Bagian 3

88 4 1
                                    

Vandra Reynand

Karena disaat aku menemukanmu,didepan gerbang sekolah.Dalam benakku,telah berniat untuk membuatmu bahagia.Apa niat ini terlalu cepat untuk diungkapkan,Berliana? Batinku.

"Vandra?" Gadis itu melambaikan tangannya didepan wajahku.

"Eh,iya?" Aku menyadarkan lamunku.Ternyata, aku melamun sambil menatap bola matanya yang cantik.

"Kenapa dengan wajahku?Apa ada yang salah?" Gadis itu,mengelap wajahnya dengan tanganya.Lucu.

"Engga kok." Tawaku kecil

"Bohong,kamu ketawa gitu."

"Memang tertawaku,menandakan ada sesuatu diwajahmu?"

"Siapa tau." Gadis itu,menatap langit sambil mengerecutkan bibirnya.

Aku memberikan handphone padanya. "Nih,liat aja."

Gadis itu menerimanya.Lalu membuka camera,dihandphoneku.

"Tidak ada apa-apa kan,diwajahmu?"

Gadis itu tersenyum.
"Hehe,iyaa.Lalu,kenapa kamu melihatku seperti itu?"

"Tadi..ada nyamuk diwajahmu." Aku berpura-pura bermuka serius.

"Terus,Vandra mau memukul nyamuk dan wajahku?"

"Pengennya."

"Vandraa." Gadis itu mengglitikkan badanku,sambil tertawa.

"Ampun." Kedua tanganku,aku angkat.Menyerah.

Gadis itu,menghentikan glitikkannya.
"Ga mungkinlah,aku memukul nyamuk yang ada diwajahmu."

Gadis itu,tersenyum. "Mungkin,aja.Tidak ada yang tidak mungkin didunia ini,bukan?"

"Kamu benar.Tapi aku pastikan,didunia ini tidak akan terjadi Vandra memukul Berliana."

"Karna Berliana juga,akan melawan Vandra." Berliana tertawa kecil.

Ting Tong Ting Tong
Suara ponselku berbunyi.
"Eh,ini ndra mamamu telpon." Berliana mengembalikan ponselku.

"Bentar ya,aku angkat telpon dulu." Aku menjauh darinya.

Aku mengangkat telpon.
"Halo,kamu dimana sekarang,Vandra?" Suara dari dalam telpon,mama.

"Aku lagi dirumah temen."

"Hari ini,mama akan mengadakan makan bersama." Suara mama.

"Kalau ada papa,aku tidak mau makan bersama."

"Tolong,baikan ndra.Papa itu,ingin yang terbaik buat kamu."

"Maaf mah. Itu hanya terbaik untuk papa,bukan aku."

"Tapi Vandraa.."

Tut Tut.
Aku mematikan telpon.
"Maaf mah,aku mematikan telpon begitu saja." Aku bergumam dengan merasa bersalah.

Aku kembali ketempat duduk,bersama gadis itu.

Gadis yang sedang melamun,menatap langit.
"Kenapa terus menatap langit,yang bukan kesukaanmu?"

"Eh,udah selesai telponnya?" Gadis itu,sedikit kaget.Ketika,aku menghampirinya.

"Sudah,kenapa terus menatap langit,yang bukan kesukaanmu?" Ulangku.

"Bukan berarti yang lain itu,harus dibenci bukan?"

"Apa kamu juga suka langit yang sangat terik?langit itu,banyak yang tidak menyukainya,karena bisa membakar kulit."

"Tidak,aku tidak membencinya.Karena tidak ada teriknya matahari,mungkin dunia ini gelap." Senyum Berliana.

"Kalau gelap,aku tidak bisa melihat dengan jelas wajahmu."

"Bukan wajahku saja,tapi semuanya."

"Oh iya,ada yang aku ingin tanyakan." Tanyaku.

"Kayaknya,kamu dari tadi bertanya terus."

Aku dan Berliana tertawa kecil.
"Mau tanya apa?"

"Tadi,kenapa kamu hampir pingsan?"

"Belum sarapan,hehe."

"Pantesan."

"Pantesan,aku lemah ya ndra?"

Kamu bukan gadis lemah,Berliana.
"Semua orang,kalau belum sarapan,terus suruh lari 4 kali.Bakalan sama sepertimu." Ucapku,mengelus kepalanya pelan.

Ting Tong
Suara handphoneku,berbunyi kembali.
"Handphonemu bunyi,ndra."

"Nanti aja,aku buka."

"Siapa tau penting"
Aku menatap gadis itu sebentar.Lalu,aku ambil handphoneku disaku celana.
Mama: Vandra,cepat pulang.Mama menunggumu.

"Aku pulang dulu yaa.Sampai ketemu besok." Sambil berdiri dan memasukan handphone disaku celana lagi.

Dibawah Langit.Where stories live. Discover now