4.Belajar untuk melupakan

73 4 0
                                    

  Setelah selesai bermain futsal dilapangan, pagi ini. Rivan berderap menjauh dari lapangan bersama teman-temannya. Matanya melirik sekilas pada seorang cewek yang berada dikoridor dan sedari tadi terus memperhatikannya. Setelah sadar siapa cewek itu, Rivan menoleh sekali lagi pada Sheryn, lalu tersenyum hangat.

Sheryn menatap takjub pada Rivan yang tersenyum padanya. Tanpa disadarinya, dia membalas senyuman itu dengan salting dan pipi semerah tomat. Dapat senyuman hangat dari cogan dipagi hari, kaya ada manis-manisnya gitu.

Sheryn menunduk menyembunyikan wajah meronanya, saat Rivan tiba-tiba berhenti didepannya. Degub jantung Sheryn makin kencang yang membuat deru nafasnya tidak karuan. Dia bingung harus bagaimana sekarang, apalagi teman-teman Rivan terus memperhatikannya dengan seringaian jahil.

"Pagi, Sher."

Sheryn tersentak, lalu mendongak dan menatap Rivan seolah tidak percaya dengan pendengarannya barusan.
Melihat keajaiban, cowok ganteng didepannya tersenyum dan mengucapkan 'Pagi' padanya.

Mimpi apa gue, semalem?

Sheryn yang mulai terhipnotis dengan senyuman maut Rivan pun akhirnya tersenyum, walau sedikit kaku akibat salting.

"Pagi juga, Riv." Sheryn menunduk malu, karena merasa pipinya mulai memanas. Apalagi teman-teman Rivan mulai menggodanya dengan bersiul jahil.

Tidak tahan dengan degub jantung dan pipi yang sudah semerah tomat. Sheryn melangkah meninggalkan Rivan beserta teman-temannya. Diiringi dengan siulan jahil yang makin nyaring, membuat Sheryn tambah malu saja.

Sesampainya dikelas, Sheryn segera duduk dibangkunya dengan senyuman yang membuat orang lain akan mengira kalau dia sudah tidak waras lagi. Dia mulai memikirkan Rivan yang bersikap tidak biasa padanya.

Indy yang tadinya sedang sibuk merumpi dengan Arlin. Segera beranjak mendekati Sheryn dan menatapnya heran. Dapat hidayah apakah sahabatnya yang satu itu, jadi senyum-senyum bahagia.

"Kenapa lo, senyam-senyum gak jelas." Celetuk Indy, lalu dia duduk dibangku yang ada didepan Sheryn. "Udah gak waras?"

Mendengar suara Indy yang mengganggu semua pikiran indahnya. Sheryn lantas langsung memutar bola matanya, menatap Indy dengan datar.

"Apaan sih, lo. Orang gue masih waras wal-afi'at gini."

"Ya abisnya, lo senyam-senyum kaya orang yang udah rada-rada." Indy memiringan jari telunjukknya diatas kening, lalu melirik Arlin disampingnya yang sedang menahan tawanya.

Sheryn menatap tajam pada keduanya, lalu berdecak. "Jahat banget sih, lo berdua!" Sheryn lalu memalingkan wajahnya dari Indy dan Arlin.

Indy mendesah, lalu menatap Sheryn yang mulai ngambek. "Terus lo kenapa, abis ketemu cogan?"

Mendengar kata 'cogan', Sheryn kembali teringat dengan senyuman Rivan yang membuatnya melayang dan hampir kehilangan nafas. Lebay, deh, Sher.

Untuk pertama kalinya, Arlin berdecak kesal. "Lah nih anak, kebiasaan, deh." Omel Arlin,  "ditanya 'kenapa', malah senyam-senyum." Arlin menoleh pada Indy yang juga menatapnya bingung. "Emang gak waras nih, temen kita." Bisiknya pada Indy.

"WOY, SHER!!" Indy yang sudah geregetan dengan Sheryn pun langsung menggebrak meja didepannya yang membuat Sheryn terlonjak kaget, termasuk Arlin.

Sheryn melongo, lalu menatap Indy yang dengan tampang watados-nya. "Lo gila ya, Dy? Bikin gue jantungan, pea!"

"Hehe.. sorry, Sher." Kekeh Indy, lalu sekian detik kemudian wajahnya berubah serius. "Mending lo cerita deh, Sher. Lo ada apa jadi senyam-senyum mulu dari tadi?" Tanya-nya pada Sheryn, lagi.

Let's Move On!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang