10. Bertahan

1.3K 113 15
                                    

Perasaan ini kokoh seperti semesta. Ia tidak bisa menghilang begitu saja hanya karena kamu tidak membalasnya.

-Chicko Giovanny Leonidas-

"Kenapa diem aja? Masih marah?" tanya Ciko karena sejak mereka pulang, Cia hanya diam.

"Cepetan ambil Si Cila terus pulang."

Ciko mengangguk kecil. "Iya sabar."

"Beneran masih marah?"

"Gak marah Ciko. Cuma mau pulang. Ayo cepetan."

"Itu namanya kamu marah."

"Enggak marah. Cuma mau pulang."

"Kalau mau marah pukul aja. Daripada diem terus begini. Dari tadi kayak ngajak ngobrol patung batu yang mulai berlumutan tau."

Cia berdecak kesal. Cia tidak tahu sebenarnya dia sedang marah atau bukan yang jelas ia tiba-tiba hanya ingin pulang dan berdiam diri di dalam kamar.

Setelah vespa Ciko keluar dari bengkel, keduanya mulai membelah jalan raya Bandung dengan suara vespa andalan Ciko. Tidak terlalu bising. Tapi tetap saja lebih berisik dari motor matic tentunya.

"Maaf," ucap Ciko. Tapi Cia tetap diam. Ciko pikir, barangkali suaranya terbawa angin. "Maaf!" teriak Ciko lebih keras.

Cia mengeplak helm cetok berwarna hitam Ciko. "Berisik. Kaget tau."

"Maaf membuatmu marah."

Yang diajak bicara pun diam lagi. Seperti mendadak tuli.

"Maaf karna gue egois. Karna gue terlalu mikirin lo secara berlebihan."

Cia tetap diam. Dan Ciko dililit rasa bersalah. Bagaimana lagi caranya membuat sahabatnya yang satu itu berdamai dengan masa lalunya? Tapi tidak. Ciko tidak akan menyerah. Cintanya pada Cia sekokoh semesta, ia harus berusaha mencari cara bagaimana Cia berdamai dengan masa lalunya.

Ciko ingin Cia bahagia. Benar-benar bahagia. Karena meski Cia memang tetap riang, tapi Ciko masih bisa melihat kehampaan pada sepasang bola mata cokelatnya.

"Gue gak akan nyerah."

"Apa?" teriak Cia.

"Enggak. Apanya yang apa?"

"Tadi Ciko ngomong apa? Cia tadi kayak denger sesuatu."

Ciko menggeleng. "Salah denger kali. Makanya kupingnya dibersihin biar gak banyak congenya."

"Yeeee Ciko noh yang banyak conge. Ciko kan jorok."

"Gak ada. Ngarang aja, ada juga lo suka numpukin conge di kuping," kelak Ciko lalu tertawa.

"Nah ini Ciko ngarang parah." Cia turut ketawa kecil.

Dari sepion bagian kiri, Cia bisa melihat Ciko tersenyum.

"Ngapain senyum-senyum?"

"Punya bibir. Emangnya masalah kalau senyum?" jawab Ciko tak acuh dan memfokuskan dirinya pada jalan raya.

Realize Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang