lanjutan Bagian Dua

34 4 2
                                    

"Asuka. Kau mau bekerja malam ini?" Tsukasa memperhatikan Asuka yang mengambil mantel abu-abunya dan bersiap pergi.

"Ya, sebentar lagi liburan musim panas. Aku ingin memberikan hadiah untuk paman."

"Hanya untuk paman? Aku gimana? Lagian paman Aito tidak akan senang melihatmu bekerja," tukas Tsukasa. Asuka tersenyum lalu memakai topi hangatnya.

"Aku ini laki-laki. Ingat! Paman pasti akan mengerti. Kau mau kubelikan apa?" Tsukasa memalingkan wajah yang blushing.

"Terserah kau saja! Hati-hati."
Asuka tertawa.

"Kau akan membantu paman Haruhi di klinik, kan?" tanya Asuka. Tsukasa mengangguk.

"Aku pergi dulu, daah."

"Hm." Tsukasa menatap Asuka yang pergi dengan sepedanya.
"Si bodoh itu."

Tsukasa menaiki tangga menuju kamarnya di lantai atas, lantai dua. Tanpa sengaja ia melihat fotonya bersama sang paman saat dirinya dan Asuka masih kecil.
Paman Aito begitu menyayangi mereka, tapi tidak membiarkan mereka tinggal dengannya. Tsukasa menghela napas panjang. Ada rasa rindu di dalam dadanya ingin bertemu sang paman.

"Semoga Asuka tidak pulang larut malam," gumamnya.

"Terima kasih, tuan. Semoga perjalanan anda menyenangkan."

Pengemudi mobil itu tersenyum dan melajukan mobilnya meninggalkan SPBU tempat Asuka bekerja. Asuka melihat ke arah jam dinding.

"Sudah jam sebelas," gumam Asuka. Malam itu adalah malam pertama kali ia bekerja sebagai karyawan separuh hari. Ia tak tahu berapa gaji yang akan diterimanya. Tapi baginya sangay lumayan daripada hanya berdiam di rumah. Yang jelas, semua tugas sekolah sudah dikerjakan.
Asuka memang tidak suka berdiam di rumah semenjak memasuki bangku SMA. Ia suka bekerja dan bertemu dengan banyak orang. Mengobrol dengan orang dewasa membuat pikirannya lebih bijak. Sejak kecil ia sudah pandai bergaul dengan banyak orang.

"Full."

"Eh."

Asuka kaget. Seorang gadis meletakkan sejumlah uang di tangannya.

"Cepatlah!" Perintah gadis itu. Tidak sabar. Asuka segera mengisi bahan bakar di mobil sport merah milik sang gadis bersurai pirang dan memakai jaket kulit hitam serta rok mini berwarna merah.

"Sudah."

"Hm. Terima kasih." Jawab sang gadis singkat. Lalu, ia segera mengemudikan mobilnya meninggalkan SPBU yang mulai sepi. Asuka termenung sejenak. "Ada juga gadis galak tapi keren seperti itu," pikirnya. "Coba Tsukasa berpenampilan seperti itu, dia pasti akan populer juga di sekolah." Asuka tersenyum sendiri membayangkan saudarinya yang galak berpakaian seksi. "Tapi itu tidak akan terjadi karena dia sangat tomboy," gumamnya lagi.

"Tidak lelah bocah?" Sapa seorang karyawan tetap. Asuka seperti biasa hanya tersenyum.

"Tidak Takumi-san. Saya masih bersemangat." Takumi membalas pesan Asuka.

"Tentu saja dia semangat, Takumi. Apalagi barusan dia berkenalan dengan gadis cantik." Goda karyawan yang lainnya. Wajah Asuka memerah.

"Hiroki-san..."

"Kalian jangan merusak pikiran anak remaja ini! Dia masih sangat polos." Takeshi merangkul pundak Asuka.

"Naa, katakan. Apa kau sudah mimpi basah, nak?"

"Haa...?" Asuka menjawab dengan wajah mengerut penuh tanda tanya.

Semua orang tertawa. Asuka salah tingkah. Sebuah mobil sedan biru tua memasuki area SPBU. Gurauan pun berakhir saat mobil itu berhenti di depan Asuka. Seorang sopir keluar.

"Full nak."

"Baik tuan."

Asuka dengan sigap melakukan tugasnya. Seperti biasa ia melirik plak mobil mewah itu. Lagi-lagi mobil mahal. Tapi , sepertinya bukan dari daerah sini. Pikirnya.

"Sudah selesai, tuan." Kata Asuka. Si sopir memberikan sejumlah uang. Sang penumpang laki-laki melirik Asuka dari dalam.

"Terima kasih, nak. Ambil sisanya untukmu."

"Aah. Terima kasih, tuan. Semoga perjalanan anda menyenangkan."

Sang sopir yang nampak masih berusia kepala tiga itu tersenyum lalu kembali ke mobil. Tidak lama kemudian, kendaraan roda empat itu meninggalkan halaman SPBU. Namun kaca mobil belakang sempat terbuka. Bayanyan Asuka yang tersenyum terpantul di kaca spion mobil merah itu. Mereknya PAJERO SPORT.

"Anak yang ramah," kata si sopir.

"Ya, Daisuke," jawab sang tuan.

"Mirip anda sewaktu muda." Sang tuan menaikkan alis.

"Apa katamu?"

"Dia ceria dan bersemangat seperti anda saat masih muda."

"Ya, mungkin." 😅😅

Sementara itu, Tsukasa masih melamun dan memikirkan banyak hal di rumah.

"Kenapa paman tidak pernah menceritakan tentang orang tua kami? Apa mereka masih hidup? Terus, kenapa mereka tidak pernah menjenguk kami? Aku tanya Asuka deh, kalau dia sudah pulang ntar ," gumamnya.

They are MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang