Hujan, ketika hujan turun 1% hanyalah rintikan dan 99% nya lagi ialah kenangan ~
Vanesa yang berusaha fokus untuk menemani tour guide terus bersikap ramah kepada rombongannya dan juga bersikap seolah-olah tak ada yang terjadi. Ucapan menggantung yang dikatakan Aldo saat itu terus berputar di pikirannya. Ia tak menyangka kalau sahabatnya Hany yang bersamanya saat ini akan menjadi tunangan Aldo, mantannya ketika SMA.
Ingin rasanya ia cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya dan pulang untuk melampiaskan semua perasaannya hari ini. Bahkan di pikirannya, penuh dengan pertanyaan tentang sosok pacarnya. Wajar saja, ia percaya dengan pacarnya dan terus positif thinking. Ia berusaha tetap tersenyum sambil memberikan penjelasan kepada rombongannya.
Sementara itu, Henry dan Aldo yang berdebat mengakhirinya saat itu dan pergi ke tujuan mereka masing-masing. Henry yang moodnya baik kala itu tampak menyalahkan Aldo. Karena kedatangannya, rencana yang telah ia pikirkan gagal. Ia tak mungkin menanyakan hal itu kepada Vanesa saat ini. Bisa-bisa itu hanya membuat semuanya makin memburuk. Henry jelas sudah tau bagaimana memperlakukan pacarnya itu ketika moodnya sedang tidak baik malah gugup memikirkan untuk membujuknya.
Sambil menghela nafas kecil di kamarnya Henry hanya bisa pasrah karena harus melewati masa ini.
"Dan akhirnya gue harus ngerasain buat mood cewek jadi baik." ucap Henry sendiri dengan mata yang terlihat lelah sambil merebahkan tubuhnya di ranjang.
Yang benar saja, ini kali pertama Henry harus berusaha mendapatkan hati seorang cewek yang ia sukai dan juga kali pertama ia harus membujuknya.
Sudah jelas Henry berusaha untuk tidak menghubungi Vanesa terlebih dahulu sejak kejadian tersebut. Ia berencana menghubunginya selepas pulang kerja, itu pun mungkin hanya sekedar pesan singkat.
•••
Vanesa yang telah menyelesaikan pekerjaannya merentangkan kedua tangannya. Rasa lelah dan tak sabar ingin berada di ranjangnya telah ia rasakan dari tadi. Rasa sakit hati?? Sudah jelas. Walaupun Vanesa telah melupakan mantannya itu, tetap saja kemunculannya setelah beberapa tahun dengan kabar yang membuat Vanesa ingin marah membuatnya sangat sakit hati.
Seketika Vanesa ingat dengan janji pertemuan dengan sahabatnya Hany besok. Kali ini, ia sudah tau maksud akan pertemuan tersebut. Rasanya ia tak ingin bertemu bahkan bertatap muka dengannya.
"Setega itu Hany khianatin gue, ya tuhan cobaan apa ini," Vanesa yang berjalan kaki sepanjang trotoar mendapati kaleng minuman bekas dan segera menendangnya dengan kesal.
Bahkan Vanesa menendangnya beberapa kali hingga kaleng tersebut akhirnya terlempar jauh. Di sepanjang jalan menuju pemberhentian bus, ia menengok ke kanan melihat banyaknya toko makanan dan restaurant yang masih buka pada tengah malam. Di tambah lagi ramainya suara mobil yang berlalu-lalang di jalan raya membuat tingkat emosionalnya bertambah.
"Ahh brisikk!!" ketus Vanesa dengan kepala yang sudah sakit.
"Coba aja gue bisa kek mereka, saat ini juga bahkan detik ini juga gue bakalan habisin semua soju dan bir-bir yang ada di tempat itu." kata Vanesa yang saat itu tengah menengok raut wajah bahagia dari sekumpulan orang yang tengah menikmati minuman tersebut.
Di Korea yang mayoritas beragama Kristen memang sudah terbiasa meminum-minuman seperti itu. Apalagi saat banyak pikiran dan saat memasuki musim dingin. Itu adalah salah satu cara dan kebiasaan mereka di sana. Dan saat musim penghujan datang waktu yang paling tepat untuk menghilangkan rasa dingin di tubuh ialah meminum soju atau bir. Tapi Vanesa yang beragama muslim hanya bisa memandanginya pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Mysterious
Romance[Perfect cover by @horxans ] "Kau beruntung dicintai aku yang suka traveling, karena kau akan abadi bersama sejarah perjalananku." "Kamu juga beruntung dicintai aku yang suka fotografi, karena kau akan abadi bersama potret-potret kebahagiaanku." Ini...