La Chérie. 2

96 6 1
                                    

Wanita pemilik toko permen itu melihat ekspresi keterkejutanku, lalu dia tertawa kecil.

"Sudah kuduga, kamu pasti tahu. Kamu cuma tidak memercayai kata hatimu," ujarnya. Aku menatapnya tidak percaya.

"Maksudmu cerita Mirabella Delphine itu nyata?" Aku mengernyitkan dahi. Dia mengangguk.

"Meskipun mungkin kedengarannya seperti dongeng pada umumnya, cerita itu memang kisah nyata. Terkadang hal-hal yang nyata bisa lebih mengagumkan dari dongeng peri," jawabnya.

Tapi tak lama kemudian, giliran wanita pemilik toko permen itu yang mengernyitkan dahi.

"Setahuku tidak ada lagi yang menuturkan cerita itu. Dari mana kamu mendengarnya?" tanyanya. Aku mengingat-ingat sebentar.

"Aku membacanya di sebuah buku yang aku temukan saat darmawisata sekolah," jawabku. Saat itu sekolahku memang sedang mengadakan darmawisata ke kebun raya, dan aku menemukan buku berisi cerita itu di tengah-tengah rumpun bunga lily.

"Tapi bentuknya tidak seperti cerita," lanjutku. "Lebih seperti..."

"Catatan harian," sela wanita pemilik toko permen. Aku terkejut, lagi. Bagaimana dia tahu?

"Sebenarnya, cerita yang dituturkan orang-orang juga hanya diwariskan dalam bentuk lisan. Tidak ada satu pun bentuk tertulis dari cerita itu," jelasnya.

"Lalu, yang aku baca itu buku apa?" Aku semakin penasaran.

"Apa lagi kalau bukan catatan hariannya Mirabella Delphine," jawabnya. "Sayangnya ada beberapa bagian yang tidak dia tuliskan dengan detail," Dia menghela napas.

"Bagaimana caranya cerita itu bisa diwariskan? Apakah Mirabella menceritakannya pada orang-orang?" tanyaku.

"Itu tidak mungkin. Berita kaburnya dia ke dunia manusia akan terbongkar. Ini berarti ada yang menemukan buku itu, jauh sebelum kamu,"

Aku merinding. Bayangkan saja. Berarti buku cerita yang aku baca dengan penuh kekaguman waktu itu adalah buku harian seorang peri. Peri, loh! Makhluk mitologi yang biasanya cuma bahan khayalan gadis-gadis kecil.

Kemudian ada keheningan. Aku mengambil satu butir permen raspberry dan memakannya. Rasa manis raspberry menenangkan perasaanku sebelum akhirnya wanita pemilik toko permen bertanya,

"Kamu tahu bagian dimana para peri menghilang secara mendadak, kan?" tanyanya. Aku mengangguk. "Sebenarnya mereka bukannya menghilang, tapi diburu," jelasnya. Aku tertegun.

"Diburu? Kenapa?" tanyaku.

Dia menghela napas.

"Sebenarnya lebih karena dendam. Si pemburu ini sebenarnya adalah seorang manusia," jawabnya. Manusia? "Manusia sebenarnya tidak bisa melihat peri. Hanya saja kalau peri yang bersangkutan 'bersedia' untuk dilihat manusia, dia akan menampakkan dirinya. Namun sekali melihat seorang peri, manusia akan mampu melihat peri yang lain, meskipun mereka tidak menampakkan diri," jelasnya. Melihat aku yang sepertinya mengerti, dia melanjutkan ceritanya.

"Pernah suatu hari, ada seorang gadis yang bernama Liana sedang berjalan-jalan bersama sahabatnya, Rosemary di tepi sungai. Kebetulan sungai ini alirannya deras dan tepiannya cukup licin. Karena tidak hati-hati, Liana terpeleset dan jatuh ke dalam sungai tanpa sepengetahuan Rosemary," Wanita pemilik toko permen itu menghela napas, lalu melanjutkan ceritanya. "Beberapa saat setelah Liana jatuh ke dalam sungai, seorang peri akhirnya menampakkan dirinya dan mencoba menyelamatkan gadis itu dari aliran deras air."

"Kenapa dia harus menampakkan diri?" selaku.

"Peri harus menampakkan diri dahulu untuk bisa menyentuh manusia," jawabnya.

Dia lalu melanjutkan ceritanya sambil menata toples permen caramel.

"Saat itu, Rosemary baru sadar kalau Liana terjatuh ke dalam sungai. Begitu melihat peri yang memegangi Liana, dia jadi salah paham dan berpikir kalau peri itulah yang menarik Liana ke dalam sungai. Namun ternyata Liana sudah hilang terseret arus sungai."

Aku menutup mulutku dengan kedua tangan, terkejut.

"Padahal kan peri itu mencoba menyelamatkannya!" seruku. Wanita pemilik toko permen mengangguk.

"Itu juga yang dikatakan si peri, tapi sayangnya Rosemary tidak mau percaya. Akhirnya, dia jadi dendam dan, bisa kamu bayangkan sendiri apa selanjutnya," Wanita pemilik toko permen mengakhiri ceritanya sambil tersenyum sedih.

"Rosemary memburu semua peri?" tanyaku. Dia mengangguk.

"Jadi... Peri-peri itu mati?" cecarku.

"Untungnya, mereka tidak sempat dibunuh. Sebelum Rosemary sempat membasmi para peri, mereka sudah mengungsikan diri ke luar negeri peri." ujar wanita pemilik toko permen. "Tapi ada beberapa peri yang tertangkap, yang sampai sekarang entah bagaimana nasibnya," lanjutnya.

"Ya ampun... Mengungsi ke mana mereka? Jangan bilang dunia manusia," tebakku. Wanita pemilik toko permen tertawa.

"Tentu saja tidak. Para peri tidak akan terbiasa hidup di dunia manusia, karena cara hidupnya yang berbeda. Mereka mengungsikan diri ke tempat tersembunyi di balik tanaman di hutan peri," jelasnya.

Mengingat tadi dia mengatakan bahwa kisah ini benar-benar terjadi, aku mengernyitkan dahi. Ini semua terlalu.... Apa ya... Terlalu imajinatif untuk dipercaya. Aku menggeleng tanpa sadar. Wanita pemilik toko permen itu menatapku.

"Kenapa?" tanyanya.

"Ini semua tidak bisa kupercaya," jawabku pelan. Tapi dia malah tersenyum.

"Aku tahu kamu akan mengatakan itu," ujarnya, "Oleh karena itu, aku ingin menunjukkan sesuatu. Tapi kuharap kamu tidak akan berteriak, panik atau semacamnya." Aku hanya mengangguk. Seberapa menakjubkan sih hal yang bisa ditunjukkan di toko permen?

Dia lalu mengarahkan tangannya ke pintu kayu toko permen, dan pintu itu langsung tertutup.

.... Tungguin part selanjutnya ya~ ....

Thank You,

ありがとう ございます,

감사함니다,

Terima Kasih,

Hitorikko

La ChérieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang