La Chérie. 17

52 3 0
                                    

N. B. : Akhirnya! Chapter terakhir!! 😭😭😭😭 Author sangat berterima kasih pada semua orang yang telah menemani Author dalam pembuatan La Chérie. Oh ya, semua bagian yang berkaitan dengan kue ajaib terinspirasi dari The Bliss Bakery Trilogy karya Kathryn Littlewood. Ini adalah salah satu dari trilogi terbaik yang pernah ada. Membacanya saja akan membuat kalian lapar dan ingin kue! Author harap kalian menunggu cerita-cerita selanjutnya yah! Annyeong!

.... La Chérie ....

Melihat ekspresi Rosemary yang kurang ramah, kami mengira dia akan mengusir Liana dari rumahnya. Tapi ternyata, di luar dugaan kami semua, Rosemary tiba-tiba malah menangis sambil memeluk Liana. Bagi kami itu mengharukan sekali. Aku bahkan sempat melihat Mirabella menitikkan air mata. Setelah berpelukan, Liana berbicara sebentar dengan Rosemary dan menunjuk kami. Rosemary mengernyitkan dahi, terutama saat melihat Volok, tapi akhirnya dia mengangguk dan masuk ke dalam rumah. Liana memberi isyarat pada kami untuk memasuki rumah Rosemary. Di situ, Lyra sempat-sempatnya mengeluh karena tidak membawa ulat sagu untuk camilan Cosimo.

"Astaga, aku bahkan tidak mau mengingatnya," keluh Stav.

"Aku cukup yakin dia akan baik-baik saja. Lagipula kan dia bisa makan semut atau apalah yang berkeliaran di sini!" Laurelle menepis udara di depannya.

"Cosimo tidak suka semut. Menurutnya rasanya asam," bantah Lyra. "Tapi ya sudahlah. Aku juga yakin dia akan baik-baik saja," katanya, lalu berjalan bersama kami menuju rumah Rosemary.

Saat kami sudah masuk, ruang tamu yang berkesan klasik menyambut kami. Sofa-sofa Rosemary berwarna krem dan dihiasi motif bunga-bunga berwarna ungu dan marun. Sofa-sofa itu diletakkan mengelilingi meja marmer kecil. Di sudut ruangan ada lemari berwarna gading dengan boneka porselen berbaju merah berkilau di atasnya. Di langit-langit ada chandelier kecil dengan hiasan kristal, dan samar-samar kami bisa mencium wangi roti yang sedang dipanggang. Suasana di dalam sana hangat dan nyaman. Padahal tadinya kami pikir ruangan di rumah ini akan terasa dingin dan hampa.

"Kalian duduk saja. Ini, aku bawakan teh bunga mawar," kata Rosemary yang ternyata sedang membawa nampan berisi cangkir-cangkir dan teko teh dari dapur. "Kebetulan aku juga sedang memanggang roti," lanjutnya sambil meletakkan bawaannya di atas meja. Kami langsung kikuk. Bagaimana tidak, Rosemary itu ternyata jauh dari sangkaan kami. Kalau dipikir-pikir kami tega juga pernah menuduhnya penyihir jahat atau apalah.

"Bolehkah aku membantumu?" tanya Liana.

"Tidak usah, sebentar lagi selesai kok. Kamu duduk saja," tolak Rosemary, lalu dia kembali ke dapur.

"Jadi, itu Rosemary yang katanya mengerikan itu?" Aku tidak tahan untuk tidak berbisik saat Rosemary sudah jauh. Liana tertawa.

"Siapa bilang dia mengerikan?" bantahnya.

"Kalau boleh jujur, aku pernah berpikir bahwa saat kita bertemu Rosemary, kita akan melihat wanita kejam dengan mata berkilat-kilat licik. Dan sekarang dia bahkan memberi kita teh yang sangat enak," komentar Laurelle sambil mengangkat cangkir tehnya.

"Kamu sudah meminumnya?!" tanya Mirabella kaget. Dalam keadaan kikuk begini, sepertinya cuma Laurelle yang sanggup minum teh.

