5. Permainan Gavin

1.6K 134 57
                                        

Aku sedang mencintaimu sore ini. Tapi kamu masih diam. Tidak tahu kalau nanti malam, kita tunggu saja.

-Chicko Giovanny Leonidas-


Aku sedang mencintaimu sore ini.
Tapi kamu masih diam.
Tidak tahu kalau nanti malam, kita tunggu saja.

Kutipan puisi yang ada di halaman paling depan buku tulis Cia membuat Gavin yang tadinya cuek, jadi penasaran. Pasalnya selama ini yang Gavin tahu, Cia tidak begitu pandai berpuisi. Tapi kutipan yang ada di halaman bukunya itu cukup puitis untuk orang seperti Cia.

"Buatan kamu?" tanya Gavin sambil merapikan alat tulisnya.

"Ha? Apa?" Cia terkaget. Mungkin karena suasana kelas yang sudah sangat sepi. Pelajaran baru saja selesai limabelas menit yang lalu. Anak-anak di kelas juga sudah keluar demi berburu makanan seperti hewan buas. Sadis sih kedengerannya. Tapi memang begitu. Soalnya di kantin, ada satu penjual yang menjual roti yang terkenal sekali kelezatannya.

Siswa Angkasa selalu berebut untuk menikmati roti yang memang dibuat terbatas itu. Dan Cia juga salah satu pemburu roti lezat itu tentunya. Ah, apaan sih kenapa jadi memikirkan roti. Tadi, Gavin bertanya apa?

"Puisi itu buatan kamu?" matanya melirik untuk memberi kode puisi mana yang ia maksud.

"Oh, ini? Bukan. Ini buatan Ciko."

Gavin mengernyit. "Ciko? Dia buat itu untuk kamu?" tanya Gavin datar. Ia tidak sedikit pun menaruh rasa cemburu. Gavin hanya penasaran saja. Kalau Ciko seberani itu memberikan puisi romantis pada Cia, kenapa selama ini mereka berdua tidak pacaran?

"Ya enggak lah, Gavin. Ini buat cewek misterius yang Ciko suka tapi gak pernah berani dia tembak."

"Kok kamu tau?"

"Tau lah. Ciko sendiri yang bilang."

Gavin ber-oh ria lalu bertanya lagi karena masih penasaran. "Terus kamu tau siapa ceweknya?"

Mereka berdua mulai berjalan keluar kelas. "Enggak. Ciko gak pernah ngasih tau. Aku juga gak pernah maksa. Hal yang kayak gini itu sifatnya pribadi. Aku gak mau maksa Ciko untuk cerita. Biar dia aja."

"Terus kamu gak marah karna dia gak cerita?"

"Hahaha ya enggak lah!" Cia tertawa renyah. Dia sampai menepuk-nepuk bahu kiri Gavin karena geli mendengar pertanyaan itu. "Kamu ada-ada aja. Walaupun aku emang suka ribut sama Ciko, tapi hal kayak gini gak pernah jadi permasalahan kita. Kecuali kalau dia punya pacar dan gak cerita. Baru aku marah."

"Kenapa marah?"

"Ya, aku aja kalo punya pacar cerita ke dia. Masa dia enggak. Kan gak adil. Katanya sahabat." Cia jadi mendengus sebal.

Gavin nyaris tertawa kalau saja Cia tidak ada di sampingnya. Dalam hati, Gavin jadi iba dengan Ciko. Pasalnya meski Ciko tidak pernah cerita karena mereka memang tidak akrab, Gavin tahu betul kalau Ciko suka dengan Cia.

Lalu cewek yang disukanya malah cuek. Malang betul, Ciko.

Tapi hal itu justru bagus. Dengan begitu keinginan Gavin membalas Ciko akan lebih mudah terlaksana. Karena memang Gavin memacari Cia hanya untuk ajang balas dendam.

***

Jam pulang sudah berbunyi duapuluh menit lalu. Ciko sekarang sedang duduk di pinggir lapangan sambil membaca novel Le Petit Prince yang baru saja ia beli hari sabtu bareng Cia sepulang main basket. Cia masih di ruangan musik. Sedang latihan bareng club musiknya yang sebentar lagi akan mengikuti festifal musik se-Bandung.

Realize Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang