Acara hari itu berjalan sangat lancar, bahkan Diana merasa tamu yang hadir tak pernah berkurang karena selalu saja ada hingga hari hampir menjelang malam. Diana tak menikmati semuanya sama sekali, dia masih tak bisa menunjukkan senyum bahagianya sama sekali, bahkan sesekali Diana tanpa sadar meneteskan air matanya di sela acara itu.
Setelah semua rangkaian acara itu selesai, tanpa menunggu lagi Diana langsung berlari meninggalkan semuanya dan memutuskan untuk mengunci dirinya di dalam kamar. Diana bahkan menghiraukan semua panggilan dari orang tuanya serta pria yang baru saja menjadi suaminya. Dia menangis sejadi-jadinya saat dia ingat tentang Nino. Tangisan Diana semakin menjadi saat dia membaca pesan dari Nino yang baru saja masuk ke dalam ponselnya. Satu yang terjadi padanya, hatinya sangat hancur.
'Sayang, Kau sedang baik-baik saja, kan? Kenapa aku merasa sangat tidak tenang di sini. Kuharap ini hanya perasaanku saja.'
Diana menangis meraung sambil memeluk erat ponselnya tanpa berniat membalas pesan dari Nino. Diana tak tahu apa yang harus dia katakan pada pria itu. Dia membenamkan tubuhnya di dalam selimut. Dadanya terasa sesak menahan semua kebodohan yang baru saja dilakukan.
"KENAPA, HIKS KENAPA??!!" Teriak Diana di dalam kamar.
Dia bahkan tanpa sadar melempar apapun yang ada di depannya. Diana ingin meluapkan semua kekesalan serta kemarahan yang lebih dia tunjukkan pada dirinya sendiri. Bagi Diana yang awalnya memang tahu semua ini bukan salahnya, tapi mengingat dia yang tak bisa menolak semua ini membuatnya sadar bahwa dia yang salah di sini. Diana tak berhak menyalakan orang lain, apalagi orang tuanya yang pasti berniat baik untuknya.
"Diana."
Diana mendengar panggilan suara lembut yang sangat dikenal olehnya, siapa lagi kalau bukan Keyla. Diana sama sekali tak menjawab, dia masih meringkuk di samping ranjang dan terisak begitu menyesakkan. Hingga dia mendengar suara itu lagi bersamaan dengan ketukan di pintu.
"Sayang, Mama mohon buka pintunya," suara Keyla terdengar di depan pintu kamarnya. "Diana, mama mohon keluarlah sebentar, mama akan jelaskan semuanya," lanjut Mamanya.
Diana tak sanggup lagi mendengarnya, tangisan mamanya adalah yang paling Diana benci, tapi sekarang Diana tidak dalam keadaan bisa menerima itu semua secara logika. Dalam pikirannya, Diana hanya ingin pergi dan melupakan semuanya. Tapi percuma, kakinya bahkan seperti tak sanggup menahan tubuhnya jadi yang bisa Diana lakukan sekarang hanya menutup telinga dengan kedua tangannya.
"Maafkan aku, Nino, maafkan aku...hiks hiks..." batin Diana.
Dia semakin memeluk kedua lututnya dengan tangisan yang semakin deras. Dadanya terasa sakit mengingat satu nama yang masih begitu dia cintai.
***
Seharian itu Diana hanya menangis di dalam kamarnya, dia bahkan tak keluar dari kamarnya sejengkalpun. Dan itu membuat semua orang di rumah itu terutama kedua orangtuanya sangat kawatir, terlebih mengingat kalau Diana belum makan apapun sejak kemarin malam. Hal itu membuat kedua orang tuanya ingin sekali membuka paksa pintu kamar itu, tapi mereka hanya bisa mengurungkan niatnya saat mengingat bagaimana sikap putrinya. Mereka yakin Diana pasti akan semakin marah jika mereka melakukan itu.
Di ruang tengah rumah itu, terlihat pria bernama Reyhan, yang tak lain pria yang baru saja menjadi suami Diana terlihat duduk di sofa -yang bisa menatap jelas lantai dua di mana kamar Diana berada. Pria itu duduk di sana cukup lama, bahkan bisa dibilang sejak Diana memutuskan untuk mengunci dirinya di dalam kamar. Terlihat jelas kekawatiran di wajah Reyhan mengingat istrinya menangis tepat setelah mereka menikah, bahkan sekarang wanita itu sama sekali tak ingin melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ✔
General FictionNEW STORY BY NESYARERA GENRE ROMANCE Diana Bramastya seorang penari sekaligus penyanyi di sebuah panggung seni bersama dengan Nino -kekasihnya. Dia sudah menjalin hubungan selama 5 tahun dengan Nino Hermawan. Selama itu juga hubungan mereka baik-bai...