hilang dibalik kerumunan. Fajril sampai tidak sadar, pinggirian lapangan sudah tampak penuh oleh siswa yang menonton dan mendengarkan ucapan dari dirinya dan Sheryn.

****

Sheryn duduk dikursi taman belakang sekolahnya, napasnya seolah tidak beraturan karena berlari untuk menjauhi berbagai tatapan siswa padanya. Sheryn sampai tidak mengenali dirinya saat mengucapkan ucapan yang entah mengapa melegakan sedikit perasaannya, karena berhasil menyindir Fajril yang membuat cowok itu diam dihadapannya dengan wajah seolah tertampar.

Sheryn sampai tidak menyangka keberaniannya yang harus dikembangkan untuk cowok seperti Fajril yang pernah membuatnya sakit hati. Tapi, dia ingin tau bagaimana perasaan Fajril saat ini, apakah mengerti maksud Sheryn dan sadar atas perbuatannya atau malah tidak berpengaruh sama sekali.

Tapi harus Sheryn akui, ia tampak sangat senang bisa memberi sedikit pelajaran pada Fajril dengan berucap dan sedikit mengungkit tentang hubungan mereka yang telah kandas.

Goog job, Sheryn!

****

Jangan bosen sama ceritanya ya..;)

Selamat menunaikan ibadah puasa.. bagi yang melaksanakannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Let's Move On!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang