Menemoekan Istimewa

57 6 4
                                        

Hey, kawan. Ku ceritakan lagi. Akhirnya, Ijoy tahu siapa Senja. Gadis manis bertutur baik, pendek kurus ideal, putih, 'sipit' kata Rijal, dan bisa nyanyi pula.

******
"Tahu sudah kau siapa itu Senja, manis kan?" tanya Rijal. "Tak se istimewa dengan khayalanku, jal. Biasa, macam orang lainnya." jawab Ijoy, "Ya karna kau baru lihat dari mata, bukan dari hati, pakai perasaan, joy! Rasakan auranya! Pantaslah kau jadi manusia yang tak punya rasa suka, cinta juga. Jika kau lihat dari mata, pikiranmu akan bilang 'tidak, dia tidak sempurna', kau kata dia tak manis, tak semanis khayalanmu. Kau cari dari ujung dunia sampai kesini, tak akan kau temukan kesempurnaan pada diri orang. Tak perlu sempurna, tak perlu manis, tapi jadilah penyempurna sekaligus pemanis alami baginya, joy. Lihat pakai hati, maka perasaanmu akan bilang 'memang, tak seperti yang diharapkan, tapi aku bisa buat dirinya seperti yang ku harapkan' begitu lah. Kau camkan itu, joy! Pakai hati, rasakan aura! Jangan lupa, jika bertemu lihat matanya. Diam-diam atau 4 mata langsung boleh, terserah kau, kalau dirimu yang kaku, buta rasa, pengecut, penghayal tingkat tinggi itu berani, tatap matanya, langsung 4 mata!" jelasnya panjang lebar. Ijoy tak berpikir jawabannya akan diuraikan Rijal sedemikian panjangnya, macam menjawab soal matematika, harus pakai Kalimat Matematika tak ketinggalan, Kalimat Jawaban. "Sama saja lah, pakai mata, pakai pikiran, pakai hati, lihat aura, tatap mata, atau apalah itu. Tak menarik bagiku, jal." helak Ijoy.
"Suka-suka kau lah, tak tahu masalah cinta-rasa kau. Diberi tahu tak mau, dasar majenun. Hanya kau ini lah, satu-satunya orang yang tak punya rasa. Sudah kaku, buta rasa, pengecut, penghayal tingkat tinggi, hidup pulak! Lihatlah dirimu, joy! Hitam legam, keringat sana-sini, tinggi dibawah rata-rata, rambut tak ada aturan, baju tak rapi macam pedagang habis lari-lari kena razia, 2 kancing baju hilang ntah kemana, marah mungkin, muka macam habis kena tumpahan minyak, bolak-balik keluar kantor konseling, budak mana kau ini?! Untung kau pintar, masuk kelas paling bagus, kalau tidak, macam kertas bekas gorengan, useless, kata bahasa luar tu. Tak tahan aku, jangan bilang kau tak paham ku jelaskan, ku maki panjang lebar ni." Rijal geram. Baju tak rapi, muka macam habis kena minyak, hitam, keringat sana sini, rambut acak-acakan, pendek, nakal, cocok memang untuk menggambarkan betapa buluk nya Ijoy, untung pintar, masih ada yang bisa dibanggakan. Makian Rijal cukuplah untuk bahan introspeksi diri. Siapa yang mau? Lihat Rijal si penerjemah rasa, yang rapinya minta ampun, baik, tatap matanya lembut, tapi juga kuat saja belum tentu ada yang mau. Ibarat meminta 10, tak diberi, ancang-ancang mau meminta, sudah dihindari, hanya jalan tak mau meminta, sudah diusir, mengincar duren dapatnya kersen. Malang sekali. Ijoy? Lalat saja tak mau mendekat. Amat sangat malang. Ibunya juga pasrah dapat anak itu.
"Bagaimana kalau aku sudah lihat pakai hati, pakai perasaan, juga tatap matanya, tetap biasa saja?" bela Ijoy tak mau disalahkan, memang tak tahu diri orang itu. "Tak mungkin biasa saja, minimal ada sedikit rasa. Tunggulah, joy. 'Senja' tak akan tinggal diam, ia akan menghampiri siapa yang penasaran tentang dirinya, datang dengan rasa, yang akan muncul pada titiknya. Rasa yang akan membuka, mencari tempat untuk dirinya bersama 'senja', menetap jika nyaman, pergi jika kau memaksa menutup hati dan akan datang lagi membawa sesal di hati. Jangan kau sekali-sekali mengelak, ia akan datang pada saat waktu yang telah digariskan, tenang, jal. Tunggulah." lantur Rijal yang sudah mulai pasrah dengan karibnya itu, ingin tidur rasanya. "Oke, lah. Lapar aku rasanya, ku belikan roti mau kah?" tanya Ijoy, tadi pagi ia diberi uang saku lebih.
"Mau lah, sudah cape aku ceramah begini"
"Mau dibelikan rasa apa?"
"Terserah, yang penting kenyang"
"Terserah, terserah. Tak ku belikan kau nanti"
"Sudahlah..."
"Rasa apa Rijal anak Bapak Jamal seoranggg"
"Rasa sayang pada Sarah, anak kelas sebelah..."

*************************

SendjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang