lanjutan bagian tiga

20 4 0
                                    

Sinar matahari menerobos masuk melewati celah jendela kamar Tsukasa yang tertutup gorden. Tsukasa mendesah pelan.

"Ngghh...!!!"

"Sudah bangun, Yang Mulia?"
Asuka membungkuk di samping tempat tidur Tsukasa yang masih belum ingin membuka mata. Gadis itu membalikkan badan memunggungi Asuka.

"Heh, ini hari minggu, tahu. Remaja macam kita harusnya sekarang sudah berdandan rapi dan berkencan," kata Asuka. Tsukasa berdecih.

"Pagi-pagi buta kau sudah bicara omong-kosong. Kencan sama ciccak?" Tukas Tsukasa. Asuka tertawa.

"Haha. Aku ada hadiah."

"Apa?" Tanya Tsukasa malas.

"Beritahu aku dulu, apa ada pria yang kau suka?" Asuka memasang puppy eyesnya.

"Tidak ada. Hanya kamu dan paman."

"Masak tidak ada? Apa kau menyukai perempuan juga?"

Satu pukulan maut mendarat di kepala Asuka.

"He-hei, aku kan hanya bertanya," keluh Asuka. Tsukasa melirik saudaranya itu.

"Hanya satu tipe laki-laki yang kusuka."

"Seperti paman Aito, kan?" Potong Asuka. Ia lalu menunjukkan sebuah surat yang dibungkus amplop putih.

"Surat paman?" Tsukasa langsung bangkit dari tempat tidurnya yang hanya pas untuk satu orang. Ia membuka surat dari Aito dengan cepat lalu membacanya. Asuka sweatdrop. Ia mengintip isi surat yang dibaca Tsukasa.

"Tidak mungkin."

"Asuka kita...."

Keduanya menjerit bersama.

"Kita akan pergi ke Tokyo!!!"

🙌🙌🙌🙌🙌

Di taman Mansion Misaki, sang tuan nampak sedang duduk ditemani secangkir teh hangat. Ia sendirian dan nampak senang. Aito berjalan menghampirinya.

"Sudah hampir gelap," kata Aito.

"Benarkah? Aku terlalu menikmati kesendirian ini," tukas Misaki.

"Misaki, aku minta maaf."
Misaki tersenyum tipis. Ia meletakkan cangkir tehnya.

"Aku bukan anak kecil lagi yang akan menangis bila kau berteriak, Aito-san."

"Aku tahu."

"Selama enam belas tahun kau melayaniku, kau tidak pernah marah. Kau hanya akan marah bila aku menyinggung keponakanmu." Aito terdiam.

"Aku tidak tahu keputusanmu ini benar atau salah. Bila aku jadi Asuka dan Tsukasa, mungkin aku akan membencimu."

"Tidak ada yang sepenuhnya benar di dunia ini, Misaki."

"Bahkan diriku pun, Aito. Keponakanmu masih memiliki orang tua, meskipun kau telag memisahkan mereka."

"Tapi aku hanya orang hina yang mengasihani diri mereka," kata Aito. Misaki tersenyum kecut.

"Jangan biarkan orang lain mengasihanimu selain aku." Aito mengangkat tubuh ringkih Misaki dan mendudukkannya di kursi roda di sampingnya.

"Aku akan selalu menjadi tangan dan kakimu. Jangan pernah membandingkan dirimu dengan orang lain," kata Aito sembari mendorong kursi roda Misaki ke dalam Mansion. Misaki mendongak ke arah Aito.

"Jadi, mereka akan datang?"

"Ya."

"Aku akan mengajak mereka jalan-jalan."

"Terserah kau saja!"

Misaki diam sejenak.

"Aku akan membantumu jujur pada mereka, Aito"

"Sudah kubilang, ini bukan urusanmu!"

"Tapi Aito, aku kan....."

"Diamlah bocah cerewet! Simpan tenagamu untuk rapat besok."
Misaki mengerucutkan bibirnya kesal.

They are MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang