Bukannya ini lucu? Bagaimana semesta bermain dengan perasaan manusia yang tengah jatuh cinta. Dibuat bahagia dan sakit secara bersamaan.
-Chicko Giovanny Leonidas-
Ciko tersentak kaget mendengar Cia berteriak. Ia lantas melepas kerah seragam Gavin sebelum Cia semakin mengamuk nanti. Gadis itu berlari dari ujung lapangan sampai ke tempat di mana keduanya berada.
"Kalian lagi ngapain?" tanya Cia santai. Ciko mengernyit. Sepertinya dari sudut sana Ciko tidak terlihat seperti akan bertengkar dengan Gavin.
"Gak ada. Lo udah kelar? Ayo balik."
Gavin menahan tangan Cia begitu Ciko membawanya pergi. "Dia cewek gue. Biar gue yang anter balik."
Ciko diam. Ia malas ribut. Sumpah demi bola basket yang rasanya ingin ia lempar ke wajah Gavin yang menyebalkan, Ciko tidak ingin bertengkar di depan Cia.
"Lepasin cewek gue!" perintah Gavin.
Cia bergantian menatap Ciko lalu Gavin. Gavin yang bersikukuh menahan Cia dan Ciko yang masa bodo dan diam. "Gue sama Cia harus balik sekarang. Lepasin," ucap Ciko datar pada akhirnya.
"Lo gak budek kali? Gue bisa anter dia balik."
"Vin, denger ya--"
Belum selesai Ciko bicara, Cia langsung melepas tangan Ciko. "Udah stop!"
Gavin tersenyum menyindir. Ia senang karena rupanya Cia akan membelanya. "Ciko diem dulu oke?"
Ciko menghela napas pendek. Dalam hati ia sudah banyak sekali menguatkan diri.
"Gavin, aku kan berangkat bareng Ciko. Jadi aku harus balik bareng Ciko juga. Lagian hari ini aku ada latihan basket sama Ciko. Udah lama aku gak latihan. Takut kaku."
"Tapi--"
"Lo udah denger. Gak usah pake tapi." Tanpa basa-basi. Berikutnya Ciko menarik tangan Cia pergi dari Gavin. Muak sekali rasanya berlama-lama berbicara dengan anak itu.
Di parkiran, rupanya Cia sebal dengan sikap Ciko. Dia hanya diam padahal sudah dari tadi disuruh pakai helmnya.
"Ayo! Lo mau balik gak sih?"
Cia memutar bola matanya. Tapi langit terlihat mendung. Mungkin sebentar lagi ia akan menangis. Membasahi tanah bumi yang sudah semingguan haus akan rindu hujan. Daripada menunggu lama, akhirnya Ciko menyerahkan helm pink milik Cia dan langsung menyalakan vespanya. "Buruan naik!"
Kali ini Cia menurut. Ia sudah duduk di jok belakang. Vespanya juga sudah berjalan. Tapi begitu Ciko melihat ke belakang dari kaca sepion, rupanya Cia belum juga memakai helmnya. Helm bulat itu hanya dipeluk di dadanya. Dasar Cia, memangnya fungsi helm itu untuk apa. Ciko akhirnya sebal dan menepikan motornya.
"Lo marah?"
"Cia tau kalo Ciko tadi ribut sama Gavin."
Oh, rupanya dia tau.
Ciko bergeming. Menunggu apa saja yang mungkin akan Cia sampaikan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Realize
Teen FictionApa cinta harus selalu diungkapkan dengan kata "aku cinta kamu?" Aku kira aku sudah cukup pandai merangkai kata. Itu kenapa, mereka mengatakan aku seorang pujangga. Tapi sayangnya tidak. Hanya menyebutkan tiga 'aku cinta kamu' saja aku tidak mampu...