Tugas cowok sejati adalah melindungi orang yang dia sayang.
-Chicko Giovanny Leonidas-
"Lo sakit?"
"Elo yang sakit. Bentak-bentak cewek kayak tadi, kayak banci tau gak."
Gavin tertawa mendengus. Berdiri membersihkan bagian belakang celananya lalu mensejajarkan diri dengan Ciko. "Kayaknya gue paham. Lo sebenernya marah karna yang gue bentak tadi itu Cia kan? Kalo yang gue bentak tadi bukan Cia pasti lo cuek."
Gavin sekarang berjalan mundur dengan wajah mengejek. Menyandarkan tubuhnya di tembok. "Dia aja yang terlalu ribet jadi cewek. Kenapa? Khawatir sama cinta tak sampai lo itu, hm?"
Ciko mengepal tangannya kuat. Ciko sedang menghitung mundur, sekali lagi Gavin berani bicara seenaknya soal Cia. Ciko sudah siap melayangkan satu lagi bogem di wajah sok tampannya.
"Nih ya gue kasih tau sama lo. Cia itu sekarang cewek gue, lo gak usah terlalu ribet lah ngurusin dia. Jadi—"
Secepat kilat Ciko menarik kerah baju Gavin. Melihat ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada yang sedang memperhatikan mereka. "Perlakuin Cia sebaik mungkin atau gue beneran buat muka lu bonyok."
Tidak terima Gavin langsung mendorong Ciko menjauh. "Oh jadi ini seorang Chicko Giovanny yang sebenernya? Cowok pendiem yang katanya puitis, si kapten tim basket yang orang kenal kalem rupanya brandalan juga. Pake segala mau buat muka orang bonyok. Emang bisa ribut?"
Ciko tersenyum miring. "Tugas cowok sejati adalah melindungi orang yang dia sayang. Kalo lo maksa gue jadi berandal, gak masalah." Cowok itu berjalan mendekat dan berbisik pada Gavin. "Gue sekalian mau ngelatih bela diri gue."
Gavin melotot sejadinya karena setelah itu Ciko mendorong Gavin keras kemudian melenggang pergi tak berdosa. Meninggalkannya yang sekarang memaki tidak keruan.
Gavin menonjok tembok di depannya sebagai pelampiasan emosi. "Brengsek Ciko! Udah berani main terang-terangan rupanya!"
"Siapa yang main terang-terangan?"
Terkejut, tiba-tiba saja Cia sudah berdiri di belakangnya.
"Enggak," jawab Gavin acuh tak acuh.
"Vin,"
"Ya, udah ya. Gue masih ada urusan OSIS. Nanti kita ngomong lagi." Gavin langsung saja meninggalkan Cia yang hanya bisa menekuk wajahnya sedih.
"Hey, kok lo murung?"
Cia berbalik dan melihat Ayla yang barusan bertanya. Cia langsung membalasnya dengan senyum.
"Ribut sama Gavin ya?" tanya Ayla lagi. Tapi kali ini Cia bingung mau jawab apa. Bukan karena pertanyaan Ayla, tapi Cia hanya merasa aneh tiba-tiba Ayla mengajaknya bicara.
"Lo kenapa diem aja?"
Masih dengan senyum meski sorot matanya terlihat canggung, Cia pamit meninggalkan Ayla. "Ah gapapa Ay. Cia ke kantin dulu ya."
"Eh tunggu," teriak Ayla sambil berlari mengejar Cia. "Gue juga mau ke kantin. Boleh bareng?"
"Emm, ya boleh sih. Kenapa enggak?"
"Gue kira lo gak tau nama gue."
Cia melirik Ayla sesaat tertawa kecil entah untuk apa. Lalu kembali fokus berjalan sambil sesekali celingukan menghilangkan rasa anehnya.
"Tau lah. Kan sekelas, yakali Cia gak tau."
"Sahabat lo mana?"
Kali ini Cia berhenti berjalan. Menatap Ayla curiga. Yang ditatap justru kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Realize
Teen FictionApa cinta harus selalu diungkapkan dengan kata "aku cinta kamu?" Aku kira aku sudah cukup pandai merangkai kata. Itu kenapa, mereka mengatakan aku seorang pujangga. Tapi sayangnya tidak. Hanya menyebutkan tiga 'aku cinta kamu' saja aku tidak mampu...