"Yah, memangnya kenapa? Minum saja," ujar Laurelle. Kami lalu ikut mengambil cangkir dan mencoba tehnya. Laurelle benar, tehnya enak. Wanginya seperti mawar dan rasanya juga tidak terlalu manis dan tidak terlalu pahit.

Rosemary kembali dari dapur dan membawa tumpukan roti bundar yang mengepulkan asap. Dan wanginya bahkan mengalahkan roti-roti mahal di bakery yang harganya di luar batas kewajaran. Dia lalu meletakkannya di atas meja dan duduk dengan anggun di sofa di depan kami. Dan mulai detik itu, kekikukan kembali muncul. Kami semua diam, seperti mempersilakan yang lain untuk berbicara dahulu.

"Rosemary..." panggil Volok yang akhirnya memecah keheningan.

"Ya?" jawab Rosemary.

"Maafkan aku... Seharusnya aku hargai saja keputusanmu untuk menghilang waktu itu," Volok menghela napas. Rosemary menggeleng.

"Justru aku yang tidak menghargai usahamu," katanya. "Dan aku berpikir, tidak seharusnya aku menjauhi semua peri hanya karena aku takut mereka menjauhiku," lanjut Rosemary sambil meminum sedikit tehnya.

"Dan kami minta maaf karena sudah menganggapmu jahat," Laurelle berkata lirih. Bukannya marah, Rosemary malah tertawa.

"Dianggap jahat itu hal biasa bagiku. Tidak perlu minta maaf," tolaknya. Laurelle malah merasa malu.

"Mirabella, Volok, terima kasih karena telah menyelamatkan Liana waktu itu. Aku berhutang budi pada kalian," ujar Rosemary. "Kalau tidak ada kalian, mungkin aku tidak akan bertemu dia lagi," lanjutnya. Mirabella dan Volok mengangguk.

"Lalu, bagaimana dengan peri yang kutinggalkan di padang bunga matahari..." Pertanyaan Volok langsung dipotong Rosemary.

"Mereka jelas baik-baik saja. Padang bunga itu sekarang sudah seperti perumahan," keluhnya. "Kalau tidak ada lebah-lebah dari peternakan, mungkin padang bunga peony ini akan jadi perumahan juga," Dia menggelengkan kepalanya.

"Baiklah. Untuk membersihkan nama kalian, aku akan bicara dengan penduduk kota. Aku yakin mereka akan mendengarkanku," kata Lyra sambil menatap Volok dan Rosemary.

"Terima kasih," ujar Volok.

"Ini Putri Lyra, ya? Duh, maaf, aku hanya bisa memberikan roti," Rosemary tertawa kecil.

"Tidak masalah. Lagipula aku lebih senang dipanggil Lyra," balas Lyra. Rosemary mengangguk, lalu tiba-tiba dia menatapku.

"Kalau begitu, kamu siapa?" tanyanya.

"Yah, agak sulit menjelaskannya," keluh Mirabella.

"Tapi yang jelas tiba-tiba dia ada di petualangan kami," ujar Laurelle, lalu dia meminum sedikit tehnya. Aku juga meminum tehku dengan gugup. Rosemary lalu mengendikkan bahu.

"Tidak apa-apalah. Tapi aku harus berterima kasih padamu juga karena telah menemani Liana sampai ke sini," katanya. Aku mengangguk lega. Ternyata dia tidak akan menyihirku atau semacamnya.

"Baiklah, sekarang ayo makan roti kentang yang baru saja kubuat. Rasanya akan mengingatkan kalian pada masa lalu yang indah," tawar Rosemary. Masing-masing dari kami mengambil satu buah roti yang masih hangat.

"Seharusnya kamu buka bakery, Rosemary," saran Liana.

"Eh, tunggu dulu! Rotinya akan lebih enak kalau dimakan dengan madu. Biar aku ambilkan," Rosemary mengarahkan tangan ke lemari kecil di sudut ruangan, lalu membuka pintunya dan 'memanggil' toples madu di dalamnya ke meja kami dengan sihir. Kami melongo kaget.

"Kurasa kalian harus terbiasa dengan itu nanti," Rosemary tertawa sambil membuka tutup toplesnya.

.... The End ....

Thank You,

ありがとう ございます,

감사함니다,

Terima Kasih,

Hitorikko

La ChérieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang