Gila

33 4 4
                                    

Tak mungkin ada cinta yang bertahan tanpa interaksi, yang tegar tanpa interupsi. Cinta itu setabah hujan di malam hari, tetap turun ke bumi meski tidak menjanjikan pelangi. Mentari terbit menerangi bumi, kamu terbit menerangi hati. Sakit jiwa, sudah.

**********""*"**

"Gila kau? Dipajang di majalah sekolah? Supaya Senja tahu? Lupakan itu, jal. Aku tak suka cara itu. Kampungan sekali, jal." serobot Ijoy. "Memang kau itu anak kampung, joy... Tak apa lah. Siapa yang tahu jika nanti kau pasang puisi itu, Senja bisa saja tiba-tiba suka pada kau" bela Rijal. "Rumit sekali cinta itu ya, jal. Tak ku sangka. Ku pikir hanya 'kau suka, katakan' begitu." sakit jiwa memang Ijoy itu.
"Benar lah. Suka, katakan. Tapi jangan sekali-kali kau main-main dengan kata suka itu, joy. Jika kau main-main, dia bisa marah, kembali dengan wujud monster. Tau?"
"Ya apalah katamu, jal..."
Tak disangka, tak dinyana. Kertas itu kini telah berpindah tangan, dan tiba-tiba sudah tertancap kuat pada majalah dinding sekolah.

*******************

"Hei, boi. Tumben sekali pulang sore. Cepat makan. Sudah ku siapkan makanan kesukaan kau" sambut Ibu ketika Ijoy datang; selalu begitu. "Kenapa kau? Senyum-senyum macam si Ompong ;nama orang sakit jiwa yang sudah femes; itu. Jangan bilanh jika kau kena penyakit gila, boi." tanya Ibu. Amat sangat berbeda memang. Ijoy tak pernah begitu sebelumnya. Meskipun ia pernah suka dengan ; Imama, Suci, Ninda, Ama, Linda, Rindu, Desi, Syifa, Nafissa, Tina, Dewi, Safira, Zahra, Riska. Makanya bertanya-tanya Ibu pada hari itu. "Hei, boi. Biar ku tebak. Kau suka dengan orang kah? Siapa nama dia, boi?" celetuk Ibu lagi. Kini giliran Ijoy menjawab agar Ibu tidak semakin menginterogasinya lagi. Kalau tidak, bisa-bisa tidak jadi makan dia.
"Iya, Ibu. Ijoy suka dengan..."
"Siapa???"
"Senja"
"Siapa pula itu, joy... Dahulu Imama, Suci, Ninda, Ama, Linda, Rindu, Desi, Syifa, Nafissa, Tina, Dewi, Safira, Zahra, Riska, nah siapa lagi? Banyak kali itu nama, boi"
"Senja, ibu."
"Oooyayaya... Karena itu kah akhir-akhir ini kau belaga aneh? Tabiat berbeda? Potongan rambut yang biasa tak kau urus, sekarang rapi ;terlalu rapi menurutku; dahulu kacing baju menghilang, kau biasa saja. Dahulu kerah baju dibiarkan terbuka, sekarang dikancingkan macam mau melamar kerja." semakin cepat Ibu bicara, semakin cepat juga ia mengunyah sirih dimulutnya.
"Iya, Ibu."
"Yasudah lah, joy. Terserah kau. Yang penting jangan sampai tabiatmu kau rusak. Kalau si siapa? Senja? Itu bisa membuat kau lebih baik, kenapa tidak. Yang penting tak ganggu kau belajar juga jangan sampai sekolahmu tercecer, boi." nasihat Ibu. Ibu memang begitu. Mempercayakan sesuatu pada orangnya. Tidak menuntut. Yang penting sejalan dengan tabiat orang baik. Dan ;selalu; berkata, jangan sampai jtu mengganggu belajar dan sekolah. Diumurnya sekarang, tindakan begitu, yang berubah 180° karena cinta, sudah termasuk golongan gila cinta, menuju golongan buta cinta, dan mungkin saja merembet ke golongan sakit jiwa. Macam si Ompong. Hati-hati lah.

******************

"Kadang aku ini sudah merasa dekat dengan kegilaan, atau mungkin memang sudah gila.
Kau tahu apa yang paling menyakitkan saat perasaanmu begitu terikat kepada seseorang?
Bukan karena kau tidak bisa menyatu dengan dia maka kau akan merasa hidupmu begitu nestapa. Sesuatu yang lebih meluluhlantakkan hatimu adalah ketika seseorang ;yang menyandera kemampuanmu untuk memiliki itu; tak melibatkan lagi namamu dalam hidupnya, tidak mengingat tanggal lahirmu, tidak mengucapkan apapun ketika datang tahun baru, bahkan tidak mengirimkan pesan basa-basi pada saat bertemu denganmu.
Kau tidak terlibat sama sekali dalam hidupnya. Bahkan sekadar untuk diingat. Meskipun dia tetap ingin ;berpura-pura; menghargai perasaanmu"

SendjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang