3. Fitnah

116 5 0
                                    

Pagi ini aku bangun kesiangan dan telat ke kampus karena tadi malam Amdi mengizinkanku pulang setelah lewat pukul 23:30 WIB, sampai di kos pukul 00:10 WIB dan akhirnya tertidur setelah mengerjakan semua tugas yang diberikan dosen selama 4 jam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini aku bangun kesiangan dan telat ke kampus karena tadi malam Amdi mengizinkanku pulang setelah lewat pukul 23:30 WIB, sampai di kos pukul 00:10 WIB dan akhirnya tertidur setelah mengerjakan semua tugas yang diberikan dosen selama 4 jam. Untunglah masih sempat shalat shubuh walaupun dipenghujung waktu.

"Aduh, sakitnya!"

Tiba-tiba kakiku tersandung. Aku berdiri sambil menahan rasa sakit di sekitar lutut dan telapak tanganku yang terluka. Saat aku mengangkat kepala dan melihat siapa pelakunya, ternyata...dia.

"Ups.. Sorry, aku nggak liat kau disitu." Amdi menyunggingkan senyuman sinisnya tanpa merasa bersalah padahal aku tahu bahwa dia sengaja melakukannya saat melihatku berjalan melewati koridor.

"Ya, nggak papa," sahutku sambil meniup telapak tanganku yang terluka.

"Makanya lain kali punya mulut tuh dijaga," Aku menatapnya sambil mengerutkan dahi. "Tadi malam." Sambungnya seraya menatap tajam. 'Oh.. jadi dia masih marah, ya' gumamku.

"Aku minta maaf karena tidak sengaja membentakmu." Ucapku perlahan sambil menundukkan pandangan.

"Sakit, ya? Sini biar kulihat."

Amdi terus menarik tanganku lalu menekannya dengan kuat tepat di daerah yang terluka. Spontan airmataku mengalir karena tidak dapat menahan rasa sakit.

"Am, sakit.. Lepasin!"

Aku menarik tanganku kembali. Airmata kuhapus dengan punggung tangan kanan.

"Sakit? Kalau begini sakit nggak?" tanya Amdi sambil menuangkan cairan yang tidak kutahu entah cairan apa ke telapak tanganku, yang kutahu luka ditanganku semakin terasa sakit dan pedih.

Aku mengemam bibir berusaha menahan rasa sakit akan tetapi airmataku tidak bisa berhenti mengalir. Kulihat Amdi tersenyum puas. Aku membalikkan badan dan berjalan sekuat tenaga, tiba-tiba aku merasakan sebuah tangan menarik pergelangan tanganku.

"Udah, sini biar ku obatin,"

Amdi menarikku menuju sebuah kursi lalu mendorongku hingga terduduk. Dia pun mengeluarkan sapu tangan berwarna peach dari sakunya lalu membersihkan luka ditangan dan lututku. Tidak hanya itu dia merogoh sesuatu dari kantong kemeja yang dipakainya lalu mengoleskannya kembali pada lukaku. Satu yang menjadi pertanyaan buatku, dia selalu berbuat baik pada akhir setiap perbuatan jahatnya. Benar-benar aneh.

"Lho, kok kamu bawa betadine? Emang kamu selalu bawa-bawa itu ya tiap hari?" tanyaku dengan heran. Dia menoleh lalu memasang tampang yang menyebalkan.

"Nggak, hanya hari ini, rencananya aku mau menabrakmu pakai mobil, tapi kamu datang terlambat. Akhirnya aku menyandung kakimu biar kamu jatuh tapi ternyata lukamu hanya sedikit, jadi nggak seru. Tapi nggak papa daripada kamu nggak terluka sama sekali," Jelasnya tanpa memikirkan perasaanku.

Aku memalingkan pandanganku ke arah lain dengan perasaan geram bercampur sedih. 'Dasar manusia tidak berperasaan, jahat, aku benci kamu!' batinku.

"Wow.. Romantis banget, sih. Am, ini masih pagi lho," tegur Ryan tiba-tiba.

BAHAGIANYA DERITAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang