La Chérie. 8

39 2 0
                                    

"Kira-kira siapa yang punya jimat seperti itu?" tanya Liana.

"Jimat seperti itu jarang bisa berpindah tangan. Saking kuatnya, biasanya kalau tidak dibutuhkan lagi, jimat seperti itu langsung dihancurkan. Jadi, kalaupun ada yang memilikinya, kemungkinan besar dia membuat jimatnya sendiri," jelas Volok.

"Membuatnya sendiri? Bagaimana caranya?" Aku menatap Volok takjub. Rasanya menakjubkan kalau kita bisa membuat benda berkekuatan sihir.

"Membuat jimat sendiri itu bisa mudah atau sulit, tergantung jenis jimatnya. Jimat yang kuat biasanya dibuat dari gabungan mantra dan aura sihir. Sementara jimat sekuat yang kamu temukan di buku harian itu dibuat entah dari mantra dan aura sihir yang sangat kuat, atau dari kumpulan aura sihir yang sangat banyak," tebak Volok.

"Tapi sepertinya agak mustahil mengumpulkan aura sihir yang cukup banyak untuk membelokkan mantra peri lain," Liana menggelengkan kepalanya.

"Sebenarnya pembuat jimat itu tidak harus mengumpulkan aura banyak-banyak. Aura-aura biasa namun berbeda jenis bisa sama kuatnya dengan banyak aura yang sejenis," ujar Mirabella.

"Aura biasa namun berbeda jenis?" tanyaku.

"Ya. Kekuatan sihir peri itu banyak jenisnya, lho. Kalau pembuat jimat ini bisa mengumpulkan aura sihir peri dari semua jenis kekuatan sihir, membuat jimat yang kuat tentu tidak akan sulit." jelas Mirabella.

"Jangan-jangan Rosemary yang membuat jimat ini," tebak Volok.

"Dia kan tidak punya kekuatan sihir apa pun," bantah Liana.

"Tapi bukan tidak mungkin, lho. Bisa saja orang lain yang membuatkannya untuk dia." Mirabella menduga.

"Siapa yang mau membuatkannya jimat berbahaya seperti itu?" Liana mengernyitkan dahi.

"Astaga, dugaan kita jadi aneh-aneh," keluh Volok. "Lebih baik kita ke dunia peri sekarang," ajaknya.

"Untuk apa?" tanyaku kaget.

"Untuk apa lagi kalau bukan untuk tujuan kalian semula. Kita temukan dulu tempat persembunyian sebagian besar peri, lalu setelah membujuk mereka sedikit, kita kembalikan mereka ke tempat tinggal mereka. Kalau ada yang menahan kita, mau tidak mau kita usir mereka dengan caraku," ujar Volok tegas.

"Kita bunuh?" tanya Liana khawatir.

"Bukan. Paling aku rayu sedikit agar kita diberi jalan," jawab Volok ringan. Liana menatap Volok dengan tatapan aku-menyesal-telah-menanyakan-hal-itu.

"Jadi... Bagaimana caranya kita ke dunia peri? Apakah dengan mantra?" tanyaku antusias. Inilah aku. Di saat yang lain seharusnya khawatir, aku malah antusias. Jelas saja aku antusias. Bayangkan saja. Aku akan ke dunia peri dengan mantra, atau mungkin bubuk berkilau. Dan bisa saja sapu terbang, seperti penyihir-penyihir. Pokoknya cara-cara berpindah tempat yang ajaib.

"Mantra? Tentu saja tidak," Mirabella tertawa. "Kita jalan kaki," jawabnya. Aku melongo. Imajinasiku kandas seketika.

"Di dekat sungai tadi ada jalan tersembunyi yang menuju ke dunia peri. Meskipun untuk membukanya kita harus pakai mantra juga, sih," ujar Volok.

"Oh ya?" kataku malas. Antusiasmeku sudah surut.

"Iya," Volok mengangguk. "Ayo kita ke sana sekarang!"

Mirabella, Volok, Liana dan aku kini berjalan menyusuri sungai lagi. Kali ini malah Mirabella yang khawatir.

"Hati-hati, Liana," Mirabella memperingatkan. Liana mengangguk menanggapinya. Kami lalu melanjutkan perjalanan, namun persis seperti yang kuperkirakan, tidak sampai 5 menit kemudian Mirabella memperingatkan Liana lagi.

"Hati-hati," katanya.

"Pasti," ujar Liana. Volok tampak menahan tawa. Kami pun menyebrangi jembatan kayu kecil yang aku dan Liana lewati beberapa jam lalu. Kali ini Mirabella malah menggenggam erat tangan Liana.

"Hati-hati ya, Liana," Mirabella memperingatkan, sekali lagi. Dan kali ini Liana yang menatap Mirabella dengan tatapan 'Anda-sudah-mengatakannya-tiga-kali'. Volok tertawa keras melihat hal ini, sementara aku cuma nyengir kuda.

"Jangan menertawakanku!" hardik Mirabella. Volok langsung terdiam, lalu diam-diam tertawa terkekeh-kekeh.

"Dia memang benci ditertawakan," bisik Volok padaku. Aku mengangguk mengerti.

Kalau beberapa jam lalu aku dan Liana berbelok dari jembatan untuk menyusuri tepi sungai, sekarang Volok menuntun kami berjalan lurus dan bertemu deretan pohon dengan bunga warna pink yang ternyata adalah sebuah hutan. Kami memasuki hutan tersebut.

"Hutan ini tidak ada hewan buasnya, kan?" tanya Liana khawatir.

"Hewan buas? Ada, tentu saja," Volok mengangguk dengan tenang. "Tapi mereka selalu mengenali peri penjaga seperti aku. Jadi kalian aman," jamin Volok. Liana menghela napas lega.

Setelah berjalan beberapa puluh meter ke dalam hutan, kami menemukan rumpun-rumpun bunga krisan. Indah sekali. Volok berhenti di depan salah satu rumpun bunga krisan.

"Setelah ini apa?" tanyaku.

"Aku akan memantrai tanaman ini. Nanti bunga-bunga ini yang akan membuka jalan ke dunia peri," papar Volok. Aku mengangguk mengerti. Volok lalu membisikkan rangkaian kalimat yang lagi-lagi tidak aku mengerti. Setelah selesai, Volok sedikit menjauh dari rumpun bunga itu. Tiba-tiba, semua bunga di rumpun tersebut menguncup.

"Apa?" seru Liana. "Kamu membuatnya layu!" Liana memelototi Volok.

"Astaga, Liana. Sabarlah," Mirabella memegang pundak Liana. Liana pun terlihat lebih tenang.

Belum genap satu menit, bunga-bunga di rumpun itu mendadak membuka kembali sambil mengeluarkan bubuk berkilau yang berwarna tembaga. Aku terkagum-kagum. Lalu ada angin yang cukup kencang, dan setelahnya aku hanya bisa melihat warna tembaga di sekelilingku.

Kemudian gelap.

.... Tungguin part selanjutnya ya~ ....

Thank You,

ありがとう ございます,

감사함니다,

Terima Kasih,

Hitorikko

La ChérieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang