12. Kunjungan

78 4 0
                                    

Akhirnya minggu yang kutungu-tunggu tiba, yaitu liburan semester. Aku bisa menjaga ummi dan pastinya nggak ada Amdi. Dengan semangat aku berkemas dan pulang ke rumah.

Pagi ini aku bangun dengan cepat. Selesai mandi aku segera pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Ummi berbaring diruang tengah sambil menonton berita, tak lama kemudian keadaan jadi terbalik, bukan ummi yang menonton TV, tapi malah TV yang menonton ummi yang ketiduran.

Pada saat aku membuat telur dadar terdengar ucapan salam dari luar.

'Sepertinya aku pernah mendengar suara ini.'

Aku membuka pintu dan melihat seorang lelaki berdiri dengan menenteng sebuah plastik, tapi aku langsung menutupnya kembali sebelum orang itu masuk.

"Andini, buka pintunya dong," seru Amdi dengan nada manja.

'Cih..' kesalku. Aku tahu dia hanya bersandiwara. Karna takut dimarahi ummi dengan terpaksa aku membuka pintu lalu pergi ke dapur dan diikuti Amdi.

"Ngapain kesini?" tanyaku ketus sambil mengangkat telur dadar yang sudah matang dari wajan
Heran, dia sering menghinaku karna jatuh miskin tapi dengan rajinnya dia selalu datang kesini.

"Emangnya kenapa? Salah kalo aku datang ke rumah mertua sendiri?"

Dia balik bertanya sambil meletakkan kantong plastik ke atas meja. Dia mengambil 2 buah piring dan sendok. Lalu mengeluarkan chiken fried dan kue keju kemudian menaruhnya diatas piring. Sekilas mataku melirik ke arah kue keju sambil menelan liur, aku meraba perut yang masih kosong.
'Feberet aku tu.' kataku dalam hati.

"Ummi dimana?" tanya Amdi sambil melap tangannya yang sedikit berminyak.

"Ruang tengah," jawabku.

Aku melihatnya memakai kaos biru lengan panjang dan celana slack warna hitam. 'Hensem,' pujiku dalam hati. Aku nggak pernah melihatnya memakai celana jeans atau sejenisnya.

"Why? Kagum sama suamimu yang ganten?" tanya Amdi penuh percaya diri. Sontak aku langsung mengalihkan pandangan.

"Idih,,, Siapa yang juga kagum? PD banget sih jadi orang," jawabku sekenanya.

"Oh ya? Syukurlah kalo gitu, ingat ya, kamu jangan pernah jatuh hati padaku. Camkan itu!"

Raut wajah Amdi berubah menjadi bengis. Aku terperangah dengan amarannya, seketika hatiku terasa ngilu, lalu aku diam tanpa berniat membalas ucapannya.

Aku akui bahwa aku memang sudah jatuh hati pada Amdi sejak dia melafazkan ijab qabul. Dialah orang yang pertama membuatku merasakan perasaan ini. Hanya saja rasa benciku lebih besar padanya hingga perasaan itu muncul kembali disaat dia meminjamkan dirinya waktu itu.

'Salahkah aku kagumi?'tanyaku sendiri dengan hati yang terluka.

Aku segera menyiapkan 3 piring nasi goreng+telur dadar diatas meja sekalian dengan piring yang berisi kue keju dan ayam goreng, lalu menuangkan air putih kedalam gelas.

"Lama juga nggak papa kok, Am. Dia kan istrimu," terdengar suara ummi dari balik pintu. Aku menoleh dan melihat mereka berjalan ke arahku.

"Kenapa, mi?" tanyaku.

"Amdi ingin mengajakmu keluar sebentar, mumpung lagi libur," jelas ummi sambil mengambil tempat disebelah kiriku, sedangkan Amdi duduk disebelah kanan.

"Kemana?" tanyaku lagi.

"Tanya aja sama dia," jawab ummi sambil tersenyum.

Aku melirik Amdi, dia membalas dengan tersenyum manis. Aku membuang muka karna benci melihat senyuman palsunya.

"Ayo kita makan, jarang lho kita makan bersama-sama," ajak ummi seraya membaca basmalah

"Oh, ya ummi," sahut Amdi. Aku ikut membaca doa lalu menyuapkan nasi kemulut tanpa mengeluarkan sepatah kata.

BAHAGIANYA DERITAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang