Vandra reynand
Ketika aku ingin mengejarmu. Ada seseorang yang memaksaku untuk menetap berdiri ditempat.
"Ga usah dikejar ndra." Kata gladis yang menarik tanganku.
"Aku ga bisa ninggalin dia,glad." Aku menatap kedua bola mata gladis.
"Kenapa? Lo jatuh cinta sama cewek itu?" Bola mata Gladis menatapku tajam.
"Mungkin gue jatuh cinta."
"Udah lama lo gak pernah jatuh cinta. Jangan cepat nyimpulin itu cinta."
"Tapi glad,dia beda."
"Beda gimana? Tu cewek biasa aja ndra."
"Itu menurut sudut pandang lo."
"Ndra,gue gak suka lo.."
Tangan Vandra menyentuh kedua lengan Gladis dan menatap Gladis lekat-lekat.
"Gini ya glad. Mau lo gak suka/suka sama Berliana, gue tetap bakalan jatuh cinta sama dia. Biarin hati gue milih dengan siapa gue jatuh cinta."
"Gue paham ndra,tapi gue gak mau lo.."
Vandra langsung memotong pembicaraan Gladis. "Semua gue yang tanggung. Sekarang,lo gue pesenin taksi."
"Lo tega?"
"Maaf banget,glad."
Gladis merebut handphone ditanganku. "Ga usah pesen. Gue bisa pulang sendiri."
Aku memegang tangan Gladis. Lalu,merebut kembali handphoneku ditangan Gladis. "Keselamatan lo,masih tanggung jawab gue glad."
****
Setelah memesankan Gladis taksi. Gladis mengerucutkan bibirnya.
"Senyum dong. Gue ga mau,lo nanti cemberut pas ketemu supir taksi."
"Apaan sih lo,ndra. Sana buruan." Gladis tersenyum kecut.
"Aku duluan glad."
Aku segera menggunakan jaketku kembali dan menaiki motor. Gladis pun berjalan di
tepi parkiran. Wajahnya masih nampak kecewa. Separuh hatiku nampak bersalah. Tapi,separuh hatiku nampak ingin segera menemui Berliana.
Aku segera menghidupkan motor dan melajukannya. Melewati Gladis. Dari kaca spion,Gladis mengusap wajahnya. Apa Gladis menangis? Maafin aku,Glad.
Motorku telah keluar dari gerbang sekolah. Mataku mencari kearah tepi jalan.
Dari arah belakang. Terdapat tubuh seorang gadis yang kucari. Ku ukir senyum dibibirku. Aku pun mengklakson dan mengerem motor di samping kanan Berliana.
"Pulang bareng sama aku."
Berliana sedikit tersontak kaget. Ketika melihat kearahku.
"Eh,Van dra?eh maksudnya,kak Vandra?"
"Kak?" Aku menstandarkan motor dan berdiri didepan Berliana.
"Iya kak. Kata itu lebih sopan. Kita cuman sekedar adik kelas dan kakak kelas bukan?"
Aku terdiam. Lalu,segera mengalihkan pembicaraan.
"Aku ingin kamu tetep nemenin aku. Katanya,kamu mau nemenin aku?" Aku memegang tangan Berliana.
"Terus temen cewekmu tadi? Eh bukan temen,pacar mungkin?"
"Namanya Gladis. Dia sahabatku dari kecil,Berliana."
"O gitu." Berlina menundukan kepala.
"Jangan suka curigaan." Tanganku mengelus kepalanya
"Maaf kak."
"Ga enak didenger,kalau kamu panggil aku kak."
"Tapi,bener kata-"
Jari telunjukku menyentuh bibirnya.
"Kalau aku yang mau. Gladis bisa apa?" Kedua tanganku memegang kedua pipi Berliana. Agar kedua matanya melihat kerahku.
Berliana hanya terdiam. Bola matanya melihat kearah mataku. Kita saling menatap. Agar tetap saling percaya.
****
"Ini benar-benar indah,ndra." Kata berliana melihat langit senja.
Kita sekarang,sedang berada di bukit. Dibawahnya terlihat kota yang kita huni. Dan didekatku, ada gadis tersenyum melihat indahnya langit senja,kesukaannya. Senyumnya, menggetarkan hatiku. Bola matanya, membuatku tidak ingin ada setetes air mata yang keluar.
"Yang lebih indah adalah kamu."
YOU ARE READING
Dibawah Langit.
Novela JuvenilTentang kisah,seorang perempuan dan seorang lelaki saling jatuh cinta. Namun dititik mencinta. Muncullah 'Dia',seorang penengah hati. Karena dia, Hati mereka saling tersayat. Tetesan air mata berjatuhan. Rindu menjadi candu. Mereka saling menatap...