"Senyumku menatap senja ini, reriuh daun-daun mengiringi. Ia selalu datang dalam mimpi, dengan rindu yang meyelimuti."
***********
Diam. Tak satu tutur katapun muncul. Senyum, satu-satunya lambang bagi Ijoy untuk berkata pada senja bahwa ia telah menjadi pengagumnya. Yang menunggu, tak tahu waktu, tak tahu tempat, tak tahu kapan diam itu pergi, tergantikan kata-kata yang dapat diingat dan dikenang. Ingin memulainya, tapi tak tahu harus membahas apa. Liat dari jauh saja kejang. Sungguh serba salah. Sementara, ku percayakan dirimu, wahai senyum, membawakan isyarat-isyarat rasa bagi senja.
*****************
"Lain kali, kalau bertemu, sapa dia, joy. Aku tahu kau terpesona. Tapi tidak begitu juga caranya. Ayolah, berkata." tepuk Rijal, cerewet benar orang itu kalau masalah cinta. "Malu aku. Terkunci. Tak bisa apa-apa. Aneh sekali aku ini, jaaalll." Ijoy terduduk lesu, pasrah.
"Dilema juga masalahmu. Aku tahu. Aku pernah merasakan. Diam. Iya. Jatuh cinta dalam diam."
"Cinta, selalu datang, disaat tak tepat, jal"
"Jangan salahkan cinta, joy. Salahkan dirimu, kita. Yang tak siap dengan kedatanganya, lalu buru-buru menyeka. Menghindar. Tak tahu jika ketika kita menghindar, cinta semakin mengejar. Cinta memang datang tak disangka, tak terkira. Selalu datang dengan wujud awal tak terduga. Aku tak ingin berakhir seperti mereka-mereka, saling mencintai tetapi lantas kehilangan. Dan kini mereka hanya mengenang, merenung, asing. Kalau cinta sudah datang, jangan lupa memberi, joy. Cinta dan memberi adalah dua kata sejati dalam kamus nurani. Oiya, bahagia jangan ketinggalan. Betapa tidak akan menguji ketabahan, jika sesuatu yang sudah cinta masih juga tidak memberi jaminan kebahagiaan?. Ungkapkan saja, joy. Seadanya. Jangan menunda. Jangan habiskan separuh hidupmu untuk menunggu waktu yang tepat. Seringnya, saat kau sadar, waktu yang tepat itu sudah lewat. Kalau sudah begitu, kau cuma bisa menyesal. Sesal akan mengisi remah-remah dalam hati, yang kosong tak berisi." sungguh, amat puitis sekaligus cerewet sekali tukang rumpi jilid 2 ini. "Sudahlah, jal. Ikut naskahNya saja. Mengalir dengan takdir. Tak elok jika aku mendesak. Katamu, cinta tahu perjuangan para pujangganya dengan seluruh pengorbanannya. Aku percaya itu, jal. Ku hanya usaha sedikit untuk memperlancar naskah takdir yang digariskanNya" jawab Ijoy, lemas. Bukan karena tak tahu kemana arah perjuangan cintanya, tapi ia lapar. Sudah menyanyi ria cacing diperutnya. Dengan satu tujuan dan keyakinan, berlarilah mereka ke gerobak legendaris M. Roy, dengan ending meminta roti gratis lagi. Tak tahu malu memang.Merasa energi telah terisi, tanpa aba-aba diambilnya kertas, seperangkat alat tulis, dengan inspirasi yang sudah menunggu untuk disiramkan menjadi puisi. Hilang akal memang. Kata Ijoy, kita perlu jatuh cinta atau patah hati untuk dapat membuat puisi yang bagus. Pasrah aku.
**************************
"Satu-satunya penyesalanku saat ini adalah, aku tidak bisa bersamamu sekarang dan mengatakan semua ini secara langsung. Tapi tolong percayalah padaku ketika kukatakan bahwa aku ingin selalu bersamamu. Percayalah padaku ketika kukatakan bahwa aku ingin selalu berada di dekatmu. Dan percayalah padaku ketika kukatakan bahwa aku juga mencintaimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sendja
Novela Juvenil"Pada akhirnya senja akan menjauh, namun ia tak kan pernah bisa melenyapkan cinta yang paling dalam dari pandangan mata, apalagi hati. Tinggal menunggu waktu dimana ia datang 'lagi' dengan begitu damai, diantara retakan hati" -Ijoy