Dia pergi lagi. Seperti hari yang sudah sudah. Dia pergi lagi. Seperti yang bagaimana dia suka. Dan aku, lagi lagi masih di sini. Berdiam diri di ruangan ini sendiri dengan catatan-catatan puisi tentang dirinya. Dan aku, lagi lagi masih di sini. Dikurung dinding-dinding sepi sambil mempersiapkan diri menjadi si pendengar dari kisah cintanya. Kisah cinta yang aku harap adalah aku pemerannya.
-Chicko Giovanny Leonidas-
Catatan puisi yang entah sudah ke berapa itu setiap hari memenuhi buku bersampul hitam polos dengan satu tulisan di tengahnya yaitu; tentang kamu. Dari ratusan puisi yang Ciko buat setiap hari, buku catatan itu yang paling khusus. Kenapa? Karena buku itu menjadi satu-satunya tempat menulis puisi yang tidak pernah terbaca oleh si pembuat inspirasinya. Kumpulan puisi yang tidak pernah terbaca oleh dia yang selalu menjadi tema dalam puisinya.
Dia, yang tidak lain adalah, Cia. Sahabatnya.
Ah, perih rasanya tiap kali menyebut kata itu. Singkat memang, tapi cukup menyakitkan. Karena dari banyak puisi yang Ciko perlihatkan pada Cia, gadis itu tetap tidak paham untuk siapa sebenarnya puisi itu dibuat. Jadi, Ciko memilih buku hitam itu untuk pelampiasannya perasaannya.
Sudah pukul 9 malam. Tapi tidak ada kabar.
Ponselnya dari tadi sih berbunyi. Banyak notif di sana sini. Jangan kira ponsel seorang Chicko Giovanny Leonidas itu sepi. Ah, tidak mungkin. Ponsel cowok itu selalu ramai. Mulai dari notif Line, Whatsapp, Instagram, Path. Semuanya ramai oleh pesan. Mulai dari pesan grup kelas, grup basket, bahkan teman-teman cewek kelas lain yang suka dengan Ciko lalu berusaha menggoda cowok itu, ah banyak! Intinya ramai.
Hatinya saja yang sepi.
Eh, tidak, jangan bilang seperti itu. Nanti dia marah. Hatinya tidak sepi, ia hanya bosan. Ciko benci di antara keramaian notifikasi yang muncul, tidak ada satu pun pesan masuk dari Cia.
"Puas lo, Vin, puas!" seru Ciko menumpukan emosinya pada gumpalan kertas kosong yang tadinya ingin ia tuliskan puisi. Sayang, tangannya tidak menulis apa-apa begitu mengingat Cia sedang berkencan dengan Gavin.
"Bangke!" umpat Ciko membanting kertasnya ke tong sampah. Ia mengacak-acak rambutnya frustrasi. "Cia lo kok gak ada kabar sih?"
Sekarang Ciko menatap ponselnya dengan tatapan sedih bercampur kesal. "Enak ya yang lagi kencan, mendadak lupa sama gue di rumah. Ke mana sih nih anak? Udah jam sembilan loh!"
Lihat, bahkan jam dinding Inter Milan yang menggantung dekat fotonya jaman SMP dengan Cia seolah meledek. Berulang-ulang menyebut bahwa ia tidak boleh marah dengan kencannya Cia dengan Gavin. Bola basket di ujung lemari bahkan juga tiba-tiba seperti mengeluarkan suara; yaelah, sahabat doang, Ko, inget! Suka-suka Cia lah mau balik kapan.
Lalu terdengar lagi suara dari poster Michael Jordan bicara pada Ciko. "Udah tidur. Nungguin apa sih? Nunggu kabar dari Cia? Gak bakal ngabarin dia."
"Yoi! Dia abis have fun sama Gavin, langsung balik tidur lah," sahut lagi suara yang muncul dari ponster Michael Jordan dengan gaya andalannya saat lay up.
Ciko tidak sadar seluruh suara yang muncul di ruangan kamarnya itu hanya ilusinya semata, ia justru malah berteriak. "BAWEL LO SEMUA!"
Berbarengan dengan itu ternyata Mbak Dita baru saja membuka pintu kamarnya mengantarkan cokelat hangat. Ciko sangat suka minum cokelat hangat sambil menyusun formasi pertandingan basket atau juga sekadar mengerjakan tugas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Realize
Novela JuvenilApa cinta harus selalu diungkapkan dengan kata "aku cinta kamu?" Aku kira aku sudah cukup pandai merangkai kata. Itu kenapa, mereka mengatakan aku seorang pujangga. Tapi sayangnya tidak. Hanya menyebutkan tiga 'aku cinta kamu' saja aku tidak mampu...