16. Just Believe

292 14 0
                                    

Jangan Lupa Vote Dan Comment

---- **** NESYARERA **** ----

Mereka sudah berada di rumah sakit saat ini. Setelah Reyhan pingsan, Mama Diana meminta Reyhan untuk langsung dibawa kerumah sakit karena detak jantungnya sangat lemah. Diana tidak sanggup berkata apa-apa saat melihat tubuh Reyhan terkulai seperti itu. Beruntung Nilam mendampinginya hingga tiba di rumah sakit sehingga dia tak terlalu lemah.

Saat ini Diana sedang duduk di kursi tunggu di depan ruang di mana Reyhan sedang ditangani oleh Mamanya. Di samping kanannya duduk Mama Reyhan dan di kirinya ada Nilam. Diana hanya mampu menunduk menatap ujung sepatunya sambil tangannya saling meremas di atas paha. Beberapa kali dia juga mengelus perutnya yang terasa sedikit bergejolak, mungkin bayinya sedang resah dengan keaadaan ayahnya sama seperti Diana. Dia menggigit bibirnya menahan tangis, karena dia tidak ingin Reyhan melihatnya menangis. Jadi sekuat tenaga dia menahan air mata yang bisa kapan saja turun.

"Kenapa tidak pernah ada yang memberitahuku soal ini, hah?" Nino sedikit membentak orang tuanya.

Dia berdiri tepat di depan Mama dan Papanya yang terlihat sedih, wajah Nino terlihat sangat marah. Bagaimana tidak? Dia tidak pernah tahu bahwa kakaknya sekarat, dia bahkan hanya bisa panik dan bingung saat Reyhan pingsan di depan matanya. Terlebih saat mendengar penjelasan dari Mama Diana mengenai kondisi Reyhan yang jauh dari kata Baik.

"Karena kami juga baru mengetahuinya beberapa bulan lalu, Nino. Dan lagi Reyhan tidak ingin kau tahu soal ini. Dia tidak ingin kau kawatir seperti ini," jelas Nilam. Karena tahu Mama Nino tidak mungkin bisa menjawab karena dari tadi masih menangis di pelukan suaminya.

"Omong kosong!" Nino mendengus mendengar jawaban Nilam. "Kenapa selalu alasan sampah seperti itu, hah? Apa dia memang tidak pernah menganggapku saudaranya? Apa kalian tidak pernah menganggapku ada? Maka dari itu kalian menyembunyikan semua ini?" lanjutnya menatap tajam Nilam.

Diana masih terdiam, berusaha tidak memperdulikan Nino. Yang ada di pikirannya sekarang hanya Reyhan yang sedang berjuang di dalam. Dia ingin egois sekali lagi, dia ingin Reyhan memberinya waktu lebih lama.

"Tidak, Nino, Tidak. Bukan itu alasannya. Sungguh!!" jawab Nilam.

"Trus apa lagi kalau bukan itu, Nil? Dia sedang sekarat di dalam, Nil, dan aku adiknya jadi orang terakhir yang mengetahui ini? Apa lagi kalau bukan itu?" balas Nino nadanya lebih rendah dari sebelumnya.

Nilam menggeleng tidak sanggup menjawab lagi, dia tahu bagaimana kecewanya Nino saat ini. Dia tahu sedekat apa hubungan Reyhan dengan Nino, tapi sekarang Nino malah menjadi orang terakhir yang mengetahui kondisi Reyhan. Nino pasti marah, sedih, dan kecewa secara bersamaan.

"Nino, tenanglah," Diana membuka suaranya saat melihat Nilam tidak mampu lagi menjawab dan hanya menangis. Membuat Nino langsung menatap tajam Diana. "Bisa kau duduk dan menunggu tanpa terus menyalakan seperti itu? Kita semua juga sama kawatirnya denganmu," lanjut Diana tenang.

"Di? Kau masih bisa bicara seperti itu, hah? Apa kau sama sekali tidak kawatir dengan Reyhan di dalam sana?" Nino menuduh, Diana masih terdiam sambil menatap Nino. "Dan kau bahkan tidak menangis saat suamimu sedang sekarat di dalam sana?" lanjutnya. Diana tersenyum lirih

"Nino, kenapa aku harus menangis? Aku hanya ingin kau tenang saat ini? Apa kau tidak lihat hah semua orang di sini juga sedang menunggu kabar dari dalam?" jawab Diana. Dia mati-matian agar tidak berteriak dan menangis. Nino tertawa mendengar jawaban Diana.

"Aku tidak percaya ini, Diana, bahkan kau bisa setenang ini menjawab pertanyaanku," Nino mendecih. "Apa kau memang tidak pernah mencintainya? Apa kau memang senang melihatnya seperti?Apa ka..."

YOU ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang